Act 27

13.8K 1K 51
                                    

"Iya, Bu, gimana? Kontennya nggak di-approve sama tim marketing?" Bella meninggalkan kendaraannya di parkiran selagi dia berbicara dengan seorang klien lewat sambungan telepon. Jam lima tadi, tugasnya sebagai kacung untuk hari ini seharusnya sudah selesai tapi dia masih harus meladeni komplain dari klien yang buta waktu. "Dari sepuluh konten yang saya kirim, ada berapa ya, Bu, yang ditolak?"

Dia berjaan memasuki lobi Level Uptempat gym langanannyadan menunjukkan kartu keanggotaan. Setelah melalui proses pengecekan, baru lah dia bisa masuk ke dalam. Tempat gym ini ekslusif. Anggotanya kebanyakan orang penting makanya keamanannya lumayan ketat. Bella mempertaruhkan cukup banyak uang untuk keisengannya ini.

"Begitu ya? Jadi yang tiga ini ditolak karena yang satu nggak sesuai target audiens sementara sisanya terlalu out of date?" Bella memasukkan tasnya ke dalam loker. Bersandar sebentar untuk meladeni lawan bicaranya. "Baik, Bu. Nanti saya sampaikan ke tim terkait ya," ucapnya sopan. "Konten penggantinya mau dikirim malam ini juga?" Senyum ala budak korporatnya terlukis. Bella kembali berbicara dengan suara yang dibuat-dibuat riang. "Nggak bisa, Bu, kalau malam ini. Iya, Bu. Jam kerjanya udah habis nih hihi. Tapi besok saya pastikan bisa dikirim ke Ibu, ya."

"Siap, Bu." Bersamaan dengan panggilan yang diakhiri, senyum di bibir Bella pun lenyap. Gadis itu geleng-geleng kepala. "Hedeh, kebiasaan. Dikira gue nggak punya kehidupan lain apa nelepon jam segini."

Bekerja sebagai Account Executive membuatnya sering kali menghadapi beragam jenis klien. Mulai dari dari yang tau diri, tidak sabaran, sampai yang suka ngambek. Bella harus pintar bertindak seperti bunglon demi menyesuaikan diri dengan mereka.

Usai menyimpan ponselnya ke dalam tas, gadis itu pergi ke ruang gym. Di jam-jam sore menjelang malam begini, gym lebih ramai dikunjungi oleh orang-orang kantoran yang baru pulang kerja.

Bella melakukan perenggangan untuk melemaskan otot-ototnya. Mulai dari memutar kepala sampai lari tipis-tipis di atas treadmill. Harusnya kecepatan treadmill itu meningkat setiap berapa menit sekali tapi Bella justru memelankan laju. Dia melihat Hendrawan lagibersama Siska tentunya. Mereka berdua saling merangkul dan pergi ke arah loker.

Bella segera mematikan laju treadmillnya, diam-diam mengikuti dari belakang. Sekali ini, dia tidak boleh kehilangan jejak Hendrawan dan Siska. Mereka berdua harus tertanggap basa.

"Bella?" Panggilan dari Reska membuat Bella terkesiap. "Ngapain di si—"

"Ssttt, jangan berisik." Bella kontan membekap mulut cowok itu. Tinggi Reska berapa senti di atasnya tapi dia tidak mengalami kesulitan untuk mengajak cowok itu setengah berjongkok dan mengendap-ngendap. "Gue lagi mengintai orang. Mereka kayaknya selingkuh."

"Cowok lo?"

"Bukan, Hendrawan. Si youtuber itu loh," ucapnya memberitahu. Reska tidak mengerti apa hubungan Bella dengan perselingkuhan seorang yotuber. Bisa jadi gadis itu berniat menjual kasus ini ke akun gosip dan acara infotaiment. Tapi apapun itu, dia turut setia mengekor di belakang. "Gue udah ngintai mereka dari kemarin. Anjir, kok mereka ke sana sih? Sembunyi di mana nih kita?"

"Ke sini." Reska menariknya untuk bersembunyi di balik meja kayu yang sudah tidak terpakai. Melihat Hendrawan dan Siska berduaan di koridor panjang yang bermuara di gudang membuat pikiran Bella kemana-mana.

Dan dugaannya terbukti benar ketika selang berapa detik dari situ, Hendrawan dan Siska sudah saling melumat.

"Alah, dasar siamang! Sok-sokan ngelamar orang di Lombok taunya busuk." Bella mendengus kesal. Emosinya tau-tau tersulut. Untung dia ingat dengan tujuannya kemari. "Ah, kampret. Gue nggak bawa hape. Lo bawa nggak? Jangan sampe nih momennya hilang."

Agency [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang