Act 30

18.6K 1.3K 73
                                    

Votenya jangan lupa ya sengkuuu 🥰🫶

*
*
*

Gia hanya meringkuk di kasur sejak pagi. Ponselnya menerima banyak notifikasi dari beragam media sosial yang dia punya. Keluarga dan orang-orang terdekatnya juga berusaha menghubungientah untuk menanyakan kabarnya atau hanya untuk menanyakan kebenarannya. Tapi tidak ada dari mereka yang dia tanggapi. Gia hanya membiarkan notifikasi itu membusuk di ponselnya. Setidaknya sampai pesan dari Adam muncul.

Membaca isinya membuat Gia mengerjap pelan. Dia belum makan apa-apa dan mungkin tidak akan ingat untuk mengisi perut kalau Adam tidak tiba-tiba membahas seblak. Random banget, tapi Gia membalas pesannya.

Dia menarik napas lantas turun dari kasurnya untuk mandi. Adam menghubunginya sekitar dua jam kemudian. Memberitahu kalau cowok itu sudah sampai di lobi apartemennya. Dengan sebuah masker yang menutupi setengah wajah, Gia bersama Timmy menjemput ke bawah.

Adam langsung sumringah saat melihatnya. "Si buntelan bulu ngapain ikut? Manja betul."

"Nggak mau ditinggal. Tadi sibuk garuk-garuk pintu pas pintunya mau gue tutup." Dia memperhatikan Adam yang sibuk menggelitiki kepala Timmy. Ada peluh di pelipis cowok itu yang bikin anak rambutnya lepek. "Abis dari mana?" tanya Gia. Mereka beriringan masuk ke dalam lift.

"Pasar. Beli bahan buat bikin seblak." Adam menunjukkan kantong kresek yang dibawanya pada Gia. Hatinya meringis dikit. Apartemen tempat tinggal Gia jauh lebih oke dari apartemennya. Pasti biaya sewa sebulannya nyaris menyentuh angka dua digit. Tau begini, Adam tidak akan datang dengan pakaian lusuh. Dia jadi mirip mamang-mamang tukang reparasi.

"Kenapa nggak beli aja? Tadi gue kira lo mau beli di mana gitu."

"Enakkan bikinan gue," ucapnya jumawa. Niatnya ingin berkelakar tapi Gia hanya menanggapinya dengan anggukan. Gadis itu bersandar di lift sembari memeluk Timmy di dalam gendongannya. Tatapannya kosong. Hanya raganya yang ada di sini.

Adam ingin melakukan sesuatu untuk menghibur tapi tidak tau apa. Pandangannya beradu tatapan dengan Timmy. Kerlingan kucing itu seakan memberinya sinyal. "Apa liat-liat? Mau gendong?"

"Hah?" Pertanyaan yang dia tujukan untuk Timmy malah direspon oleh Gia. Gadis itu tersadar dari lamunannya. "Barusan bilang apa?"

"Gue ngomong sama Timmy," sahut Adam. "Plis banget, Gia, jangan ngelamun. Gue takut lo kesambet terus tiba-tiba joget macem Badarawuhi."

Kepala Gia yang tadinya penuh oleh beragam pikiran mendadak kosong. Pipinya memanas lantaran malu. "Sembarangan! Memangnya kalo gue joget macem Badarawuhi kenapa?"

"Nanti gue bingung mau ikutan joget atau kabur," ringis Adam. "Tapi lebih takut lagi kalo lo minta sawer sih. Duit cash gue tinggal seribu nih. Masa lo gue sawer seribu?" Seakan ingin membuktikan ucapannya, Adam betulan mengeluarkan uang seribu rupiah dari kantong celana. "Gue nggak bohong tau. ATM jauh."

"YANG MINTA DISAWER JUGA SIAPA?!"

"Kan seandainya."

"Timmy, gigit dia!"

"Nggak ya. Orang Timmy udah bestie sama gue." Adam sengaja merunduk untuk menggelitik kepala Timmy di balik tubuh Gia. Kucing itu merem melek kesenangan. "Tuh, liat. Timmy lebih suka gue."

Agency [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang