SEMBILAN BELAS

28 2 0
                                    

Surabaya terkenal dengan sebutan kota pahlawan dan memiliki banyak sekali tempat-tempat kuliner yang dapat dikunjungi. Maka dari itu, Jade dan Mave memutuskan untuk menyewa kendaraan pribadi agar dapat memudahkan mereka untuk berkeliling dan menikmati hari ini. Destinasi pertama mereka adalah bebek goreng sinjay yang terletak tidak jauh dari hotel mereka.

"Lo udah pernah ke Surabaya?" Jade bertanya sembari memasang google maps di ponsel Mave karena ponsel miliknya akan digunakan sebagai dj berjalan yang akan menemani mereka selama perjalanan.

Mave menoleh ke arah kursi penumpang, "Belum."

"Ah, I see," Jade mengangguk.

"Acnya udah pas belum? Mau dikecilin atau digedein mungkin?" Mave bertanya dengan posisi tangannya yang sudah bersiap ditombol pengatur ac mobil.

"Nggak usah, udah aman kok," Jade menjawab. Baru pertama kali disejarah hidupnya ada yang menanyakan hal simple namun membuatnya merasa sangat diperhatikan. "No worries," sambungnya.

"Okay, jadi kita ke arah mana sekarang?" Mave bertanya, namun sedetik kemudian ia mengubahnya dengan, "eh, by the way, kalau mau taruh hp gue juga nggak apa-apa ya. Lo bisa taruh disini," ia menunjuk phone holder yang tertempel di mobil. "Lo nggak punya kewajiban apapun untuk bacain google maps buat gue kok."

Jade tersentak mendengarnya. Perkataannya hampir mirip dengan yang biasanya dikatakan oleh Ian padanya ketika mereka sedang berkendara. Ini sudah tidak benar. Sudah beberapa kali ia merasa dejavu ketika bersama dengan Mave, apa diantara mereka ada kaitan hubungan yang ia ketahui? "Lo punya adik atau kakak?" tanya Jade.

"Ya?" Mave mengerutkan dahinya heran, "random banget?" Ia sedikit terkejut dengan perubahan topik pembicaraan mereka.

"Lo punya adik atau kakak?" tanya Jade sekali lagi tanpa menggubris apa yang ditanyakan oleh Mave.

"No, gue nggak punya adik atau kakak. Kenapa?"

Tidak ada. Tidak ada hubungan apapun yang dapat ia kaitkan antara Mave dan Ian. Apakah ia termasuk orang yang brengsek kalau berharap adanya kaitan diantara mereka berdua dan Tuhan dengan sengaja mempertemukannya dengan Mave agar dapat bertemu kembali dengan Ian? Jade menetralkan ekspresi wajahnya dan dengan tenang ia berkata, "Nggak apa-apa. I just felt like I know you already," ia tidak berbohong bukan?

"Really? Gue juga ngerasa kayak gitu!" seru Mave dengan penuh antusiasme. "Mungkin kita emang ditakdirin ketemu ya nggak sih?" kekehnya.

"Maybe?" Jade ikut tertawa, ia berhasil mengatasi kecanggungannya.

Lima belas menit kemudian, mereka berdua telah sampai disebuah rumah makan yang sudah sangat ramai dipenuhi mayoritas oleh turis dari negara lain. Ketika Mave dan Jade berjalan menuju ke salah satu pelayan resto, mereka dihentikkan oleh pasangan bule yang sepertinya sedang kesusahan, dapat dilihat dari raut wajahnya yang penuh dengan kerutan.

"Help! Help!" seru wanita dengan rambut pirang yang dikepang satu itu.

"Yeah?" Mave berkata dengan bingung, ia memperhatikan wanita rambut pirang tadi dan pasangannya yang terlihat baik-baik saja, tidak ada luka. Jadi, apa yang harus ia bantu?

"My kids! My kids!" seru wanita itu sekali lagi. Ia kemudian menunjuk kedua anak laki-laki yang berpakaian kembar sedang tergeletak di lantai teras depan resto.

Mave dan Jade membulatkan matanya bersamaan. Dengan langkah sigapnya, Mave berlari dan menghampiri kedua anak kecil itu dan mulai mengecek nadi dan segala hal yang seharusnya ia cek sebagai mahasiswa kedokteran. "Denyut nadinya rendah," ia nampak cemas.

"Kunci mobil. Kasih kunci mobil lo ke gue," ujar Jade.

Tanpa bertanya dan mengatakan hal lainnya, Mave mengoper kunci mobil yang ada dikantungnya dan memberikannya pada Jade yang langsung berlari ketika kunci sudah ditangannya. Mave kemudian mengarahkan pandangannya pada pasangan muda tadi, "Did they eat anything? Any allergies? Tell me about what happened here!" ia betul-betul merasa clueless, tidak tau tindakan apa yang harus dilakukan.

"I don't know," Wanita pirang itu menggelengkan kepalanya panik, ia kemudian menolehkan kepalanya pada suaminya, "they eat peanuts earlier, no?"

"Yeah!" Sang pria paruh baya yang diduga sebagai suami dari wanita pirang itu pun berseru.

"They must be allergies to peanut then," Mave kini tau penyebab dari pingsannya kedua anak kecil ini. Ia harus segera mencari rumah sakit ataupun klinik terdekat yang ada disekitar sini sebelum ia kehilangan nyawa dari mereka berdua. Begitu mobil yang dikendarai oleh Jade sudah sampai, ia langsung menggendong salah satu anak laki-laki itu untuk masuk ke dalam mobil dan dibantu dengan sang ayah dari anak tersebut. "Kita harus cari klinik terdekat!"

"Okay, tadi gue udah sempet searching about the nearest hospital," ujar Jade. Dengan segera ia mengemudikan mobilnya ke tempat yang sebelumnya sudah ia cari. Lima menit kemudian, mereka semua sudah sampai di depan ruang UGD dan dengan segera perawat disana mendorong brangkar dan membawa kedua anak kecil itu masuk.

Sembari memarkirkan mobil sewaannya itu di parkiran, sekelebat pikiran muncul dibenak Jade, pemikiran yang sangat tidak masuk akal dan seharusnya tidak pernah muncul disana. Kenapa setiap kali ia bersama dengan Mave ... selalu ada kejadian yang tidak terduga? Pertama, tragedi kupon pemberian Kian. Kedua, permasalahan Leah dan kisah percintaannya. Dan, yang terakhir adalah kejadian hari ini. Ketiga permasalahan tersebut adalah tragedi. Apa Tuhan sedang memberi tanda bagi Jade untuk tidak bersama dengan Mave? Bahkan berteman pun tidak boleh?

TAKE A CHANCE WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang