Chapter 52

1.6K 63 1
                                    

Trisha memandang kosong pada air mancur yang berada di tengah taman. Meski begitu, dalam hati ia berharap banyak kalau Nara akan baik-baik saja. Sebelumnya ia berniat ke sini karena mengkhawatirkan kondisi Anggita setelah wanita itu pingsan saat memergoki Andre yang nekat menemuinya. Trisha tidak menyangka, jika ia akan bertemu Altair dengan membawa Nara ikut bersamanya.

Sebenarnya tidak ada pertemuan yang berarti antara mereka berdua. Andre bertemu hanya untuk mengutarakan permintaan maaf atas segala kesalahannya selama ini. Trisha bisa melihat dari mata pria itu, jika Andre bersungguh-sungguh ingin memperbaiki kondisi keluarganya dan benar-benar ingin melupakan Trisha sebagai masa lalunya. Namun, siapa sangka jika pertemuan itu harus berakhir dengan begitu buruk. Anggita tiba-tiba menangis histeris dan berakhir pingsan.

Trisha menarik napasnya begitu berat, menghelanya pun juga dengan berat. Ia berpangku tangan, memandang lebih dalam ke dalam air itu. Berharap hal itu bisa mengurangi kegundahan dalam hatinya.

Ia merasa diperhatikan, sekali tolehan, ia bisa mendapati keberadaan Andre yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Pria itu berjalan mendekat hingga sekarang berdiri di samping bangku taman yang Trisha duduki.

"Maaf," ucap Andre pelan nyaris tak terdengar karena terbawa angin. Trisha tak menanggapi. Mungkin saja ada rasa marah, dan jengkel dengan pria di sampingnya ini. Trisha baru melihat langsung hubungan ayah dan anak itu yang bagaikan dua kubu saling bermusuhan.

"Seperti yang kamu bilang saat hari terakhir kita bertemu, 'lupakan aku, dan semoga bahagia'. Aku juga mengatakan itu untukmu kali ini, persis tanpa ada kurang lebihnya." Trisha tersenyum tipis di akhir kalimatnya, masih dengan tanpa menatap Andre yang diam menelan ludahnya kasar. Kenyataanya, dia lah yang tidak bisa melupakan Trisha. Dia lah yang tidak bisa bahagia. Dan, dia lah yang tersakiti. Hingga saat mendengar kabar suami Trisha menjadi korban kecelakaan pesawat. Ia kembali meminta Trisha kembali, tanpa menyadari jika ia telah melukai hati anak dan istrinya. Sungguh brengsek ia menjadi lelaki.

"Kita sudah memiliki jalan masing-masing, Andre. Kamu dengan anak istrimu. Dan aku dengan anakku."

"Gadis tadi?" tanya Andre memastikan. Dia tidak mungkin lupa berita meninggalnya suami Trisha beserta anaknya. Tapi kenapa bisa anak itu saat ini berbiacara dengan putranya—Altair?

"Ya, hatiku tidak pernah salah. Beribu kali dia meyakinkanku, dan ternyata memang benar. Putriku masih hidup, Nara. Arabella." Senyum Trisha terbit begitu manis. Andre hanya menunduk untuk menghindarinya. Karena hanya dengan menatap, ia tidak bisa memiliki. Lagi, hal itu bertentangan dengan niatnya yang ingin memperbaiki hubungan keluarganya. Ya, dia harus benar-benar melupakan Trisha.

"Aku yakin kamu sudah mencintai Anggita. Sangat tidak mungkin dia yang selalu ada untukmu tapi—"

"Trisha—"

"Diamlah, Andre. Bukankah sia-sia belasan tahun hidupmu itu? Punya istri, tapi kamu terlihat seperti lelaki yang tak punya rumah untuk pulang." Trisha meliriknya sinis. Dari kajauhan, ia bisa melihat keberadaan putrinya yang berjalan dengan sesekali menyeka pipinya. Trisha menghela napas, anaknya itu pasti menangis.

"Aku pulang. Semoga ini menjadi pertemuan terakhir kita. Aku harap saat Anggita sadar, ia masih mau melihatmu," ucap Trisha santai namun dibarengi senyum sinisnya. "Oh ya, kalau sempat, titip permintaan maafku padanya."

Setelahnya Trisha benar-benar pergi. Wanita itu celingukan mencari jejak putrinya. Hingga pesan dari sopir yang mengatakan kalau Nara telah berada di dalam mobil membuatnya segera beranjak ke sana. Trisha masuk ke dalam mobil, melihat Nara yang melamun sambil menatap jendela di sisi seberang Trisha. Tangan Trisha terulur mengelus surai hitam itu. Ketika Nara tersadar, gadis itu langsung berbalik dan mendekap ibunya erat. Menyembunyikan serta meredam suara tangisnya di dada sang ibu.

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang