"Ini mas-mas yang dari tadi kita tungguin?" Gia sudah bete berat gara-gara harus menunggu kehadiran Adam sampai satu jam. Makanya sewaktu cowok itu muncul dia tidak bisa menahan diri untuk bersikap sinis.
"Sori-sori, tadi ada urusan bentar. Gue kira kalian udah mulai duluan."
"Gimana bisa mulai kalau nggak ada moodboardnya," jutek Gia. "Yaudah, mana? Saya mau coba liat."
Pikir Adam, masalahnya akan selesai begitu dia menyerahkan moodboard yang sudah dia print. Tapi kerut di kening Gia seakan mengirim sinyal buruk padanya. Gadis itu mengangkat wajah, melayangkan tatap kesal seolah Adam baru saja membuat kesalahan besar. "Ini serius moodboardnya cuma diprint kayak gini? Cuma distaples aja? Nggak dibikin katalog?"
"Atau minimal dijilid deh. Ini saya nungguin selama satu jam cuma buat kertas ginian doang?" tambahnya.
"Mbak,"
"Kita kayak nggak dihargain loh, Sally."
"Mungkin Masnya nggak sempet kali, Mbak." Sally mencoba menangkan. Sebagai PA Gia yang sudah menemani gadis itu sejak awal meniti karir, Sally tau betul bagaimana tabiat Gia kalau lagi badmood.
"Masa gitu aja nggak sempet? Ini beneran deh kayaknya dia ngeremehin kita. Udah dateng telat, print moodboard juga cuma seadanya."
Ya, gimana ya? Kerjaan gue banyak cuy. Rasanya Adam mau bilang begitu, tapi atas dasar kesopanan, dia memilih untuk menahan diri.
"Bukan begitu, Gia." Melvin menyela. "Adam baru ikut photoshoot hari ini. Saya juga baru minta tolong dia bikin moodboardnya kemarin sore. Iya, emang kesannya kejar tayang banget. Tapi nggak sekalipun dari pihak kita bermaksud meremehkan kamu. Maaf ya kalau photoshoot hari ini banyak kekurangan. Next time, saya pastiin hal kayak gini nggak bakal terjadi lagi."
Melvin menyikut rusuk Adam agar cowok itu juga menyampaikan permintaan maafnya. Terpaksa Adam menurut. "Maaf ya, Mbak Gia."
"Gia aja."
"Hah?"
"Gia aja. Nggak usah pake Mbak. Kayaknya umur lo sama gue nggak beda jauh. Permintaan maafnya gue terima."
Adam mengangguk sambil menggaruk kepala. Aneh banget. Tadi galaknya kayak bulldog, sekarang jadi senjinak samoyed.
"Jadi kita bisa kan mulai photoshootnya sekarang? Atau kamu mau touch up dulu?" tawar Melvin.
"Nggak usah langsung aja."
"Oke. Yuk, guys kita mulai." Melvin memberi arahan pada teman-teman satu timnya. Ada Sagara yang siap bertugas dengan kameranya, Yaksa yang bertanggung jawab terhadap pencahayaan, dan Melvin yang sibuk mengatur jalannya proses pemotretan.
Adam sendiri memilih berdiri di dekat Juna, ikut memonitor hasil foto yang diambil Sagara lewat layar Macbook.
"Gimana? Seru kan jadi anak Production?" Juna meledek.
"Seru dari Hongkong. Cukup sekali ini aja gue ikutan kalian. Besok-besok jangan suruh gue ngurusin moodboard lagi."
"Lah, kenapa? Asik tau. Sering ketemu influencer. Kalau lagi beruntung bisa kerja bareng seleb."
"Asik apanya? Baru sekali aja gue udah kena semprot." Adam bergidik. Ngeri sendiri membayangkan kalau dirinya harus berhadapan dengan banyak orang seperti Gia.
Juna ketawa. "Gia tuh aslinya baik tau. Tadi pas baru dateng dia bawain anak-anak Kopi Kenangan. Lagi bete aja makanya dia kayak gitu sama lo. Lagian salah lo juga datengnya telat."
"Nyet, gue tadi ibadah dulu. Mana pas mau ke sini gue dicegat sama Julian."
"Bangke, gue nonton live lo tadi! Serius itu Naka—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Agency [END]
Ficción GeneralSabrina sama Naka itu musuh abadi, orang satu kantor juga tau seberapa parah mereka saling membenci. Tapi siapa yang menduga kalau di balik rasa benci itu, Sabrina justru jatuh hati pada Naka? Di hari terakhir Naka bekerja di Plan B, Sabrina tanpa p...