Gibran duduk di bangku yang berada di depan kelas Kyra, sesekali dia melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Ini semua karena Daniel, teman masa kecilnya itu memberi kabar bahwa ada siswa baru yang sepertinya tertarik dengan Kyra.
Gibran tahu dia memang belum sepenuhnya berhak melarang Kyra untuk dekat dengan siapa pun tapi hatinya menolak keras fakta itu. Dia hanya harus menunggu waktu yang tepat untuk membuat Kyra benar-benar menjadi miliknya.
'Kring...kring...kring...'
Suara bel pulang sekolah membuat Gibran langsung beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kelas Kyra meski di dalam sana guru yang mengajar belum keluar dari kelas sebut saja Gibran murid yang tidak sopan karena itu memang benar.
Langkahnya dia percepat saat menyadari bahwa Zack tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Kyra, dengan cekatan Gibran membereskan meja Kyra mulai dari menata buku lalu memasukkannya ke dalam tas sampai mengembalikan semua alat tulis Kyra ke dalam tempatnya.
Semua penghuni kelas X-IPA 2 terus memperhatikan Gibran sementara Kyra, ia hanya menatap bingung pada Gibran kenapa kakak kelasnya ini bersikap seperti ayah yang tengah menjemput anaknya di sekolah?
"Gibran kamu ngapain di sini? Ini baru saja bel, kamu mbolos pelajaran lagi ya?" tanya Bu Dewi yang merupakan guru pengajar di kelas Kyra.
"Kalau iya, kenapa?"
"Gibran kamu ini sudah kelas 12 habis ini mau ujian kamu nggak mau lulus?"
"Ibu adalah orang ke sepuluh yang bilang seperti ini sama saya." Gibran mulai menatap Kyra lalu menggenggam tangan gadis itu. "Pulang sama gua."
"Tunggu, punya hak apa lo narik-narik Kyra kaya gitu emang dia mau pulang sama lo?" sambar Zack yang langsung bangkit dari tempat duduknya.
Gibran menghela nafas pelan, dia sedikit membungkuk untuk menatap Kyra yang sedari tadi hanya menunduk. "Kyra pulang sama Gibran ya," ujar Gibran tersenyum simpul.
Para penghuni kelas langsung bersorak mendengar ucapan Gibran baru kali ini mereka melihat bad boy yang selalu bersikap tegas dan dingin malah terlihat menggemaskan saat ini.
Kyra menggeleng pelan sungguh dia merasa aneh dengan sikap Gibran. Gadis itu juga merasa tidak enak karena ia tahu di dalam kelasnya ada beberapa anak yang menyukai Gibran, Kyra yakin setelah ini pasti akan banyak yang mencibirnya.
"Enggak berarti iya, kalau gitu kita duluan ya," pamit Gibran kepada Diyah dan Dita yang kini tengah menatapnya cengo.
Setelahnya Gibran langsung membawa Kyra keluar kelas sembari menenteng tas Kyra. Dia tidak berniat melepaskan genggaman tangannya.
"Berhenti jadi orang nggak enakan Ra. Kalau lo suka, kalau lo mau ya bilang aja begitu pun kalau lo nggak suka ya lo harus bilang juga. Jangan sering-sering mengacuhkan perasaan sendiri karena nggak semua orang itu baik."
Kyra sedikit tersentak dengan ucapan Gibran karena itu memang benar adanya, Kyra tersenyum menatap Gibran yang berjalan di sampingnya, kali ini Gibran berubah menjadi lebih dewasa sifatnya benar-benar sulit untuk ditebak.
🔥🔥🔥
"Kamu nyari apaan sih Diy, dari tadi muter-muter dalam kelas terus," heran Dita saat melihat Diyah yang sedari tadi sibuk mengecek setiap laci meja di dalam kelas.
"Itu loh novel aku yang covernya warna biru, aku kira ketinggalan di kelas mana ada kertas itu lagi."
"Coba inget-inget lagi deh siapa tahu ada yang pinjem waktu itu."
"Lo nyari ini," ujar Daniel yang kini sudah berada di ambang pintu kelas sembari mengangkat novel bercover biru.
Diyah menepuk jidatnya cukup keras, ia baru ingat kalau waktu itu dirinya meninggalkan novel miliknya bersama Daniel di perpustakaan, itu semua karena sikap Daniel yang membuatnya kesal tapi masalahnya bukan itu saja, jujur Diyah takut kalau Daniel membaca kertas yang terselip di antara lembaran novelnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIBRAN RAFFRANSYAH
Aksi"Biarin gua jadi pembunuh, Ra." Kehidupan remajanya penuh tantangan, air mata dan luka akibat tragedi yang menimpa keluarganya. Membuatnya menjadi remaja nakal yang pantang di atur, tidak kenal takut dan akrab dengan berbagai rasa sakit. Berusaha me...