EMPAT PULUH TIGA

18 4 0
                                    

Malam harinya di rumah sakit, "Gue mau es teh manis pakai gula larut!" seru Jade yang sudah lumayan tidak begitu lemas, namun tetap dalam pantauan dokter karena kasusnya yang begitu langka, jarang ada orang yang bangun dari koma dalam waktu yang tidak lama. Mungkin karena hanya pengaruh obat tidur? Ah, biarkan Dokter Agus yang akan meneliti lebih jauh mengenai itu.

Saat ini, Kyla, Asher, dan Harry sudah berada di rumah sakit tepatnya di kamar Jade. Sedangkan Mave? Pria itu memilih untuk tidur dan membiarkan ketiga orang itu untuk menemani Jade yang begitu rewel karena meminta makanan dan minuman yang sama sekali dilarang oleh Dokter Agus. Mave meregangkan tubuhnya dan mengambil posisi tidurnya di sofa kecil yang ia benci itu.

"Nggak boleh, Jade. Lo bandel banget sih jadi orang," Kyla berdecak sebal, menoyor kepala sahabatnya dengan pelan.

"Aw! Sakit tau!" Jade dengan dramatis berkata.

"Liat noh pangeran lo yang belum tidur selama dua malam," Harry tertawa pelan sembari menunjuk Mave yang sudah mendengkur halus di posisi tidur yang sangat ia benci itu karena seluruh badannya akan pegal ketika ia bangun. "You know what, pangeran lo itu benar-benar kena insomnia akut sih karena jagain lo. Coba tebak menurut lo dia bisa tidur pas jam berapa?" tanya Harry pada pasien rumah sakit yang baru saja mengalami koma yang wajahnya masih pucat meskipun semangatnya seperti kembali, atau lebih tepatnya berpura-pura untuk kembali seperti semula?

"Jam dua belas malam? Nggak tau sih," Jade mengangkat kedua bahunya.

"Jam setengah empat pagi, Jade. Mave baru akan tidur ketika seluruh manusia di muka bumi ini sedang mencoba untuk mengumpulkan semangatnya untuk bangun pagi," Harry terkekeh, ia pernah memergoki sahabatnya itu yang sedang menunggu perempuan yang dicintainya itu untuk bangun. Ah, kenapa Harry bisa datang pagi seperti itu? Karena Mave memintanya untuk membawakan bantal dan selimut.

"By the way, I want to talk about the pills, Jade," Kyla membuka suaranya, ia jujur saja sudah menahannya sejak tadi untuk tidak membahas mengenai persoalaan itu, tapi sepertinya tidak bisa. Ia begitu membenci dirinya karena telah menghancurkan suasana saat ini, melihat dari reaksi semua orang yang langsung terdiam dan memperhatikannya dengan pandangan yang berbeda-beda.

"Can we not talk about that, Ky?" Jade meringis, ia tidak mau membicarakan mengenai kebodohannya itu.

"Nggak," tegas Kyla.

"Kita akan keluar setelah bangunin Mave, Ky," Asher berinisiatif, ia tidak mau kehadirannya dan teman-temannya itu menganggu pembicaraan kedua perempuan tersebut. Jujur saja, ia sadar kalau Kyla membicarakan hal terakhir yang ingin dipikirkan oleh Jade ketika perempuan itu baru saja bangun adalah kesalahan, namun sepertinya mereka berdua membutuhkan perbincangan itu.

"Kalian nggak perlu keluar karena gue dan Kyla nggak akan membicarakan ini," Jade menggelengkan kepalanya dengan tegas, ia menolak. Ia berpikir kalau membicarakan kebodohannya hanya akan membawanya ke hal kebodohan lainnya yang begitu ingin ia hindari saat ini karena ... pada akhirnya ia akan kembali menjadi Jade yang hancur dan rapuh.

Harry yang tidak menggubris apa yang dikatakan oleh Jade pun tetap membangunkan pria yang masih tertidur dengan pulas itu, "Mave, you need to sleep outside. They want to have a private talk."

Mave yang memiliki reflek bangun yang cepat pun langsung membuka matanya. Reflek tersebut ia dapatkan ketika tiga malam berada di kamar yang sama dengan Jade dan berjaga-jaga karena ia takut akan ada hal buruk lainnya yang terjadi pada perempuan itu. Mave menguap, menatap Kyla dan Jade yang begitu tegang secara bergantian, "Ada apa?" ia mengernyitkan dahinya heran. Terakhir kalinya sebelum ia tertidur, ia mendapati ekspresi bahagia dari semua orang, kenapa tiba-tiba suasananya berubah menjadi banyak awan kegelapan seperti ini?

Tanpa menjelaskan apapun, Harry menarik Mave keluar yang disusul dengan Asher sehingga meninggalkan Kyla dan Jade di dalam kamar rumah sakit. "I don't want to talk about this, Ky."

"Fine, kalau lo nggak mau ngomong mengenai ini, biarin gue yang ngomong, Jade."

"What do you mean? Conversation goes both ways, Ky."

Kyla nampak tidak peduli dengan pernyataan yang dikatakan oleh Jade, karena ia akan menyampaikan hal yang lebih penting terlebih dahulu. Hal yang sudah ia renungkan dalam beberapa hari ini. "Gue harap kedepannya nggak akan ada sleeping pills lagi di hidup lo, Jade," ia menahan nafasnya, "because I don't want to lose you, Jade. Melihat lo nggak berdaya kayak kemarin ... gue nggak bisa."

Hembusan nafas yang sama diberikan oleh Jade.

"Ky," panggil Jade dengan suaranya yang begitu lelah, ia tidak mau mendebat sahabatnya namun ia tidak mau membahas apapun untuk sekarang.

"No, I don't think you understand how scared I am of losing you, Jade."

"Ky, I am here. No?"

"You are my person, Jade. If anything goes wrong with you, lo kira gue akan bisa maafin diri gue sendiri?"

Jade terdiam, menatap Kyla yang menahan air matanya, namun sepertinya tidak begitu berhasil.

"Kenapa harus sleeping pills sih, Jade? Lo punya gue, lo punya Mave, lo punya semua hal dan orang yang bisa buat lo bahagia. Gue memang nggak pernah ada di posisi lo, tapi gue paham kalau Ian adalah salah satu orang berharga buat lo selama ini dan lo berhak untuk patah hati, gue sama sekali nggak masalah."

"No, you don't understand anything, Ky. Lo nggak ngerti seberapa hancur gue ketika Ian tidak memperjuangkan gue lagi dan membiarkan semuanya hancur, bahkan tragisnya sejak dua tahun lalu, Ky. Sejak dua tahun lalu dia udah menyerah dengan hubungan ini dan akhirnya diperjelas kembali lagi sama dia mengenai hal itu. Jadi, lo sama sekali nggak bisa bayangin seberapa hancurnya gue. Dan, sleeping pills? Cuman obat itu yang bisa membuat gue lupa akan semua memori mengenai Ian dengan tidur. Konon, ada yang bilang ke gue kalau forever was a word meant for memories, not people. Semuanya benar dan terbukti."

"Biarin gue selesaiin apa yang mau gue katakan, Jade. Lo juga bilang kalau lo nggak mau pembicaraan ini kan? Then, let me have the stage to address this issue, Jade," ia bukan tidak mau menanggapi Jade, hanya saja ia merasa kalau Jade harus mengerti apa maksud perkataannya, "gue ngomong kayak gini bukan berarti gue nggak peduli dengan masalah dan alasan lo minum obat tidur, Jade. Gue cuman mau lo nggak membahayakan diri lo sendiri terlepas apapun masalahnya.

"Lo tau apa yang dapat terjadi kalau aja Mave nggak menemukan lo di kamar? Telat sepuluh menit aja, lo bisa nggak bangun saat ini, Jade. Lo bisa aja meninggal," seluruh air matanya yang sudah ia simpan pun sudah tidak dapat tertahan kembali, "kalau lo meninggal, gue sama siapa, Jade? Keluarga lo? Semua orang yang lo tinggalin? Lo kira kita sanggup kehilangan lo, Jade?" Kyla melanjutkan.

Jade tidak berbicara apapun, namun satu hal yang pasti adalah hatinya begitu sakit mendengar apa yang dikatakan oleh Kyla. Ia belum memikirkan hal yang sejauh itu. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri ketika mengonsumsi obat tidur secara berlebihan itu. Ia ... salah. Untuk keentah berapa kalinya, Jade telah melakukan kesalahan yang fatal.

"We don't want to lose you, Jade," kemudian Kyla membenarkan kalimatnya sembari menangis sesunggukan, ia memutuskan untuk tidak menahan apapun lagi sekarang, "I don't want to lose you, ever."

"Kyla," Jade membawa sahabatnya itu ke dalam pelukan hangatnya, membiarkan perempuan itu menangis dibahunya seperti biasanya, "maaf, gue tau gue salah," ia mengusap punggung Kyla untuk menenangkan, namun yang terjadi malah sebaliknya. Tangisan Kyla semakin keras, bahkan sampai terdengar sampai di luar kamar.

"P-please, Jade, you can use us to be your sleeping pills," Kyla berbicara dengan terbata-bata, mengatur nafasnya yang tidak beraturan akibat menangis, "gue, Mave, Asher dan Harry, semuanya siap untuk menemani lo sampai lo lupa kalau lo punya masalah dan juga kita bisa terus ada disamping lo sampai lo bisa tidur dan siap untuk melanjutkan serte menyelesaikan semuanya. You don't need anything else, Jade."

"I know," Jade menganggukan kepalanya, masih dalam posisi berpelukan, ia berkata, "I am sorry, Ky."

"I never want to lose you."

TAKE A CHANCE WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang