LIMA PULUH TIGA

21 5 0
                                    

"Kenapa gue harus denger dari Kian kalau lo mau berangkat ke Liverpool?!" Kyla berlari masuk ke dalam rumah besar dengan gaya modern dan bernuansa American style milik keluarga Jade. Tanpa menunggu lama, ia menghampiri Jade yang saat ini sedang sibuk untuk mengambil beberapa mie instant dari dapurnya. Kyla dapat menebak kalau sahabat kurang ajarnya itu sedang mempersiapkan segala kebutuhannya untuk menetap di negara orang selama satu tahun.

"Ya, hello to you, too," sindir Jade, ia mendapatkan Bi Haya yang ikut berlari mengejar Kyla dari belakang. Ia dapat menebak kalau Bi Haya yang membukakan pintu untuk sahabatnya yang saat ini sedang marah besar padanya.

"Nggak ada ya! Gue nggak butuh salam dari lo! Gue butuh semua penjelasan dan cerita yang gue lewatkan selama satu malam," Kyla menyilangkan kedua tangannya di depan dada, raut wajahnya mengatakan bahwa ia sedang tidak bermain-main, "satu malam dan apa?! Lo memutuskan kalau mau meninggalkan gue," seru Kyla.

Bi Haya yang masih berada disana pun ikut nimbrung, "Mbak Kyla, nada tinggi tidak akan menyelesaikan apapun, tidak juga akan memberikan penyelesaian." Ia kemudian pamit undur diri, "Bibi akan siapkan makanan ringan untuk kalian sebagai penengah dari keributan dan camilan penambah energi ya."

"Noh! Dengerin apa yang Bi Haya bilang," Jade menunjuk Bi Haya dengan dagunya.

"Ya, Bi. Makasih atas saran dan camilan yang sangat saya butuhkan karena saya akan banyak berteriak, tentu saja akan menghabiskan banyak sekali tenaga," Kyla menyunggingkan senyuman terseram miliknya dan mengalihkan pandangannya pada sahabatnya yang saat ini sedang menatap Bi Haya untuk meminta pertolongan, "bukannya Jade sangat butuh untuk dimarahi, Bi Haya?"

"Tentu saja," Bi Haya ikut menganggukan kepalanya.

"Bi Haya!" seru Jade, tidak percaya bahwa Bibi kesayangannya juga memiliki pendapat yang sama dengan Kyla.

"Bibi hanya ikut khawatir dengan keputusan singkat yang kamu ambil untuk masa depanmu, Nak. Itu saja," Bi Haya menjelaskan kekhawatiran yang dirasakan oleh perempuan paruh baya itu.

"Ya kan, Bi! Aku juga sama! Keputusan yang sungguh impulsif dan cepat sekali diputuskan," kata Kyla.

"Bukan keputusan impulsif," Jade berusaha untuk menjelaskan, namun sepertinya masih belum dapat diterima oleh kedua orang yang saat ini memperhatikannya secara bersamaan. "Kalian nggak perlu khawatir."

"Gila kali ya! Gue mana mungkin bisa nggak khawatir sama lo sih, Jade?! Pokoknya, kita akan bicarain ini di kamar lo ataupun disini dengan camilan yang akan dibawakan sama Bi Haya," ujar Kyla, menyudahi pembicaraannya sesaat.

Sebelum Bi Haya benar-benar pamit, ia memberitahukan kabar mengenai orangtua Jade pada anak perempuan dari majikannya yang sudah ia sayangi layaknya anak sendiri. "Ibu dan Bapak sedang ke tempat peralatan kemah karena mereka mau mengajak kamu untuk berkemah," ia memberitahukan informasinya pada Jade.

"Baik, Bi. Terima kasih banyak atas informasinya," balas Jade.

"What is going on here?" Kyla mengerutkan dahinya bingung, "kayaknya ada banyak banget berita yang gue nggak tau?"

Jade menatap sahabatnya itu tidak percaya, dua detik kemudian ia melanjutkan untuk mengambil beberapa makanan instant yang ingin ia bawa ke negara yang pada saat ini sedang dalam tahap pengajuan visa kilat. Semuanya memang terjadi begitu cepat, ia akui. "Gue udah baikan sama orangtua gue. That's a first. Lalu, gue ketemu sama Kian di Ikigāi dan dia tawarin gue program yang pada awalnya gue tolak."

TAKE A CHANCE WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang