Ruangan yang minim cahaya itu menjadi tempat keberadan Gibran saat ini entah bagaimana dia bisa berada di tempat seperti ini. Mata tajamnya mulai menelusuri setiap sudut ruangan, tidak ada orang lain di sana.
Gibran mendengus kesal kala menyadari tangan dan kakinya diikat, dia mulai mencari cara agar bisa bebas dari tempat aneh ini namun suara balok kayu yang bergesekan dengan lantai mengalihkan fokusnya.
Pintu ruangan itu terbuka, seorang remaja lelaki berjalan santai menghampirinya sembari menyeret sebalok kayu, dia menggunakan masker hitam dan topi dengan warna senada. Gibran yakin orang ini lah yang menyerangnya dulu, dia satu komplotan dengan Priska.
"Gua kira lo nggak bangun lagi ternyata dugaan gua salah ya."
Gibran tersenyum miring tapi sedetik kemudian raut wajahnya berubah memancarkan kebencian dan amarah. "Pengecut!"
Remaja itu menggeleng. "Enggak lo salah. Gua bukan pengecut tapi cerdas!"
"Kalau lo mau lawan gua bukan gini caranya bangsat, cemen!"
"Ini cara gua mau lo suka atau enggak, gua nggak peduli." Remaja lelaki itu pun mulai berjalan mendekati Gibran, menaruh balok kayu yang dibawanya di pundak Gibran sementara satu kakinya dia letak kan di atas paha Gibran. "Oh iya, gua punya kejutan buat lo. Bawa dia masuk!"
Pintu ruangan itu terbuka kembali, dua pria menyeret tangan satu gadis yang wajahnya tengah tertutup kantung kain berwarna hitam. Remaja itu beralih lalu menghampiri anak buah dan satu korbannya.
Dia membuka penutup wajah gadis itu lalu tersenyum sementara Gibran kini terlihat semakin marah. "Selamat datang, Kyra."
Gibran berusaha memberontak, dia berniat melepaskan ikatan di tangan dan kakinya saat melihat Kyra meneteskan air mata karena ketakutan tapi sayangnya tidak berhasil.
"BRENGSEK! ngapain lo nangkap dia, urusan lo cuma sama gua."
"Gua kan udah bilang Bran, siapa pun yang deket sama lo pasti akan ikut keseret dalam masalah ini."
Dua pria itu mulai mendudukkan Kyra di sebuah kursi lalu mengikatnya apalagi yang bisa dilakukan Gibran kali ini, dia hanya bisa menatap Kyra dengan tatapan bersalahnya. "Lepasin dia atau gua nggak akan tinggal diam!"
"Emang lo mau apa?! Sadar diri dong lo tuh lagi diikat apa yang bisa lo lakuin dengan keadaan lo yang kaya gini!" bentak remaja itu dan mulai memberi isyarat pada kedua anak buahnya.
'Bugh'
Satu pukulan berhasil mendarat di pipi kirinya tapi itu hanya sebagai pembukaan karena setelahnya Gibran mendapat pukulan bertubi-tubi dari dua pria berbadan kekar itu. Dia tidak bisa melakukan apa pun.
Mereka mulai melepas tali yang membatasi pergerakan Gibran dan setelahnya langsung menendang Gibran hingga dia jatuh tersungkur di tanah sedangkan Kyra dia beberapa kali memanggil nama Gibran dan juga memohon agar Gibran di lepaskan tapi seakan tuli tidak ada yang mendengar permohonan Kyra.
Remaja itu melemparkan kayu yang di pegangnya dan duduk di kursi samping Kyra sembari bersidekap dada. "Pukul pakai kayu itu."
Dua pria itu langsung menuruti perintah tuannya, mereka memukuli Gibran dengan balok kayu tanpa rasa kasihan.
"Gimana? Mau nyerah? Kalau lo ngaku kalah sekarang, gua bakal kasih kematian yang lebih ringan."
Gibran tertawa pelan meski wajahnya sudah menempel dengan lantai tapi dia masih saja berusaha bertahan. "Gua Gibran, gua nggak pernah nyerah! Pengecut kaya lo itu yang pantas buat mati!"
"Hahaha...mati? Lo nggak usah sok jadi yang paling kuat karena nyatanya lo nggak bisa ngelindungin dia," ujarnya lalu mulai menodongkan pistol ke arah Kyra.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIBRAN RAFFRANSYAH
Actie"Biarin gua jadi pembunuh, Ra." Kehidupan remajanya penuh tantangan, air mata dan luka akibat tragedi yang menimpa keluarganya. Membuatnya menjadi remaja nakal yang pantang di atur, tidak kenal takut dan akrab dengan berbagai rasa sakit. Berusaha me...