EMPAT PULUH

18 3 0
                                    

Saat ini,

Dulu ada buku yang pernah Mave baca ketika ia kehilangan Ayahnya untuk selama-lamanya. "When you lose someone who is your entire universe, it hits you. All the chances you didn't take, all the things you didn't say. Because the truth is that you think you have forever, but you don't. You never do." Mave tidak menyangka kalau ia akan berhadapan dengan situasi itu kembali. Situasi dimana ia akan menyesali semua yang pernah terjadi selama beberapa hari belakangan ini.

Jade masih dalam kondisi koma dan hari ini adalah hari kedua perempuan itu terbaring lemah dengan berbagai alat yang menopang tubuhnya. Dalam beberapa hari ini, Mave selalu berada di rumah sakit tanpa terkecuali. Pakaian dan kebutuhannya sudah dibawakan oleh Ibunya ke rumah sakit sedangkan kedua orangtua Jade masih belum terlihat dengan alasan masih berada di luar Indonesia dan tidak memungkinkan untuk kembali dalam jangka waktu dekat.

Berbeda dengan Mave, Ian terkadang menyempatkan diri untuk berkunjung ke kamar Jade disela-sela jeda jadwal kemotrapinya. Meskipun Mave dan Ian masih saling marah, mereka berusaha untuk mengontrol emosinya jika itu menyangkut kondisi kesehatan Jade yang masih belum ada perkembangan apapun sejak dokter berkata bahwa semua obat yang ditelan oleh perempuan itu sudah berhasil dikeluarkan, namun masih ada beberapa efek samping yang membuat perempuan itu harus menghadapi koma.

"Lucu nggak sih kalau ini udah kali kedua kita ke rumah sakit bareng?" Mave berusaha untuk mengajak Jade untuk berbicara meskipun ia tau bahwa perempuan itu tidak akan menjawabnya, namun ia tau kalau Jade pasti mendengarkannya entah bagaimana caranya. "Kali pertama kita pas lagi di Surabaya, momen dimana setelah kejadian itu kita jadi sadar untuk nggak buang-buang waktu for nothing dan memutuskan untuk pretending for everything supaya kita nggak sedih lagi."

"Kalau lo udah bangun nanti, gue mau lo janji sama gue kalau lo nggak akan melakukan hal-hal bodoh lagi dan berujung di tempat yang sangat gue benci," Mave tidak ingin menangis di depan siapapun, termasuk Jade. Jadi, ia berusaha keras untuk menahannya meskipun hatinya teriris melihat kondisi Jade saat ini. Ia sangat benci dengan alat-alat rumah sakit, bahkan suaranya sangat membuatnya marah.

Mave membuka kotak bludru berwarna hitam yang bertuliskan Tesha n Co, disana terdapat gelang berwarna silverdengan hiasan berbentuk hati yang menampilkan kode morse dibelakangnya. "Udah lama gue pengen kasih gelang ini buat lo, Jade," ia tersenyum, membayangkan kalau mata indah yang selalu menatapnya itu saat ini terbuka dan tersenyum padanya. "I will wait for you, Jade. Sekalipun membutuhkan waktu yang lama, gue akan selalu ada disini, disamping lo dan menunggu lo, Jade."

Beberapa saat kemudian, Kyla yang baru saja kembali dari kampus untuk menyerahkan berkas-berkas kegiatan bina desa yang sedang dalam proses pengerjaan pun masuk ke dalam kamar inap Jade dengan dua bungkus nasi padang ditangannya. "Hai," sapanya pada pria yang sedang memandangi sahabatnya, seperti yang selalu dilakukan sejak Jade dipindahkan ke kamar inap dengan peralatan khusus yang ada di ICU. Hal tidak mungkin menjadi mungkin ketika Kyla adalah cucu pemilik dari rumah sakit. Ia juga memastikan bahwa siapapun yang menemani sahabatnya itu tetap dapat tidur di ranjang khusus yang berada di ruangan yang sama, meskipun jaraknya lumayan jauh.

"Hai," sapa Mave kembali, ia menjadi lumayan akrab dengan Kyla, begitupula juga dengan kedua temannya yang seringkali ia mintai tolong untuk mengatarkan Kyla pulang ke rumah jika kemalaman menunggu di rumah sakit.

"Lo pasti belum makan kan?" tanya Kyla.

"Gue ... gue udah makan kok," bohong Mave, ia tidak mau mengkhawatirkan siapapun. Fokus semua orang harus ditujukan pada satu orang dan orang tersebut adalah Jade, wanita yang ia cintai sejak awal.

"Pembohong," Kyla tertawa, mengeluarkan kedua bungkusan yang di plastik yang ia bawa dan menaruhnya ke atas meja bulat. "Lo harus makan, Mave. Gue tau kalau lo sangat sayang sama sahabat gue dan mau selalu ada disampingnya, tapi permasalahannya cuman satu. Lo nggak akan bisa disamping dia kalau lo sendiri menumbangkan diri lo untuk sakit. Jadi, demi Jade, gue minta lo untuk makan sama gue disini," ia menunjuk nasi padang yang ia bawa dengan dagu tajamnya itu.

"Gue udah makan," jawab Mave.

"Mave, come on, gue tau lo bohong."

"Nggak kok."

"Lo nggak bisa bohongin gue, Mave."

"Fine," Mave memutar bola matanya dan berjalan menuju meja yang dimaksud oleh Kyla. "Harry sama Asher masih sibuk di kampus ngurus bina desa?"

"Ya, besok pagi mereka akan pergi ke desanya buat survey. There are a lot of things to do to support the villagers," ujar Kyla. "Dulu banget pas jaman SMA, Jade pernah bilang kalau dia pengen buat tempat gembok cinta yang kayak di Korea buat di Indonesia. And, somehow ide keinginan dia berhasil diwujudin sama tim kita. Asher dan Kian lagi siapin bahan-bahan sama timnya untuk pengerjaan," ia tersenyum, berterimakasih kepada Asher di dalam hatinya karena telah mewujudkan keinginan dan sahabatnya itu.

"Jade pasti bakalan senyum sepanjang hari kalau dengar idenya bakalan diwujudin," Mave berkata dengan datar, menatap Jade yang sedang tertidur panjang entah sampai kapan.

"Ya, gue setuju banget sama lo."

"Gue kangen lihat senyuman dia," jujur Mave.

Kyla juga ikut menatap sahabatnya yang tertidur dengan tenang, ia kemudian melebarkan senyumannya berikut dengan tetesan air matanya yang tidak disadari oleh Mave, "Siapa yang nggak kangen dengan senyuman manis dan tulus dari Jade sih?"

"Lo bener ... nggak mungkin ada orang yang nggak kangen sama Jade."

"Ya, and that is a big reason why she needs to comeback to us. Because, little did we know, she holds a lot of power and it will totally affect us when she is not around."

TAKE A CHANCE WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang