DUA PULUH DUA

19 3 0
                                    

Sudah satu minggu tepatnya setelah semua mahasiswa dipulangkan dari Surabaya dengan hasil akhir yaitu amukan amarah dari para dosen pembimbing dan rektorat karena telah mencoreng nama baik universitas. Bahkan, parahnya mereka juga harus menanggung hukuman dengan membuat lima jurnal karya ilmiah yang akan dipublish dalam laman berbasis internasional. Untungnya karena ada enam belas mahasiswa yang ikut dalam perjalanan Surabaya, Mave dapat membagi lima kelompok sehingga pengerjaan jurnalnya akan jauh lebih efektif dan efisien dalam segala aspek.

"Tinggal apalagi sekarang?" Jade yang memilih untuk satu kelompok dengan Mave pun bertanya pada pria yang sedang melepaskan kacamata bacanya itu.

"Metodologi penelitian setelah itu kita harus cari cara biar bisa dapatin hasil penelitiannya itu dalam dua hari karena deadline kita udah mepet banget," Mave menghela nafasnya lelah. Sudah semalaman ia belum tidur dan mengkonsumsi empat gelas kopi yang dibuatkan oleh Jade.

"Bahrul! Lo malah tidur ya! Parah banget sih!" seru Harry yang baru saja berlari masuk ke dalam perpustakaan, tempat kelompok Mave mengerjakan tugas mereka. Begitu ia sampai di sofa hitam besar di tengah meja Jade, Harry langsung saja melempar bantal kosong disana keatas perut Asher yang lumayan menimbulkan bunyi. "Bukannya bantuin Mave sama Jade! Lo malah enak-enakan tidur?!" serunya.

Jade tertawa dengan kencang ketika Asher yang baru saja bangun dari tidurnya dan terburu-buru membuka matanya sehingga mata kanannya ada yang belum sempurna terbuka, "Bodoh!" tawanya semakin kencang ketika raut wajah Asher benar-benar berbeda dengan yang biasanya pria itu tunjukkan kepada gadis-gadis mangsanya.

"Sialan!" umpat Asher, ketika nyawanya sudah kembali, ia dengan segera bangkit berdiri dan menonjok lengan kiri Harry.

Di saat orang-orang sedang sibuk tertawa dan membalaskan dendam keusilannya masing-masing, Mave melirik jam tangan yang melingkar dipergelangan kirinya dan menghitung waktu yang dapat ia gunakan untuk tidur sebelum ia pergi ke kelas anatomi yang akan dibawakan oleh guest lecturer dari University of Oxford, Inggris. "Gue bakalan tidur selama dua puluh menit, nanti tolong bangunin gue ya," ia buru-buru bangun dan mendorong paksa Asher yang berdiri di depan sofa perpustakaan.

"Sial! Lo pasti mau tidur biar bisa fokus di kelas kan?" Asher yang berada di kelas yang sama dengan Mave pun baru sadar. "Gue juga mau tidur, Babi!"

"Terserah," Mave menutup matanya dengan segera begitu badannya sudah berbaring di sofa. Sebelum ia benar-benar tertidur, ia menyempatkan diri untuk bertanya pada Jade, "lo ada kelas hari ini?"

"Nggak," jawab Jade.

"Jam satu siang kita lunch bareng ya," kata Mave.

"Okay," Jade menyetujuinya tanpa perlu berpikir. Ia kemudian melanjutkan bagian yang sedang ia revisi dari hasil yang sudah dikerjakan oleh Mave dan Asher sejak kemarin sore.

"Gue bawain minuman favorit lo, Jade," Harry berjalan menghampiri meja Jade dan meletakan plastik hitam yang berisikan tiga gelas minuman yang berbeda. Ada americano milik Mave, latte milik Asher dan terakhir adalah es teh dengan gula cair yang sudah menjadi rahasia umum bagi semua orang.

Jade tersenyum lebar, "Thanks! You're literally the best," ia menengak es teh dengan gula cair yang kemudian menjadi salah satu alasan energinya kembali pulih dan siap untuk menerjang apapun yang harus ia baca di laptopnya.

Lima menit kemudian, Harry sudah dalam posisi duduk dan berada disamping Jade dengan layar laptop milik Mave yang saat ini sudah tidur dan berlari ke alam mimpi. "Yang mana yang harus gue bantu?" tanyanya pada Jade.

"Gue butuh lo revisi kalimat di tujuan penelitian dan pembahasan soal metode penelitian yang kita pakai, termasuk indikator dan variabelnya karena kemarin sore Asher baru taruh sedikit banget penjelasan soal itu," ujarnya pada Harry.

"Aye aye captain!" Harry memberi salam hormat dengan tangannya pada Jade.

"Malam ini lo ke Holy Club, Bro?"Asher bertanya.

"Kalau Mave pergi ya gue juga pergi," Harry menjawab.

Asher yang sudah mengenal sahabatnya itu langsung saja berdecak, "Tinggal bilang nggak mau pergi aja kok susah sampai harus bawa-bawa Mave," ia sebal.

"Kenapa emangnya?" Jade belum memahami maksud perkataan Asher.

"Kalau si monyet ini," Asher menunjuk Harry dengan telunjuknya dan melanjutkan, "udah bawa nama Mave ya udah pasti nggak ikut karena Mave paling anti sama yang namanya klub malam. He has never been there, ever."

Mendengar penjelasan dari Asher membuat Jade hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia tidak pernah tahu mengenai kehidupan malam Mave, yang Jade tau hanyalah kegiatan rutinitas pagi hari yang selalu dilakukan oleh pria itu. Ada suatu pagi dimana Mave menelpon Jade sebelum berangkat ke sekolah dan berkata bahwa dirinya selalu masak sarapan meskipun hanya makanan sederhana. Dari situlah kebiasaan Mave untuk menelpon Jade ketika ia beraktivitas muncul.

"I like talking to you and share about my daily routines as well," Mave pernah berkata dibalik layar ponselnya, sembari memotong bawang putih yang akan ia campurkan dengan bahan makanannya yang lain.

Kalau kalian yang menjadi Jade bagaimana?

Menjerit? Tertawa? Menangis? Jade sama sekali bingung harus bereaksi apa tapi yang pasti ia sedang mendengar itu. Namun, kalau dipikir-pikir kembali, apakah ia akan terlihat seperti perempuan jahat? Saat ini ... yang dilakukan dirinya dan Mave ... apakah bisa disebut dengan perselingkuhan?

Perselingkuhan dibalik tameng berpura-pura untuk bahagia?

Apa itu boleh?

Apa itu akan membuat Ian kecewa padanyaa?

TAKE A CHANCE WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang