beberapa langkah kaki nampak memenuhi lorong suatu rumah sakit, langkah kaki itu baru memelan ketika memasuki sebuah ruangan.
Disana, tepatnya di ruangan serba putih dan bau khas obat, terdapat tubuh seorang pria yang terbaring lemah.banyak sekali alat penunjang kehidupan yang menempel di tubuhnya itu.
Shani mendekat, mencoba mencerna semuanya dengan logika dan hatinya.
"mas" lirih Shani
ia menggenggam tangan Gracio, wajah yang nampak pucat sekali. Dimana Gracio yang bugar dulu?....
"ada apa sebenarnya Jihan?" tanya Shani
"Gracio mengidap kardiomiopati Shan" jawab Jihan
"kenapa bisa?" bingung Shani
"Gracio hipertensi kronis" jawab Jihan, sedikit menjelaskan apa yang terjadi
Shani mendekat ke arah Jihan, temannya yang memang sudah ia kenal dari jaman SMA dulu.
"kenapa gak pernah cerita hiks, kenapa gak ada yang yang bilang ke aku?" Shani sedikit berteriak menangis
"penyakitnya menggerogoti Gracio dengan cepat Shan, dan kalau saja Cio dari awal mau transplantasi jantung, mungkin dia gak sampai koma kayak gini" Lelaki itu gugup setengah mati saat di tanya oleh istri sahabatnya itu
" dari dulu dia gak mau operasi, padahal yang gw tau, jadwal operasinya harusnya udah dari 2 bulan yang lalu, dia sering teriak-teriak kesakitan, Shan"
mendengar kenyataan itu, Shani tambah menangis dengan kencangnya, kemana dirinya selama ini.
ia tahu ia membenci pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu, tapi bukan berarti ia harus bodo amat dengan semua hal.
"om, boleh tinggalin kami" pinta Kai
Jihan mengangguk, ia lalu pamit untuk keluar dari ruangan.
masih dengan ruangan yang di hiasi oleh suara tangis Shani, ketiga anak Gracio itu nampak diam.
tak ada satupun dari mereka yang bersuara, semua ini terjadi begitu cepat.ada sedikit rasa kasihan dalam benak Kai dan Zee, berbeda dengan Al yang sedari tadi tersenyum simpul, entah apa yang sedang anak itu pikirkan.
"baguslah, biarin cepet mati sekalian" celetuk Al
semua yang ada di sana menoleh, terlebih sang bunda yang tak habis pikir dengan lontaran kalimat yang si bungsu lontarkan barusan.
"Al" ucap Kai
"kondisikan mulut brengsekmu itu" tegas Kai
ayolah, ini bukan waktu yang tepat, Alden Sandykala.
merasa tak Terima, Al mendekat ke arah kakak tertuanya, memasang raut wajah yang menantang.
"apa? lo masih aja bela tu orang, heran gw" kata Al
"adek gak pernah tau isi hati orang, dan kapan adek bisa ngerti hah?!" teriak Kai
Al tersenyum getir, ia pergi dari sana, Zee ingin mengejar, namun semua yang ia lakukan nanti seperti serba salah, jadi ia memilih untuk diam saja.
skip!....
malam yang semakin larut, Kai membujuk sang bunda untuk pulang dan beristirahat, Shani menolak dan ingin terus di samping Gracio.
Kalau sudah seperti ini, Kai harus lebih ekstra lagi, dan akhirnya setelah beberapa rayuan dan bujukan, Shani pun mau pulang dengan Zee.
sedangkan Kai, anak itu masih saja diam di ruangan itu, duduk di sebuah sofa yang tak jauh dari tempat sang ayah berbaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐦𝐛𝐢𝐯𝐚𝐥𝐞𝐧 (𝐞𝐧𝐝)
Teen FictionAmbivalen, bercabang dua yang keduanya saling bertentangan. Perasaan mencintai dan membenci di saat yang bersamaan. ⚠️❗mengandung unsur kekerasan, gak suka langsung skip ae, hidup bawa santai gak usah ribet😗 𝐩𝐞𝐫𝐡𝐚𝐭𝐢𝐚𝐧! : ʙᴇʙᴇʀᴀᴘᴀ ɴᴀᴍᴀ ᴍᴇᴍ...