SATU

185 9 0
                                    

Jade meregangkan otot-ototnya setelah menyelesaikan satu tugas yang harus ia kumpulkan lima belas menit kedepan. Ia mengedarkan pandangannya menyusuri sepinya perpustakaan universitas pada jam lima sore hari ini. Hanya ada beberapa anak yang tersisa dan semuanya jelas sedang berkutat pada tugasnya masing-masing dengan raut wajah yang sangat dipahami oleh Jade. Lelah.

"Udah selesai?" Seorang perempuan bertato api di tulang selangka yang terlihat begitu jelas akibat atasan terbuka yang dipakainya itu. Ia menyodorkan segelas es teh manis yang selalu dicintai oleh sahabatnya itu, "manis, pakai gula larut."

Ya, gula larut. Jade selalu menyukai setiap minuman khususnya es teh manis dengan gula yang dilarutkan, bukan yang masih berbentuk kasar seperti gula pasir, "Thanks," senyum Jade merekah, menerima minuman yang dibawakan oleh sahabatnya yang bernama Kyla.

"Lo kebiasaan sih asli," Kyla menggelengkan kepalanya heran. Ia jelas tau bahwa Jade bukanlah orang bodoh, sahabatnya itu selalu meraih nilai sempurna sejak dibangku SMA, Jade hanyalah orang malas yang selalu menyelesaikan tugasnya dan memilih untuk mengerjakannya di hari yang sama. Katanya, hormon adrenalin yang dihasilkan membuat Jade bahagia, walau sesaat.

Jade tertawa, "That is the only thing that made me happy," ia meneguk habis es teh manis yang diberikan oleh Kyla tadi.

"Dasar orang aneh," ledek Kyla, "fetish lo aneh tau nggak?"

"Duh, dari pada ngebuat tato kayak lo dan booking table setiap malam minggu, mendingan gue kerjain tugas dengan waktu yang mepet kayak gini kan?"

"Sial, gue langsung speechless," ujat Kyla yang mengundang tawa dari sahabatnya itu. Jujur saja, kebahagiaan orang-orang memang berbeda. Kyla bukan tipe perempuan yang sempurna dan feminim, ia menyukai kebebasan dan rasa alkohol yang berbeda-beda setiap minggunya, meskipun jagoannya tetap Devil Springs Vodka dengan 80% alkohol yang dicampurkan dengan ginger ale atau cocktail. "Sabtu ini ikut nggak? Rencananya ada beberapa anak kelas A yang bakalan ikut."

"Nggak, gue mau ke Labrinth aja," jawab Jade, ia memang jarang ikut dalam aktivitas mingguannya Kyla di Holy Club. Biasanya ia akan ke Labrinth untuk mengenang masa lalunya, lalu ketika ada panggilan masuk entah dari Kyla ataupun nomor salah satu teman Kyla yang ada disana, Jade baru menghampiri sahabatnya yang sudah setengah sadar itu dan membawanya pulang.

"Nggak seru," sinis Kyla, ia melemparkan tatapan tajamnya setelah itu, "lo beneran nggak mau ikut? Lo denger kan tadi gue bilang kalau kelas A bakalan ada yang ikut?"

"Dan?"

"Dan? Lo barusan bilang dan?" Mata Kyla membelalak kaget.

"Iya, emangnya kenapa kalau kelas A datang ke Holy Club. Bukannya emang udah biasa ya kalau anak-anak kampus kita itu pada ke Holy Club? Lebih dekat dan dapat diskon 15% juga kan kalau datang setiap malam minggu?"

"Oh shit, ini lo beneran nggak tau atau pura-pura nggak tau sih?"

"Maksudnya?"

"Kelas A, kelas yang mostly anak-anak tajir melintir dan tampangnya paling oke di kampus. Lo nggak tau?"

"Nggak."

"Wah! Lo gila sih asli! Lo gila banget," Kyla menggelengkan kepalanya berkali-kali, ia tidak menyangka kalau sahabatnya itu tidak tau fakta mengenai kelas A yang sebetulnya sudah diketahui oleh semua umat di Universitas Pelita Kasih. "Lo kebanyakan galauin cowok yang udah meninggal padahal seharusnya lo fokus sama yang masih hidup tau."

"Ian belum meninggal."

"Bagi gue ketika dia ninggalin lo buat ke Sydney, dia udah meninggal. Ketika dia nggak kasih lo kabar dan secara egois milih untuk stay disana demi Gia, he is dead to me," Kyla berkata dengan perasaan yang menggebu-gebu, "Jade, open your eyes! Lo sama sekali nggak cape buat mikirin cowok brengsek kayak dia?"

"Ky,"

"I know it is not my place to say so, tapi please lah sadar, Jade. Udah dua tahun dia nggak ada kabar dan hubungan lo sama dia? Dia tinggalin gitu aja dan selfishly cuman chat kalau mau stay di Sydney dan jalanin hidup bareng Gia? Itu cowok yang selalu lo banggain dan kangenin?" Wajah Kyla memerah, emosinya begitu meluap saat ini, "cowok kayak Ian sama sekali nggak pantas buat ditangisin, Jade. Cowok kayak dia nggak pantas buat dapatin lo, cewek yang dekat dengan kata sempurna. Know your worth, Jade. Know your worth," ucapnya sekali lagi.

"He is not worth it. Air mata tangisan lo, cinta lo, dia sama sekali nggak pantas buat itu."

TAKE A CHANCE WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang