Sabrina ngantuk berat gara-gara semalam berkelakar dengan Adam sampai jam dua subuh. Obrolan yang tadinya hanya membahas tentang Naka yang diam-diam gay berlanjut dengan ajang taruhan piala dunia. Siapa yang mencetus? Sudah pasti Adam.
Taruhan berakhir dengan Sabrina yang terpaksa mengeluarkan duit dua ratus ribu karena tim sepak bola jagoannya, Prancis, berhasil dikalahkan oleh Argentina.
Bodoh sekali memang. Padahal di awal bulan yang super hectic begini harusnya Sabrina menghemat energi untuk mencicil pekerjaannya yang sempat terbengkalai. Bukannya terhasut oleh ajakan Adam yang lebih mirip bisikan iblis itu.
"Ada yang mau pesen kopi nggak?" Sabrina menyerah. Matanya sudah tidak kuat lagi menahan kantuk. Satu-satunya yang bisa menyelamatkannya dari kemungkinan tertidur di jam kerja hanya satu gelas es kopi.
"Lo yang bayarin?"
"Ada akhlak lo nanya begitu setelah ngerampok duit gue dua ratus ribu?"
"Ada lah! Gini-gini gue rajin solat ye. Emangnya elu solatnya bolong-bolong?" Adam membalas songong. "Udah mah solat bolong-bolong, itu udel bolong juga kemana-mana. Lo nih betulan sobat neraka."
"Ini tuh fashion ya. FA-SHION." Sabrina menunjuk crop top yang dipakainya dengan emosi. Gara-gara patah hati pasca tau kalau cowok yang ditaksirnya gay, Sabrina jadi melampiaskan kesedihannya dengan berdandan. Dia sengaja bangun pagi-pagi sekali untuk menata rambut dan memulas make up. Padahal matanya bukan main ngantuk. Alhasil, dia datang ke kantor macam orang yang mau jalan-jalan ke mall.
Bella sempat heboh waktu melihat Sabrina datang. Abisnya, jarang-jarang dia melihat Sabrina ngantor pakai crop top. Mentok-mentok juga kemeja atau cardigan. Tapi hari ini Sabrina tampil berbeda. Dia mengenakan tank top putih model crop yang dipadu dengan blazer putih lengan pendek. Terus seakan ingin menunjukkan kakinya yang nggak jenjang-jenjang amat tapi masuk kategori cantik, Sabrina mengenakan skinny jeans sebagai bawahan.
'Naka yang nyesel kalau nggak mau sama gue'. Begitu yang ada dipikiran Sabrina sewaktu dia melihat tampilan dirinya di kaca.
"Alah, gaya lo fashion. Masuk angin baru tau rasa," ejek Adam.
Sabrina berdecak. Memang nggak akan menang kalau dia melawan Adam. "Jadi mau pesen kopi apa enggak nih?"
"Kagak."
"Bilang dong dari tadi!" Bersungut-sungut, Sabrina akhirnya pergi ke pantri. Dia tidak punya pilihan lain selain menyelamatkan dirinya dengan kopi yang disediakan oleh kantor.
Untung terlepas dari beban kerja yang kadang-kadang agak bikin gila, Plan B termasuk perusahaan yang cukup 'memanjakan' pegawai. Mereka menyediakan mesin espresso yang bisa digunakan oleh siapa saja. Sabrina juga tinggal memilih varian kopi apa yang dia mau.
Sebenarnya, rasanya nggak buruk-buruk amat sih. Mesin espresso ini bisa menghasilkan minuman yang setara dengan gerai kopi langganan kaum hedon. Tapi namanya juga gaya hidup ya, kadang beli di gerai dengan cangkir berlogo brand kopi terkenal terasa lebih satisfying.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agency [END]
Ficción GeneralSabrina sama Naka itu musuh abadi, orang satu kantor juga tau seberapa parah mereka saling membenci. Tapi siapa yang menduga kalau di balik rasa benci itu, Sabrina justru jatuh hati pada Naka? Di hari terakhir Naka bekerja di Plan B, Sabrina tanpa p...