Act 17

18.8K 1.5K 110
                                    

Sabrina betulan bangun setiap dua jam sekali untuk mengecek suhu tubuh Naka. Dia baru benar-benar tertidur ketika subuh menjelang, saat tubuh cowok itu sudah tidak sepanas sebelumnya. Untungnya sih, Sabrina tidak bangun kesiangan. Suara alarm di ponselnya menjadi penyelamat.

Gadis itu lekas membuka mata, sadar kalau ada tangan yang memeluk pinggangnya. Pelukan itu tidak begitu erat tapi terkesan posesif karena Naka membenamkan dagu di pundaknya.

Ini gila, pikirnya. Sabrina bahkan bisa merasakan napas cowok itu di dekat lehernya. Tapi daripada marah-marah, Sabrina hanya menjauhkan tangan Naka dari tubuhnya. Dia beringsut turun dari kasur setelahnya, meninggalkan Naka yang masih tertidur pulas di sana.

Jarak apartemen dan kantornya dekat. Sabrina masih punya banyak waktu untuk bikin sarapan. Bubur dengan jagung manis dan suwiran ayam juga segelas susu hangat sepertinya bukan pilihan yang buruk.

Dia lagi sibuk memindahkan bubur ke mangkuk ketika Naka muncul. Wajah cowok itu masih pucat tapi terlihat sedikit lebih segar.

"Tadi pas gue bangun, lo udah nggak ada," keluhnya. "Padahal gue masih pengen kelonan."

Sabrina memutar bola mata. Tolong ingatkan dia untuk tidak marah-marah. "Kalo gue masih molor jam segini yang ada gue telat ke kantor," decaknya. "Oiya, hari ini lo nggak usah ngantor dulu. Istirahat aja. Nanti jangan lupa izin sama Mbak Resha."

Mbak Resha itu HRD mereka. Naka manggut-manggut.

"Udah cuci muka belum?"

"Udah gosok gigi juga." Naka menyahuti. Pantas wajahnya keliatan segar. Cowok itu mendekat, duduk di kursi pantry. "Mau morning kiss?" tawarnya tiba-tiba.

Sabrina yang lagi minum sontak tersedak. Naka sigap menepuk-nepuk punggungnya. "Minumnya hati-hati dong."

"Lo itu yang kalau ngomong harusnya hati-hati!"

"Gue cuma nawarin aja. Soalnya moodnya lagi bagus buat ciuman. Gue juga nggak keberatan ciuman sama pacar orang." Naka menjengitkan bahunya enteng.

Sabrina melengos, sengaja membelakangi Naka buat pura-pura sibuk. Pun begitu, bibirnya diam-diam bermonolog, "Udah putus."

"Apa?"

"Gue udah putus."

"Gue nggak dengar lo ngomong apa."

"Gue udah putus sama Ravel!" Suara Sabrina meninggi. Dia terlihat kesal namun ucapannya justru membuat Naka tersenyum lebar. Cowok itu pasti merasa senang sekarang.

"Wah-wah..."

"Gue mau mandi sekalian siap-siap. Bubur sama susunya jangan nggak dihabisin." Gadis itu buru-buru kabur sebelum Naka mengolok-ngoloknya.

****

"Shabby," Naka mengetuk pintu kamar karena hampir satu jam berlalu Sabrina belum juga keluar. Padahal dari tadi Naka menunggu supaya mereka bisa sarapan bersama.

"Masuk aja."

Mendapat lampu hijau, Naka menyusul masuk. Kamar gadis itu yang tadinya rapi kini menjadi berantakan. Beberapa kotak keluar dari dalam lemari sementara si pemilik kamar masih sibuk mencari-cari barang yang entah apa itu.

"Cari apa?" Naka memandang bingung

"Catokan."

"Itu di atas meja."

"Bukan yang itu. Itu catokan yang biasa gue pake, barusan rusak. Gue lagi nyari catokan yang lama. Lupa disimpen di mana."

"Memangnya harus banget catokan ya?"

Agency [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang