TIGA

73 8 0
                                    

            "Hei, ada masalah?" Perempuan paruh baya dengan pakaian kerjanya itu masuk ke dalam kamar Maverick, tepatnya di teras kamar anak laki-lakinya itu.

"Hei, mom," sapa Maverick, ia memutar kepalanya ke belakang dan tersenyum hangat.

"Udah jarang kamu main gitar di teras, lagi ada yang dipikirin ya?" tanya Monica, Mamanya Maverick yang bekerja sebagai pengusaha wanita yang paling sukses di Indonesia, ia menjual pakaian-pakaian best seller yang saat ini juga sudah terjual secara internasional.

"Nggak ada kok," Maverick mengatakan apa yang berlawanan dengan hati dan pikirannya.

"You know that you can lie to anyone but me, right?"

Maverick terkekeh, "Nggak kok, sebenarnya emang nggak ada apa-apa, Mom."

"Liar," kekeh Monica sembari membuka jas yang ia pakai untuk menutupi dress formal hitam yang ia gunakan untuk meeting dengan klien terbesarnya di tahun ini. Jujur, meskipun Monica bisa terbilang memiliki jadwal yang sangat sibuk dan seringkali terbang ke luar negeri ataupun kota yang ada di Indonesi, ia selalu meluangkan waktu untuk keluarganya dan tentu saja berperan sebagai kepala keluarga untuk menggantikan suaminya untuk anak-anaknya itu.

"Well," Maverick berdeham, menimbang-nimbang apakah ia harus mengatakan kegelisahannya pada Mamanya atau memendamnya sendiri? Namun, ia putuskan untuk memberitahunya, "ada perempuan yang menarik perhatian aku."

"Di kampus? First met?"

"Yes, for both of your question," jawab Maverick.

Monica dengan spontan menyunggingkan senyuman senangnya. Sebelumnya ia belum pernah mendengarkan anak laki-lakinya bercerita mengenai perempuan. "This is new," kekeh Monica. "Biasanya kamu cuman ngomongin masalah musik ataupun mengenai Yuko, ikan kita," lanjutnya.

"I know," dengan malas Maverick menjawab.

"Terus? Apa yang buat kamu perhatiin dia? Apa yang buat kamu jadi kebayang terus tentang dia?"

"I don't know, Mom. Tapi, kayak ada perasaan yang aku sendiri nggak bisa jelasin pas lagi liat ke arah dia. It seems like I miss her or something," jawab Maverick.

"Kangen sama dia? You have never seen her before, jadi gimana caranya?"

"Nah, itu dia yang lagi aku pengen cari tau."

"Yaudah, cari tau kalau gitu."

"Caranya?"

Monica mengangkat kedua bahunya tidak tau. Ia bingung atas saran apa yang harus ia katakan pada anaknya itu. "Menurut Mama sih kamu harus cari tau sama dia dengan cara ... ya, be friends with her. Abis itu baru cari tau apa yang buat kamu ke trigger sama dia dan merasakan apa tadi kamu bilang? Cinta? Kangen?"

"Kangen, Mom. Mana mungkin cinta," sinis Maverick.

"Ya, intinya gitu lah ya. I suggest you to be friends with her and bring her to me after that," kekeh Monica, ia begitu penasaran saat ini akan perempuan yang berhasil membuat anaknya yang kaku itu malah membicarakan tentang lawan jenis kelamin. Sungguh langka, namun Monica saat menyukai dan menikmatinya.

"Kenapa bawa ke Mama?" tanya Maverick.

"Karena Mama pengen lihat perempuan mana yang buat kamu jadi kayak gini," ujar Monica dengan tawa renyahnya itu.

Maverick menggelengkan kepalanya dan tertawa, "There is nothing special about her, really," ia membentuk peace dengan jari tangannya. "Just an ordinary girl."

"Ordinary? I don't think so," Monica menggoda anak laki-lakinya itu.

"Beneran, Ma. Cuman cewek biasa doang, cewek pada umumnya yang biasanya Mave temuin," ujar Maverick.

"Ya, ya, ya, denial aja terus sampai kamu sendiri yang kejedot rasa cinta," kekeh Monica, tangannya bergerak untuk menyanggul rambut yang ia gerai sedari pagi. "By the way, Mama ada beliin kamu ayam goreng madu, Mang Ujang punya. Ada di meja dapur ya. Kamu ambil aja nanti kalau udah sempet, lebih tepatnya udahan overthinking tentang doi," tawa Monica terdengar.

"Ayam goreng madu, Ma?!"

"Ya."

Maverick spontan berdiri dari tempat duduknya itu dan bersiap untuk lari ke meja dapur rumahnya yang terletak di lantai satu. Ayam goreng madu. Makanan kesukaannya yang biasanya ia makan bersama Papanya dulu, khususnya di rumah sakit tempat biasa Papanya menginap.

"Mang Ujang sehat, Ma?"

"Sehat, dia masih nyariin kamu yang jarang banget datang kesana."

Mang Ujang dan Maverick memang sudah saling mengenal sejak dua tahun yang lalu, jadi pastinya tidak heran kalau laki-laki paruh baya itu mencarinya ketika bertemu dengan Monica. Selain itu, sudah cukup lama Maverick belum berkunjung kesana, selain karena dirinya yang sibuk mengurus tugas riset mengenai penyakit-penyakit langka yang merupakan salah satu modul yang ada di semester ini, ia juga agak menghindari rumah sakit yang terletak tidak jauh dari kiosnya Mang Ujang.

"It is time for you to pay a visit, Mave," ujar Monica.

"Ya, nanti kalau sempet Mave baru kesana, Ma," balas Maverick, ia menundukkan kepalanya dan menatap lantai yang begitu dingin.

"Kamu harus kesana, Mave."

"Ya, Ma. Nanti Mave kesana."

"Mave, it is been two years since he passed away. Dua tahun terakhir yang membuat kamu nggak pernah nyentuh daerah lingkungan sana. Dua tahun yang ngebuat Mama bolak-balik untuk beli ayam madu untuk kamu yang nggak mau jalan kesana sendiri, Mave."

"Ya, Ma, maaf."

"I don't need you to be sorry, Mave. I just need you to find your closure. Dengan cara kamu sendiri," ujar Monica. Ia tau apa yang dirasakan oleh anak laki-lakinya itu, tapi hanya kalimat-kalimat dukungan yang diiringi dengan omelan yang pastinya baru akan didengar oleh Maverick.

Maverick terdiam, membisu, tidak tau apa yang harus ia katakan.

"Mave, mau tau gimana caranya I find my closure?"

Maverick mengangkat wajahnya, menatap lurus wajah Mamanya yang begitu rapuh kalau dilihat dari dekat.

"My closure didn't come from him, Mave," Monica mengingat beberapa minggu setelah suaminya dikremasi, ia selalu berkunjung ke rumah abu milik suaminya dan menangis berjam-jam disana, "it came from knowing deep in the middle of my heart that I did everything I could ketika Papa masih sama kita."

"Well, we did everything for him, Mave. You also need to understand and accept the fact that God loves him and need him to be back at His place. Dan, memang udah waktunya Papa untuk ninggalin kita, Mave. Tapi yang harus kamu tau adalah dia akan tetap ngawasin kita dari jarak dekat. Mungkin nggak keliatan, tapi dia selalu ada untuk kita."

Monica melanjutkan, "And memories? Kamu juga harus paham kalau memori sama Papa itu bukan untuk dihapus, dilupakan ataupun dihindari seperti yang kamu lakuin ke ayam madunya Mang Ujang. Yang kamu harus lakukan adalah hadapin dan nikmatin kenangan-kenangan yang dikasih sama Papa waktu dia masih ada disini."

TAKE A CHANCE WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang