Gibran meletakkan gelas berisi air hangat di atas nakas lalu mendudukkan dirinya di kursi sebelah ranjang Kyra seraya melipat tangannya di depan dada, Gibran memperhatikan wajah tenang Kyra yang tidak sadarkan diri.
"Cantik."
Mata Kyra yang semula tertutup kini sedikit berkedip, perlahan tapi pasti dia membuka matanya lalu mengedarkan pandangannya ke sekitar tempatnya berada saat ini, hanya ada satu orang yang dikenalnya dia adalah Gibran.
Gibran segera bangkit dari posisi duduknya untuk membantu Kyra duduk bersandar di tempat tidur UKS setelah itu dia memberikan segelas air hangat yang telah disiapkannya pada Kyra.
"Kepanasan gak?" tanya Gibran lembut ketika Kyra meneguk air didalam gelas itu.
Kyra meneguk sampai habis air didalam gelas lalu menggelengkan kepalannya pelan sebagai jawaban atas pertanyaan Gibran tadi.
Gibran mengambil alih gelas yang berada di genggaman Kyra lalu menaruhnya di atas nakas.
"Ada yang sakit?"
Kyra menggelengkan kepalanya pelan.
"Pusing?"
Kyra menggelengkan kepalanya lagi.
"Ayo pulang! Gua anter."
"Gak mau, aku pulangnya nanti aja bareng Diyah."
"Sama gua aja."
"Kak Gibran khawatir?"
"Udah tahu, gak usah nanya."
Kyra mengedipkan matanya beberapa kali mencoba mencerna ucapan Gibran tadi. "Ha? Gimana-gimana, udah tahu gak usah nanya maksutnya apa sih? Kenapa aku jadi load ya?"
"Udah gak usah dipikirin, ayo gua anter lo pulang sekarang!"
Gibran menunggu Kyra untuk turun dari tempat tidurnya agar bisa berjalan keluar duluan, dia memperhatikan Kyra seraya melipat tangannya di depan dada namun selama kurang lebih dua menit tidak ada tanda-tanda Kyra akan turun dari tempat tidur berukuran kecil yang cukup nyaman itu.
Gibran menghela nafas pelan. "Mau gua gendong lagi?" tanya Gibran dengan satu alis yang terangkat.
Kyra melototkan matanya, dia merasa setelah sadar dari pingsan banyak hal yang membuatnya bingung.
"Lagi?" Kyra menjeda ucapannya sesaat sebelum akhirnya melanjutkannya. "Berarti tadi yang bawa aku ke UKS kak Gibran?"
"Menurut lo?"
Kyra tidak bisa menutupi rasa senangnya saat ini, dia melihat Gibran dengan senyuman lebar yang terukir diwajahnya serta pipi yang sudah semerah tomat.
"Kenapa?" tanya Gibran saat melihat Kyra yang terus melihatnya dengan senyuman.
"Gak papa," jawab Kyra sambil menggeleng-gelengkan kepalanya masih dengan senyum yang mengembang.
Gibran berusaha bersikap tidak peduli dengan jawaban Kyra dia lebih memilih kembali mendudukkan dirinya di kursi yang berada tepat di belakangnya masih dengan posisi tangan yang sama.
"Kak."
"Hm."
"Gendong," pinta Kyra sambil menirukan gaya anak kecil yang meminta di gendong.
"Gak lo berat," dusta Gibran.
Kyra yang mendengar itu langsung mengerucutkan bibirnya tapi tidak sampai lima menit dia kembali tersenyum.
"Yaudah aku mau diet tapi kak Gibran harus janji mau gendong aku kalau berat badan aku udah turun."
"Gak akan."
KAMU SEDANG MEMBACA
GIBRAN RAFFRANSYAH
Acción"Biarin gua jadi pembunuh, Ra." Kehidupan remajanya penuh tantangan, air mata dan luka akibat tragedi yang menimpa keluarganya. Membuatnya menjadi remaja nakal yang pantang di atur, tidak kenal takut dan akrab dengan berbagai rasa sakit. Berusaha me...