chapter 11

2.7K 228 29
                                    

Sinar mentari pagi membangunkan Zee yang semalam tidur di pinggir danau.

Zee mulai duduk dan mengucek matanya menggunakan tangannya, ia terlihat sedikit meregangkan tubuhnya.

"shhh awh" ringis Zee, nyeri sekali lukanya itu

Zee berdiri dari posisinya tadi, mulai berjalan pelan ke arah motornya.

Ah...beruntung motornya itu masih di tempat semula.

melihat jalanan yang sedikit lalu lalang kendaraan, Zee memilih untuk duduk di trotoar pinggir jalan.
Kalau orang lain lihat, Zee mungkin sudah seperti gelandangan, terlihat dari penampilan nya yang acak-acakan, juga bajunya yang kotor.

_

kembali di kehidupan Al dan juga Kai, keduanya sudah bangun dari subuh tadi, dan memilih untuk mencari warkop terdekat dan memesan kopi.
Kopi pahit khas warung pinggir jalan yang khas membuat mata mereka melek.

di kursi yang sengaja di pindah kedua anak itu ke luar warkop, mata keduanya menangkap sosok yang sedang mereka cari-cari.

"itu Zee kak!" ucap Al berteriak

keduanya buru-buru bergegas membuntuti Zee, namun sempat-sempatnya Kai masih menyesap kopinya hingga habis.

"buruan bego!" teriak Al yang sudah di dalam mobil, tak sabaran.

Kai berlari dan dengan cepat menyalakan mobilnya untuk mengikuti arah laju motor Zee.

terlihat ada Zee di depan sana, Kai menancapkan gasnya lebih cepat lagi, dan ketika melewati area yang sepi dengan pengendara.
Kai mencegat Zee, keduanya langsung turun dan membujuk Zee.

"pulang Zeeandra" ucap Kai dengan nada tenang

Zee masih terdiam di atas motornya, mesin motornya bahkan masih hidup.

Kai dan Al yang Melihat Zee hanya diam langsung mendekat.

"balik Zee, bunda nyariin" ucap Al

"males" jawab Zee

"pulang yuk, kita hadepin bareng-bareng" kata Kai memegang tangan Zee

"kita semalem nyari lo kak, dan memutuskan buat tidur di dalem mobil, kita yang mau, kalaupun elo di hukum Ayah, kita maunya di hukum bareng-bareng" ucap Al tulus, guratan senyum sang adik sangat meyakinkannya

mendengar penuturan dari adiknya, Zee tersentuh, tidak menyangka jika kakak dan adiknya itu sengaja tidak kembali ke rumah hanya ingin menemaninya di hukum sang Ayah.

"pulang, ya?" bujuk Kai lagi

Zee mengangguk dan menyuruh keduanya balik ke mobil.

Skip!....

Sampai di pekarangan rumah, ketiganya melihat sang Ayah juga Elang di depan rumah.

wajah Ayahnya itu sudah seperti melihat mangsa.

ketiganya turun dari kendaraan, dan mulai berjalan memasuki rumah.

"DIAM DI TEMPAT!" teriak Gracio

"sepertinya ada yang sudah mulai berani bermain-main" ucap Gracio sembari mondar mandir di hadapan ketiga anaknya

"Elang" panggil Gracio

Elang mendekat dan memberikan sebuah tongkat yang terbuat dari besi.

tangan Gracio dengan lihai memutar-mutar tongkat itu.

bugh bugh

bugh!
bugh!

pukulan membabi buta di layangkan Gracio ke arah ketiga anaknya.

𝐀𝐦𝐛𝐢𝐯𝐚𝐥𝐞𝐧 (𝐞𝐧𝐝) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang