EMPAT

62 7 0
                                    

Hari ini adalah hari dimana beberapa perwakilan dari setiap program studi Universitas Pelita Kasih akan dikirim untuk mengikuti pelatihan dan workshop yang ada di Surabaya selama tiga malam. Jade mendorong koper kecil miliknya yang biasanya ia gunakan ketika mengikuti acara-acara seperti ini dengan perasaan bahagia. Ia berjanji pada dirinya untuk menikmati pelatihan ke luar kota kali ini dan melarang dirinya untuk memecah fokusnya dengan memikirkan Ian karena selain moodnya yang akan berantakan, ia juga harus menjaga sikap agar kepala program studinya tidak menyesal telah memilih mahasiswa semester dua untuk mengikuti pelatihan yang biasanya diikuti oleh mahasiswa tingkat atas.

"Seneng banget kayaknya hari ini," ujar Samanta, salah satu perwakilan program studi fashion desain yang belum tidur selama tiga malam karena tugas ujian tengah semesternya itu. Rambutnya ia biarkan teurai berantakan tidak terurus dan tidak lupa mata pandanya yang jelas menghitam.

"Lo belum tidur, Sam?" tanya Jade. Ia sudah sempat bertemu dengan Samanta di beberapa acara perwakilan dan biasanya memang setiap program studi memiliki mahasiswa-mahasiswa unggulan yang seringkali dipilih melalui jalur khusus untuk mengikuti acara undangan eksternal.

"Biasa, tugas numpuk dan kopi yang sama sekali nggak menjalankan tugasnya dengan baik," jawab Samanta.

"You should try kopi yang ada di Labrinth. They are the best coffee in town," Jade memberitahu rahasia yang jarang sekali diketahui oleh mahasiswa Universitasnya itu.

Sembari berjalan menuju lobi Universitas Pelita Kasih, tempat yang menjadi titik temu bagi para mahasiswa yang berpartisipasi, Samanta berkata, "Oh ya? Labrinth ya? I think I've heard about them before tapi lupa dari siapa."

"Kafenya nggak jauh dari kampus makanya lo sering denger," Jade menjawabnya, "tapi jarang banget ada yang tau tentang kopi khas mereka yang bisa bikin melek semalaman bahkan sampai besok paginya lagi." Jade tentu saja tau mengenal semua minuman dan makanan yang ada di cafe favoritnya itu.

"Ah, I see," Samanta menganggukan kepalanya pelan.

Sesampainya di lobi, bis kecil yang muat sekitar 17-20 orang sudah menunggu dan beberapa dari penumpangnya sudah masuk ke dalam bis. Jade mengerutkan keningnya heran ketika matanya menangkap koper-koper bawaan para mahasiswa lainnya sudah tersusun dengan rapi di bagasi bis yang saat ini masih terbuka. Ia mengangkat tangan kirinya dan melihat jam tangannya itu. Pantas saja, Jade dan Samanta sudah telat sekitar 10 menit dari jam yang seharusnya.

"We are late, Jade," Samanta dengan nada suara yang sedikit terdengar panik, mulai mengangkat kopernya dan memasukannya ke bagasi.

"Biarin aja, belum jalan ini bisnya. Gue yakin masih ada mahasiswa lainnya yang juga telat," jawab Jade santai, ia tidak begitu peduli, berbeda dengan kakak tingkatnya itu.

Ketika Jade mendapati gilirannya untuk menaruh koper miliknya ke dalam bagasi, seseorang dari arah belakang tiba-tiba mengambil alih dan membantunya. "E-eh?" Jade terbata-bata dan menengok ke arah sosok orang tersebut. Dirinya mendapati laki-laki yang ia lihat kemarin sedang bermain basket dengan teman-temannya, sosok laki-laki yang membuat perhatiannya teralihkan.

"Thanks," Jade berkata dengan spontan saat koper miliknya sudah bersama dengan koper lainnya. Cowok bermata kecokelatan itu pun hanya menganggukan kepalanya dan melangkahkan kakinya menuju ke dalam bis.

"Oh my god, Jade!" Samanta menutup mulutnya sendiri dengan kedua tangannya tidak percaya akan momen yang ia lihat barusan. Seorang Maverick mau membantu perempuan? Perempuan, sekali lagi. Sangatlah langka!

Jade mengerutkan dahinya bingung.

"Maverick bantuin lo! Barusan Maverick bantuin angkat koper lo buat dimasukin ke dalam bis!" seru Samanta, lebih tepatnya histeris.

"Maverick?"

"Cowok tadi, Jade! Haduh," Samanta menepuk keningnya, "lo nggak tau siapa Maverick tapi bisa dibantuin sama dia tadi?"

"Iya, bantuin mah bantuin aja kali, Sam," ujar Jade santai, "mending kita buruan naik sebelum ditinggal."

"Iya, tapi gue masih syok sama kejadian tadi!"

"Santai aja kali, Sam. Nggak ada yang perlu diheboh-hebohin," ujar Jade, padahal dalam hatinya berbanding terbalik dengan apa yang ia ucapkan. Bagaimana bisa seseorang yang kemarin baru saja ia lihat dan cocokan dengan Ian, malah berinteraksi dengannya pada hari ini?! Gila.

"Nggak perlu diheboh-hebohin?" Samanta bertanya dengan nada dramatisnya itu, "nggak bisa! Ini kejadian langka, Jade, kejadian langka! Hal yang baru aja terjadi sama lo itu ibaratnya kayak matahari secara dadakan terbit di selatan, aneh kan? Artinya apa? Dunia mau kiamat."

"Ya, pasti kiamat lah. Mana ada matahari terbit dari selatan," Jade menjawab dan berdecak, ia sembari menenangkan dirinya dalam hati agar tetap terkesan santai dan rileks saat ini di depan Samanta. Padahal dalam hatinya? Ia sedikit senang dan gugup karena dibantu oleh orang yang begitu mengingatkannya dengan Ian, seakan alam semesta sedang mengobati rasa sakitnya dengan menghadirkan seseorang yang begitu mirip dengan sifat dan kepribadian yang dimiliki oleh Ian.

"Jade, come on," Samanta mendesah, ia sudah menduduki bangku bagian tengah bersamaan dengan Jade yang mengambil posisi samping Samanta dengan dua bangku yang ditaruh jaket hitam miliknya agar tidak ada yang duduk disana.

"Oh, please, nggak perlu ada yang diheboh-hebohin. Udah ya," Jade menyudahi. Ia membetulkan kemeja lengan pendeknya yang berwarna biru tua. "Sam, mendingan lo tidur deh. Gue denger sih kita perjalanan dari kampus ke Surabaya itu sekitar lima belas jam. Jadi, dari pada lo mikirin hal aneh antara gue sama cowok yang lo sebut namanya Maverick itu, lebih baik lo tidur buat ngisi tenaga."

"Fine!" Samanta mendengus seperti anak kecil yang belum dibelikan mainannya. Sungguh, ia benar-benar penasaran dan ingin tau lebih banyak lagi. Namun, apa yang dikatakan Jade ada benarnya, lebih baik ia tidur untuk menghemat tenaga karena ia sangat yakin kegiatan di Surabaya nanti akan sangat padat.

Saat Jade sudah mengambil posisi duduknya di pinggir jendela dan Samanta yang sudah menggunakan penutup mata dan earphone miliknya itu, si cowok dengan mata cokelat yang sempat membantu Jade itu berjalan lurus ke depan bis.

"Teman-teman, perkenalkan saya Maverick dari jurusan kedokteran. Untuk kesempatan kali ini, Pak Bagas nitip kalian ke saya dan membiarkan saya untuk mengkoordinasi acara pelatihan di Surabaya nanti termasuk dengan kepergian dan kepulangan yang ada," ujar Maverick, suaranya yang begitu gagah, tegas dan mendominasi pun membuat semua orang takjub disana. Khususnya kaum perempuan yang sedari tadi pun masih bersantai-santai ria pun menengok ke arah Maverick.

Maverick melanjutkan, "Perjalanan akan makan waktu sekitar lima belas jam dan kita akan berhenti di beberapa tempat perhentian. Bagi kalian yang ikut dalam acara ini akan dimasukan ke dalam grup sama Asher dan Harry biar lebih gampang komunikasinya. Selain itu, gue udah bagi kalian ke dalam kelompok yang digunakan selama acara di Surabaya."

"Nama-nama kelompok udah gue kirim ke grup ya, Mave," seru Asher dari belakang, tidak lupa dengan kedipan matanya pada Maverick.

Melihat itu, Maverick memutar bola matanya jengah, "You heard the man."

Ketika semua orang sedang sibuk mencari nama mereka masing-masing, Maverick berjalan menuju bangku perempuan yang sudah berada di pikirannya semalaman, "Lo sekelompok sama gue," tangan Maverick masuk ke dalam kantung hoodie hitam yang ia gunakan, "Jade Hamilton kan? Salam kenal and I hope we could be friends," ia menyodorkan satu kantung berisikan mochi cokelat kesukaannya.

Shit. Hanya satu kata itu yang terlintas di benak Jade saat ini ketika senyuman manis dari Mave merekah dengan sangat lebar. Tuhan, tolong selamatkanlah Jade dari cobaan yang sangat berat ini. Jade berdeham dan membuang pikirannya mengenai Ian, tidak, bukan karena perasaannya hilang begitu saja ketika ada laki-laki lain. Hanya ... Jade begitu sesak ketika nama Ian muncul dipikirannya, apalagi ketika harapannya itu terucap kembali sedangkan ia harus bisa mengontrol dirinya sendiri dihadapan Maverick.

TAKE A CHANCE WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang