Act 2

28.4K 2.7K 154
                                    

Sabrina itu cantik. Punya selera fashion yang tidak bisa dikatakan cupu. Dia juga jago memulas make up dan tau trend make up macam apa yang sedang viral. Kalau lagi niat, penampilannya bisa disandingkan dengan selebriti papan atas.

Bella seringkali bilang kalau Sabrina punya modal untuk meniti karir sebagai seorang selebriti dengan barisan fanboy berani mati yang bejibun. Tapi karena terlalu sering menjadi palugada di Plan B dan berurusan dengan Naka yang saban hari minta revisi, Sabrina seperti lupa bagaimana caranya berpacaran. Dia terlalu sibuk hingga tidak punya waktu untuk itu.

Miris sekali.

Mungkin itu juga yang menjadi alasan kenapa otaknya bisa bergeser hingga berujung menyukai Naka yang lebih mirip titisan dakjal dalam rupa malaikat. Sebab selama berada di Plan B, cowok yang paling sering berurusan dengannya hanya Naka dan Adam.

"Lo berhutang penjelasan sama gue."

Sabrina menggigit ujung sumpit yang dia pakai untuk menyantap mie ayamnya. "Penjelasan apa?"

"Lo sama Naka."

Mata gadis itu berputar sebal, lanjut menyuap mie ayam yang sempat terbengkalai. Tadi begitu jarum jam menunjuk angka dua belas tepat, Sabrina buru-buru menyeret Adam ke kafetaria. Nasib baik Naka lagi menghadap Mbak Resha di ruang HRD untuk mengurus kontrak kerjanya, jadi Sabrina bisa kabur dari cowok itu tanpa ketahuan.

"Nggak penting."

"Nggak penting tapi ngeliatin dia sampai hampir ngences."

"Tolong ya, Adam Handaru. Cocot lo kalau ngomong dijaga." Sabrina mencebik.

"Loh, gue ngomongin fakta." Adam membela diri. "Harusnya tadi gue rekam sih gimana mupengnya lo pas ngeliatin Naka. Videonya kalau gue masukin tiktok bisa fyp tuh kayaknya."

"Brengsek."

Adam ketawa-ketawa, lalu merendahkan suaranya. "Serius lo pernah nembak Naka?"

"Menurut lo aja gimana?"

"Ngeliat dari gelagat lo sih kayaknya beneran."

Sabrina enggan menanggapi. Jadi dia diam saja. Toh dia tidak punya argumen untuk membantah.

"Sekarang masih naksir nggak?"

"Kenapa?"

"Ada yang patah hati," sahut Adam. Tapi sebelum Sabrina sempat bereaksi, cowok itu sudah lebih dulu menyambung. "Si Sutris. Sekuriti kita," cengirnya.

Sabrina mau emosi tapi energinya keburu habis gara-gara berhadapan dengan Naka tadi. Jadi gadis itu hanya meniup sejumput rambutnya yang jatuh di kening.

"Lo bisa naksir sama Naka tuh gimana ceritanya?"

Sabrina mengaduk-ngaduk sedotan di gelas es tehnya. Dia harus cerita dari mana ya? Soalnya jatuh cinta dengan Naka tidak pernah masuk dalam rencana hidupnya. Segalanya terjadi secara tiba-tiba.

"Mungkin karena gue ngerasa nyambung ngobrol sama dia. Terlepas dari kelakuannya yang kampret abis," jawab Sabrina. "Naka emang nyebelin. Suka nggak ngotak kalau minta revisi. Tapi gitu-gitu, gue ngerasa dia paham sama apa yang gue rasain—tentang pekerjaan, of course."

"Apa bedanya sama gue kalau gitu? Gue juga paham sama kerjaan lo."

"Mana ada!" Sabrina langsung nyolot. "Lo mah nambahin kerjaan gue. Revisi minor aja lo serahin ke gue. Beda sama Naka yang kalau ngasih kerjaan masih dalam lingkup jobdesc gue."

"Gue kan mendukung lo sebagai independent woman." Adam lagi-lagi membela diri. "Lagian nih ya, katanya practice makes perfect. Sayang banget kalau skill photoshop lo nggak dimanfaatkan. Toh yang gue kasih ke lo juga file masternya."

Agency [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang