54 - Mudah?

129 8 0
                                    

Remaja lelaki berseragam putih abu-abu itu menatap lurus kedepan memandang kendaraan yang berlalu lalang dari rooftop sekolah sembari menunggu seseorang.

"Kak Gibran!" panggil Kyra dengan nafas yang terengah-engah.

Gibran menoleh dan tersenyum. Kyra pun mulai berjalan mendekatinya. "Katanya mau ngomong penting?" lanjutnya.

"Iya tapi pertama-tama, gua cuma mau mempertegas aja kalau apa yang mau gua omongin ke lu ini nggak ada hubungannya sama resminya status kita."

Rasanya perasaan Kyra jadi tidak enak mendengarnya, gadis itu menatap serius Gibran.

"Nanti malam setelah semuanya siap Alghoz bakal nyerang tempat Priska, kita bakal mengakhiri semuanya. Gua sadar kalau dia bukan musuh yang mudah buat dilawan dan penghianat Alghoz juga masih belum ketemu."

Gibran menjeda ucapannya sesaat, laki-laki itu mulai mengenggam kedua tangan Kyra. "Gua nggak bisa memprediksi apa-apa dari penyerangan kali ini tapi gua nggak akan nyerah dengan alasan apapun."

"Aku cuma mau Kak Gibran menang, aku mau Kak Gibran balik lagi karena aku tahu aku gak bisa batalin penyerangan ini. Janji sama aku ya kak?"

Mendengar permintaan Kyra membuat Gibran menggeleng pelan. "Enggak Ra, kali ini gua nggak mau ngasih janji apa-apa. Gua mau bunuh Priska entah gimana pun keadaan gua intinya Priska harus mati."

"Kak! Kakak gak boleh ngelakuin itu, hal kaya gitu bisa merusak masa depan Kak Gibran," ucap Kyra lantang.

"Biarin gua jadi pembunuh, Ra."

Kyra menggeleng cepat, kedua matanya mulai berkaca-kaca. "Gak kak gak!"

Gibran segera memeluk gadis itu. "Pilihannya gua hidup atau mati tapi Priska dia gak boleh punya pilihan, gua udah mikirin ini Ra dan gua yakin sama keputusan gua. So, please jangan ngelarang gua. Setelah ini terserah lu mau anggap gua ada atau enggak, kalau perlu lu boleh anggap kita gak pernah kenal. Gua nggak mau lu ikut dipandang buruk karena gua."

"Mana mungkin aku gitu!" ujar Kyra, gadis itu mulai menangis. Ia melepas pelukan Gibran lalu menatap ke arahnya.

"Aku nggak keberatan dengan segala kondisi kakak nanti, mau jadi pembunuh atau enggak Kak Gibran tetep milik Kyra, kita saling kenal, kita punya banyak kenangan, dan kita punya hubungan. Tapi satu hal yang nggak bisa diubah, menjadi seorang pembunuh sama sekali nggak bisa dibenarkan."

"Gua tahu Ra, tapi sorry ini keputusan gua."

🔥🔥🔥

Malam ini pukul delapan lebih duapuluh menit, Alghoz sudah dalam perjalanan menuju markas Priska. Battrel juga ikut bergabung.

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan mereka akhirnya sampai, Gibran tidak terkejut lagi ketika mereka sudah dihadang beberapa bawahan Priska saat mereka baru saja tiba. Sudah pasti Priska tahu tentang penyerangan kali ini.

"Bran lu langsung masuk aja, prioritas lu Priska. Disini biar Battrel yang urus," ujar Gavin.

Gibran pun menyetujuinya, ia bersama Alghoz masuk terlebih dahulu saat Battrel telah berhasil mengalihkan perhatian musuh.

Namun itu tak semudah yang mereka bayangkan, di dalam masih ada bawahan Priska yang lain. Masing-masing dari mereka saling beradu jotos.

Musuh yang terus berdatangan membuat Gibran dan yang lain kewalahan. Tanpa pikir panjang Gibran mengeluarkan pistol dari sakunya dan mulai menembak secara membabi buta. "Alghoz mundur!" teriaknya.

Zavier yang melihat itu lantas berusaha menghentikan Gibran. "Bran jangan kaya gini, kalo ada yang mati lu bisa bahaya!"

"Gua gak mau terjebak terlalu lama disini," jawabnya tersenyum miring sembari terus menembak.

Bersamaan dengan itu Battrel dan sebagian anggota Alghoz yang melakukan penyerangan di depan mulai masuk ke dalam markas Priska.

"Mereka udah datang Bran, sekarang kita bisa cari Priska biar mereka yang urus disini," ucap Zavier.

Gibran dan yang lain pun segera menuju ke lantai atas tapi siapa sangka saat mereka berlari kecil menelusuri koridor beberapa orang muncul dan menyerang mereka secara tiba-tiba, bahkan diantaranya membawa senjata tajam hal itu membuat Gibran dan yang lain terpisah.

Tanpa mengulur waktu lebih lama lagi, Gibran segera berlari menjauh mencari Priska yang masih belum terlihat. Tiba-tiba lampu di sepanjang koridor mati hanya ada sedikit penerangan yang berasal dari cendela.

Gibran berhenti, ia berusaha tetap siaga bisa saja Priska tiba-tiba datang dan menyerang. Tapi tidak lama terdengar suara pintu yang baru saja ditutup setelah itu berganti dengan suara langkah kaki, Gibran melihat ke depan, dengan kedua mata yang menyipit. Ia yakin penglihatannya tidak salah.

Gibran dapat melihat seorang wanita dengan dress ketat selutut berwarna merah tengah berjalan di tengah kegelapan.

"PRISKA!!!" teriak Gibran.

Wanita itu menghentikan langkahnya lalu tertawa cukup keras, tanpa menoleh dia berkata dengan santai. "Bersiap untuk mati, Gibran?"

Lampu yang semula mati kini mulai menyala kembali, secara urut dari lampu yang berada di atas Gibran sampai lampu paling depan bersamaan dengan itu, keberadaan Priska kian lama kian terlihat.

Gibran bersiap menodongkan pistolnya ke arah Priska tapi ia dibuat terkejut karena wanita itu, tangannya pun mulai gemetar dan turun perlahan. Tidak percaya dengan yang dilihatnya, tangan kiri Priska menggenggam erat sebuah tali yang melilit leher Kyra.

Sementara Kyra hanya bisa memegang tali di lehernya agar tak semakin kuat melilitnya, tapi itu terlalu kuat dan tebal hingga Kyra tak mampu melepasnya.

Disaat Priska mulai kembali melangkahkan kakinya sembari menarik tubuh Kyra, Gibran segera berlari menyusul namun beberapa orang kembali muncul menghadang Gibran yang tengah sendirian.

"Gimana, lu gagal lagi kan?" ujar Priska, suara langkah kakinya pun mulai menghilang.

🔥🔥🔥

TBC

GIBRAN RAFFRANSYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang