Hibur aku dong ges sama notif kalian. Terserah deh mau vote atau komen. Aku lagi agak burn out semingguan ini. Butuh dihibur sama klean 🥹🫶
Happy reading!*
*"TVC Primrose udah jadi." Bang Tama membawa MacBooknya ke meja panjang yang biasa ditempati oleh anak-anak Pictures untuk bekerja. Naka tidak mengikuti proses syuting mereka jadi dia menggeser kursi kerjanya untuk melihat hasil yang sepertinya memuaskan.
"Bina mana?" Bang Tama mencari-cari. "Bina, sini, ide lo udah jadi tuh. Mau liat nggak?" panggilnya.
"Oke nggak?" Gadis itu mendekat, menumpukan kedua tangannya pada sandaran kursi yang diduduki Kasa. Ide asal cetusnya itu rampung juga.
"Kata gue sih oke banget." Bang Tama berucap bangga. Dia memutar video berdurasi tiga puluh detik itu. Mereka menonton dengan seksama.
Video bermula lewat pertemuan pertama yang terjadi di dalam lift. Kasa yang menontonnya melipat tangan. Video TVC mereka memiliki awalan yang baik tapi makin ke sini, dia makin terbayang pada sosok Ravel. Pada mata cowok itu, pada senyumnya, dan... pada perasaannya sendiri yang tiba-tiba berdebar. Ini buruk.
Kasa menggigit bibir. Seharusnya dia tidak perlu melakukan roleplay dengan Ravel. Sudah bagus cowok itu menghilang dari hidupnya.
"Gue setuju. Ini bagus!" Sabrina vokal memuji. Video tiga puluh detik itu berakhir. Naka turut setuju dengan menganggukkan kepalanya.
"Sesuai ekspektasi."
"Baguslah," sahut Kasa. Di antara semua orang yang merasa puas, hanya dia sendiri yang tidak terlalu amazed selain merasa lega. "Gue sempet takut hasilnya jelek."
"Kasa, you're doing great. Kalo nggak ada lo kemarin, belum tentu hasilnya sebagus ini. Ravel ngaku mereka kecolongan soal talent-nya," puji Bang Tama.
Naka mengalihkan tatap dari layar MacBook, "Emang talent-nya kenapa?"
"Kurang all out aja sih. Canggung di bagian tengah menuju akhir. Intimate-nya nggak dapet. Bisa dimengerti tapi nggak bisa diterima mentah-mentah juga," cerita Bang Tama. "Kata Irham—sutradara mereka, Kasa sama Ravel yang ngasih briefing ke talent-nya. Mereka berdua sampe bikin roleplay."
"Totalitas sekali ya, Kasalira. Tapi hasilnya bagus kok. Nothing to worry." Sabrina menepuk-nepuk pundak temannya seolah menyemangati.
"Oiya, diajakin Ravel ke Silver Crown nanti malem. Katanya sebagai permintaan maaf gara-gara talent mereka kurang oke. Dateng ya, dia yang open table katanya."
Oh, shit. Kasa yakin ini hanya permainan Ravel. Cowok itu tau bagaimana cara agar interaksi mereka tidak terputus begitu saja.
"Siapa aja?" Sabrina mengajukan tanya. "Gue diajak juga?"
"Semangat bener kalo udah denger Silver Crown," sindir Naka.
"Nanya doang. Kalo diajak mau ikut." Sabrina cengengesan. Tempat itu merupakan kelab malam langganannya bersama Kasa dan Adam. Tempat yang mereka jadikan semacam 'markas' nyaris setiap holy friday—kalo lagi berduit dan suntuk aja sih.
"Diajak. Pokoknya yang kemarin ngurusin Bliss."
"Kalo nggak hadir nggak apa-apa, kan?" tanya Kasa.
"Jangan dong, selagi bisa hadir ya hadir. Nggak enak sama Ravel. Sekalian jaga silaturahmi. Siapa tau nanti kita bakal kerjasama lagi sama dia."
Mana ada ceritanya jaga silaturahmi di kelab malam. Tapi Kasa mana mungkin menyerukan apa yang ada di dalam pikirannya sekarang.
"Jam berapa acaranya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Agency [END]
General FictionSabrina sama Naka itu musuh abadi, orang satu kantor juga tau seberapa parah mereka saling membenci. Tapi siapa yang menduga kalau di balik rasa benci itu, Sabrina justru jatuh hati pada Naka? Di hari terakhir Naka bekerja di Plan B, Sabrina tanpa p...