"Lo pacaran sama Ravelio?"
Sabrina pusing banget ditanyai seperti itu. Selain ekspresi wajah Naka yang berubah dingin, Sabrina juga menangkap nada tidak suka dalam intonasi suara cowok itu.
"Loh, baru tau?" Ravel menyeringai. Dia melirik Sabrina yang lagi memijit pelipis. "Kamu nggak pernah cerita-cerita sama orang kantor, ya?"
Apaan kamu-kamu?!
"Nggak penting juga diceritain," sahut Sabrina.
Loh, kenapa dia jadi mengikuti permainannya Ravel?
"Penting. Kasian tuh Naka, kayaknya dia syok."
"Masa gitu aja syok? Padahal tadi aku udah bilang ke dia mau nemuin kamu."
"Tanpa mention nama aku? Ya, wajar kalau dia syok." Ravel terkekeh. Tawanya ganteng. Tapi di mata Sabrina yang bucin tolol, masih gantengan Naka kemana-mana.
Cowok itu keluar dari mobilnya. Dari situ baru lah Sabrina menyadari kalau Si Ravelio ini betulan cerminan dari cowok sukses scbd.
Tubuhnya yang terbentuk dengan sangat baik dibalut oleh white polo shirt press body. Rambutnya tertata rapi. Kakinya jenjang. Rahangnya tegas. Dan oh—shit! Dia punya jam tangan Patek Philippe yang bikin Sabrina langsung menebak-nebak berapa pendapatan cowok itu dalam sebulan. Karena mau mengabdi jadi budak korporat seumur hidup pun, Sabrina yakin dia tidak akan mampu membelinya. Dan tentu saja, kita tidak boleh melupakan mobil Tesla yang dikendarai oleh cowok itu.
Kesimpulannya? Ravelio itu bau duit.
"Apa kabar?" Ravel menjulurkan kepalan tangannya yang hanya dibalas tatap oleh Naka. "It's been a long time, Nakala. Apa begitu cara memperlakukan 'teman' lama?"
Bukannya menanggapi, Naka malah melengos. Pandangannya serta merta tertuju ke Sabrina. "Lo serius pacaran sama dia?"
"Nggak boleh gitu dia pacaran sama gue?" Ravel menyela dengan sebelah alis yang terangkat.
Naka dan tingkahnya yang nampak posesif adalah sesuatu yang menarik bagi Ravel.
"Gue nggak ngomong sama lo."
"Oke." Ravel tutup mulut.
"Lo beneran pacaran sama dia?" Naka bertanya lagi. Dengan sedikit penekanan yang bikin Sabrina merasa seperti sedang berhadapan dengan ketua komdis paling galak seangkatan. "Sama Ravelio Easter? Yakin?"
"You can lower your voice." Ravel lagi-lagi menyela. "Dia cewek."
"Naka? Sabrina? Ngapain di situ—oh, udah ketemu sama Ravel?" Bang Tama menghampiri ketiganya. Secara otomatis melunturkan ketegangan yang ada. "Vel, kenalin nih anak buah gue. Naka, dia creative director. Sabrina copywriter."
"Kebetulan gue udah kenal semua, Bang."
"Nah, bagus kalau gitu. Lebih enak nanti kita bahas project-nya."
"Langsung naik aja nggak sih? Tim gue juga kayaknya udah nunggu di meeting room," ajak Ravel.
Dia menggiring tamu-tamunya menuju meeting room di lantai lima. Meski ketika mereka berada di dalam lift, Ravel sengaja berdiri di baris belakang. Tepat di samping Sabrina.
"Tumben hari ini rambutnya nggak terlalu wavy?" Ravel sedikit merunduk hingga dagunya menyentuh kepala Sabrina. Suaranya pelan, tapi masih cukup terdengar oleh telinga Naka yang ikut berdiri di belakang bersama mereka. "Kerjaan lagi banyak ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Agency [END]
Fiction généraleSabrina sama Naka itu musuh abadi, orang satu kantor juga tau seberapa parah mereka saling membenci. Tapi siapa yang menduga kalau di balik rasa benci itu, Sabrina justru jatuh hati pada Naka? Di hari terakhir Naka bekerja di Plan B, Sabrina tanpa p...