DELAPAN BELAS

24 3 0
                                    

Perjalanan Surabaya menjadi sia-sia karena Universitas Pelita Kasih sudah dihapus dari daftar universitas yang mengikuti acara seminar tiga hari dua malam ini. Alhasil, mereka hanya harus menikmati waktu yang tersedia dan fasilitas yang masih dapat mereka akses di hotel tanpa adanya pengetahuan yang dapat mereka dapatkan dari berbagai narasumber pada acara seminar tersebut.

"Gue kira kita bakalan sibuk," Asher mengayun-ayunkan ponselnya sembari duduk di ruang gym dengan bosan. Pagi keesokan hari dari kejadian kemarin ini, ia dan kedua temannya yang lain memutuskan untuk melatih otot-otot mereka dan beraktivitas.

"Siapa yang sangka kalau akan ada kejadian kayak kemarin?" Mave yang sedang berlari di treadmill pun ikut berbicara. Ia lalu dengan konsisten terus membuka ponselnya sampai pada akhirnya menerima notifikasi pesan yang membuatnya menghentikan aktivitas larinya itu.

"Ya, sayang banget sih. Gara-gara kejadian kayak kemarin nama kita jadi jelek di depan semua universitas. Terlebih lagi gue nggak bisa bayangin apa yang bakalan dibilang sama dosen dan rekrorat lainnya," Harry berbicara sembari mengelap seluruh keringat yang ia hasilkan dari latihan angkat bebannya itu. Selanjutnya ia berjalan ke arah tempat duduk dan meneguk air minum dari botol yang ia bawa, "abis ini kalian pada mau ngapain?"

"Gue sih nggak kemana-mana. Mungkin bakalan tidur di kamar, berenang dan," Asher menggantung kalimatnya dan mencetak tawa cengengesannya itu, "main bubblez mungkin." Bubblez adalah dating apps yang sudah ia pakai sejak beberapa tahun yang lalu.

"Nyari ceweknya sih gampang tapi bisa-bisanya masih commitment issues," ledek Harry.

"Sialan," umpat Asher.

Maverick ikut tertawa, "Kalau Asher nggak ketemu sama cewek sehari aja ... kayaknya dia nggak bakalan bisa nafas deh," bahkan lebih parahnya, Mave pernah memergoki Asher pernah bertemu dengan tiga cewek sekaligus dalam satu hari yang sama. Kalau tidak dapat nafas ketika tidak bertemu perempuan, Mave sudah tidak tau sebutan apa lagi yang sesuai dengan sahabatnya itu.

"Nggak gitu juga ya, Setan," jawab Asher.

"Nggak sih, kali ini gue bakalan setuju sama Mave. Soalnya emang lo beneran kayak gitu," kekeh Harry. Berbeda dengan pengalaman Mave, ia belum pernah memergoki Asher bertemu dengan lebih dari satu cewek dalam satu hari. Ia hanya pernah melihat Asher melakukan transaksi pembelian bunga sebanyak delapan belas saat Valentine's day. Entah Asher memberi bunga tersebut kepada delapan belas gadis yang berbeda atau ia memberikan delapan belas bunga itu untuk satu gadis yang ia sukai.

"Gue udah tobat ya," elak Asher.

"Lo? Tobat? Wow," Mave menggelengkan kepalanya tidak percaya sembari terkekeh.

"Gua lebih percaya kucing bertelur dari pada lo tobat," Harry berkata.

"Sial! Punya temen gini amat, Ya Tuhan," keluh Asher.

Maverick ikut tertawa dan mengambil kunci kamar yang ia titipkan di tas milik Asher, "Gue duluan ya. Ada janji."

"Janji? Janji sama siapa?" Asher mengerutkan dahinya.

"Sama Jade?" tebak Harry.

Maverick menganggukan kepalanya. "Gue sama dia mau kulineran. We both have the same interest jadi makanya kita putusin untuk pergi bareng."

"Oh."

"Jadi konsepnya apa sekarang?" Asher bertanya. Ia jelas tau kalau sahabatnya itu sedang bermain api masa lalu milik Jade yang kemungkinan besar dapat membakar sahabatnya sendiri. "Let it flow?"

"Yeah, bisa dibilang kayak gitu," jawab Mave sekenanya.

"Okay," Asher menganggukan kepalnya, tidak berkeinginan untuk mendebat apapun karena ia tau kalau ia melarang Mave, laki-laki itu juga tidak akan mendengarnya dan hanya akan merusak pertemanannya saja nanti. Jadi, ia memutuskan untuk diam dan membiarkan temannya sendiri yang memilih jalan percintaannya. Namun, ia tetap akan terus berada disamping Mave.

"Okay? Really, Ash?" Harry tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Yeah, mau gimana pun juga tetap akan jalan. Nggak ngaruh juga sih," Asher berkata.

"Yeah," Maverick kemudian pamit mengundurkan diri karena ia harus segera bersiap-siap dan hanya memiliki waktu dua puluh menit sebelum ia bertemu dengan Jade di lobi hotel.

Asher menghela nafasnya panjang ketika Mave sudah tidak lagi di ruang gym. "He played with fire."

"Indeed," balas Harry. "Dan, lo diam aja?"

"Lo juga," Asher menunjuk dengan dagu tajamnya itu.

"Ya, karena gue,"

Sebelum Harry menyelesaikan pembicaraannya, Asher lebih dulu memotong, "malas? Malas karena ujung-ujungnya juga nggak akan didenger karena tuh bocil udah kecintaan meskipun tida nggak ngomong kalau udah kecintaan?"

"Belum sampe kecintaan juga nggak sih?" Harry menjawab.

"Ya, anggap aja kayak gitu."

"Tapi sebenarnya menurut gue ... dia juga tau kalau dia lagi main sama api. Cuman ya emang bandel aja anaknya, nggak pedulian juga."

Asher menganggukan kepalanya sebagai jawaban.

"Jadi, apa yang bakalan kita lakuin sekarang?"

"Ya, biarin aja dulu sampai sejauh mana dia main apinya. Kalau udah hampir kebakar baru deh tuh kita approach,"jawab Asher yang kemudian disetujui oleh Harry.

TAKE A CHANCE WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang