Act 37

12.3K 1K 84
                                    

"PERMISI. ANYBODY HOME???"

Sabrina mengusap kasar jejak basah di wajahnya. Itu suara Adam yang berteriak dari depan pintu apartemennya.

"Oy, ada orang nggak gue mau num—astaga!" Cowok itu melompat kaget. Hampir dibuat jantungan oleh sosok Sabrina dalam balutan kaos putih kebesaran dengan celana pendek sepaha. Rambut gadis itu yang memang panjang tergerai bebas. Untung warnanya golden bronze. Kalau hitam, Adam bisa-bisa mengiranya kuntilanak. "Jelek banget lu," ejeknya. "Ngapain sih cosplay jadi kuntilanak pirang?"

Sabrina tidak menanggapi. Pandangannya justru jatuh pada panci yang dibawa Adam. Isinya rebusan mie yang belum matang. "Ngapain bawa-bawa panci?"

"Oh," Adam cengengesan. "Mau numpang masak mie. Gas gue abis," jawabnya. Kepala cowok itu memiring ketika menyadari sesuatu. "Abis nangis lo?" tuduhnya.

"Enggak." Sabrina buang muka. "Bilang-bilang kalo mau kesini."

"Biasa juga lo main masuk aja ke tempat gue—waduh, mewah amat sarapan lo." Suara Adam kembali terdengar heboh begitu dia sampai di pantry. "Ada Jco sama nasi goreng seafood segala. Abis kedatengan kanjeng ratu apa gimana?"

Sabrina mendengus. Itu kan bikinan Naka yang sama sekali belum dia sentuh karena terlalu sibuk menangis. "Ambil aja kalo mau," sahutnya.

"Yakin nih?" tanyanya meragu. "Tau gini ngapain gue masak mie? Mana udah kecemplung." Cowok itu berdecak. Merasa miris melihat mie tiga ribu miliknya yang menggenang bersama air di dalam panci.

"Iya."

"Tapi kayaknya enak. Menyakinkan lah dari tampang-tampangnya." Adam mengambil sendok untuk mencicipi selagi dia merebus mie setengah matangnya di atas kompor. "Anjir beneran enak. Siapa yang bikin?"

"Naka."

"Jago juga cowok lo."

Ya, memang jago. Apa sih yang Naka tidak bisa di muka bumi ini? Selain ahli meladeni segala rengekannya, cowok itu juga pandai berbohong.

Sabrina merasa kesal setiap kali bersinggungan dengan sesuatu yang berkaitan dengan Naka. Termasuk makanan yang terhidang di meja pantry-nya. Suasana hatinya jadi ikutan memburuk.

"Abisin aja."

"Mie gue ege. Siapa yang mau makan? Udah keburu dimasak begitu."

Bukannya menanggapi, gadis itu justru pergi ke kamarnya. Dia kembali tidak sampai lima menit dengan dompet dan kunci mobil di tangan.

"Beresin kalo udah selesai," ucapnya kemudian.

Sebelah alis Adam berjengit. Mengamati gadis yang kini berada di depannya. Mata yang terlihat sembab itu sudah dilapisi oleh kacamata hitam. Rambut panjangnya tergerai bebas dengan sebuah topi di kepala. Tapi pakaiannya sama sekali belum diganti. Masih kaos kebesaran dan celana pendek.

"Mau kemana?"

"Keluar."

"Gue temenin?"

"Nggak usah." Sabrina mendekat ke pantry untuk mengambil bungkusan Jco. Dia gerah melihat makanan itu masih di mejanya. "Gue mau ketemu temen." Langkah kakinya terhenti sebentar. "Nanti nasi gorengnya bawa pulang aja. Gue makan di luar."

Dia berbohong.

Tidak ada teman yang ingin ditemuinya. Perginya pun sama sekali tidak ada tujuan. Sabrina hanya ingin... melegakan sedikit hatinya?

Adam melongokkan kepala, masih belum paham meski Sabrina sudah memakai sandal di depan pintu.

"Nyetirnya pelan-pelan kalo nggak mau gue temenin!"

Agency [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang