chapter 61

1.2K 128 12
                                    

semua gambar dan cerita hanyalah fiksi belaka, tidak suka langsung skip saja. abaikan typo

-

hidup itu tak semudah lahir dengan membawa kisi-kisi beserta kunci jawabannya, atau se simple menggunakan GPS saat melakukan perjalanan jauh maupun singkat. Jauh.... kenyataannya jauh daripada itu.

Kini, ibu empat orang anak itu tengah merenung setelah bungkusan cengkrama dengan sang anak sudah di kemas dengan rapi dan di biarkan mengawang begitu saja.

Al, jika saja bundamu tau lebih dalam tentang perasaanmu dari dulu, mungkin sekarang kau tak sesakit saat ini, entah sejak kapan luka itu dibiarkan menganga, di bungkus dan di obati dengan cara apapun- lukanya tak pernah mengering.

"bunda" lamunan shani buyar saat si sulung bergabung dengannya, teh hangat dengan asap yang masih berputar di atasnya begitu menguar merasuk dalam indra penciumannya

" tehnya bun" ucap Kai

"makasih kak" Shani tersenyum hangat pada putra sulungnya

" adek masih bobo kan? " tanya Shani

"iya, masih pules banget tadi aku liat, bobo sama Chika" balas Kai


" Kai ada tabungan buat Al nanti selama di Kanada bun, ya.... itung-itung uang buat adek jajan, Kira-kira kapan ya waktu yang tepat buat ngasih ke adek? " Kai membuka obrolan

" tabung aja kak, buat masa depan anak kamu nanti, soal adek udah di pikirin matang-matang sama Ayah kamu" bukannya shani menolak kebaikan si sulung, tapi ia tau kedepannya pasti tak akan semulus yang di pikirkan, dan ia hanya mau Kai fokus pada keluarga kecilnya.

" bun bun, orang Kai kalo mau ngasih juga udah mikirin dari jauh-jauh hari, bunda nih masih aja mikirnya ke arah situ" Kai mendengus lelah

_

Sore ini, Al di minta ashel untuk menemuinya di taman kota, pikirnya hanya akan di paksa mengantar perempuan itu berburu jajan, tapi nyatanya jauh daripada itu.

" ya terus kamu maunya kita ini apa?" Ashel benci ketika Al berlagak seperti orang bodoh, bahkan harusnya pertanyaan bodoh itu tak di lontarkan daripada membuatnya gondok setengah mati

" seriusin aku!! " juteknya

" kenapa dah tiba-tiba kayak gini?"

"Tiba-tiba lo bilang? lo merkosa gw itu gak tiba-tiba juga menurut lo hah?! " bukan tanpa alasan, kalau kemarin mungkin Ashel santai-santai saja tentang semuanya, berbeda dengan hari ini- hari dimana ia mendengar kalimat menohok yang di lontarkan oleh sahabatnya sendiri

"murah banget jadi cewe, gw sama Zee aja gak se jauh itu, di sini lo yang di rugiin sama dia tau gak! " begitu kata Marsha beberapa jam yang lalu

" gw dah bilang jangan punya ekspektasi apapun sama gw" ujar Al yang langsung meninggalkannya

punggung yang mulai menjauh dari pandangannya perlahan lenyap, ia menangis dalam diam di taman kota, satu tangannya menyentuh tepat dimana Al duduk, hangatnya bahkan masih terasa.

tak di sangka iblis itu benar-benar berwujud manusia, mungkin umpatan kata kotor dan kasar, tak sepenuhnya mewakili Alden.

ting!!

notifikasi dari ponselnya terdengar, ia menghela nafas panjang saat membaca pesan di layar gawai itu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐀𝐦𝐛𝐢𝐯𝐚𝐥𝐞𝐧 (𝐞𝐧𝐝) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang