Beberapa kenyataan memang terlalu pahit untuk bisa diterima namun takdir tetap lah takdir. Dalam kehidupan perpisahan itu pasti, bohong jika ada manusia yang tidak mengalaminya.
Gibran menepuk pelan pundak Daniel yang tengah menatap kosong makam adik kesayangannya. Ia menghela nafas pelan.
"Priska emang pantes mati kan?"
Daniel menoleh, kedua matanya terlihat sembab. Ia mengangguk mantap mengiyakan ucapan Gibran.
"Dalam hidup gak semuanya bisa sesuai dengan yang kita inginkan tapi tiap orang punya 2 pilihan, menerima atau memberontak."
"Gua mau Priska mati Bran, lo juga mau gitu kan," ujar Daniel.
Gibran mengangguk. "Vin gua punya tugas buat lo."
Gavin yang awalnya menunduk kini mulai menatap serius Gibran.
"Cari tau markas Priska dalam 24 jam."
"Tapi Bran bukannya itu terlalu singkat? Gua yakin gak bakal semudah itu," elak Zavier.
"Tenang aja Vir masalah informasi, Battrel itu bisa diandalin," jawab Gavin tersenyum tipis.
Setelah mengatakan itu Gavin pun pamit pergi terlebih dahulu untuk memberikan perintah kepada anak buahnya. Dia juga harus membalaskan dendamnya pada Priska.
🔥🔥🔥
Laki-laki dengan setelan hitamnya itu tampak panik, ia berjalan cepat keluar dari apartemennya. Mengendarai motor dengan kecepatan penuh tanpa menyadari bahwa Gavin telah mengikutinya.
Gavin yang tidak mau kalah menambah kecepatan motornya dan dengan sengaja membuat laki-laki itu terjatuh saat mereka melewati jalanan sepi.
Tanpa menunggu lama Gavin langsung turun dari atas motornya lalu segera menghampiri laki-laki tadi yang masih terbaring di aspal.
"Hari ini lo gak bisa kabur."
Bugh
Gavin memukul laki-laki itu hingga pingsan dan membawanya pergi ke suatu tempat.
🔥🔥🔥
Sinar matahari menyilaukan penglihatannya sesaat, dengan perlahan ia mulai membuka mata. Menelusuri tempatnya berada, tempat yang ternyata asing baginya.
Bau asap yang menyengat membuatnya terbatuk beberapa kali.
"Udah sadar ya?" ujar laki-laki bersurai putih yang tidak lain adalah Gavin.
Saat itu juga ia baru sadar jika tubuhnya telah diikat di kursi. "Gua bisa jelasin Vin."
"Jelasin apa?"
"Ini salah faham," ujarnya panik.
"Lo pikir gua percaya?" ucap Gavin tersenyum miring.
Bugh
Bugh
Bugh
Gavin terus melayangkan tinjunya pada laki-laki itu tanpa ampun sampai akhirnya dua anak buahnya mencoba menahan.
"Tahan bos jangan kebawa emosi."
Gavin menghela nafas pelan mencoba meredakan emosinya sementara laki-laki dihadapannya itu terlihat tengah menahan rasa sakit.
"Pengecut, setelah semua yang lo lakuin terus lo mau kabur gitu aja?" ucap Gavin membentak.
"Gua nggak kabur."
"Gua tahu rahasia lo. Gilang lo penghianatnya."
Laki-laki itu, Gilang. Membelalakkan kedua matanya, terkejut dengan ucapan yang dilontarkan Gavin. "Ini salah faham Vin bukan gua orangnya, penghianat sebenernya masih ada di antara kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
GIBRAN RAFFRANSYAH
Acción"Biarin gua jadi pembunuh, Ra." Kehidupan remajanya penuh tantangan, air mata dan luka akibat tragedi yang menimpa keluarganya. Membuatnya menjadi remaja nakal yang pantang di atur, tidak kenal takut dan akrab dengan berbagai rasa sakit. Berusaha me...