Chapter 60

1.8K 71 4
                                    

Disclaimer!!!

Chapter ini mengandung adegan kekerasan, baik fisik maupun seksual serta memuat bentuk kata-kata kasar. Jika tidak berkenan, bisa di-skip dan tetap bisa menikmati bagian lainnya.

Happy reading, enjoy guys!

***

"Bukannya kita perlu memberikan sambutan menarik, sayang?"

Erick begitu menakutkan dan patut diwaspadai. Salah sedikit saja, Dania yakin dirinya tak akan selamat. Dania memandang Erick tajam, walau dalam hati ia terus berdoa memohon datangnya pertolongan.

Ketika Erick merendahkan tubuhnya berbarengan dengan wajahnya yang mendekat, Dania buru-buru menahannya sekuat mungkin. Jujur, tenaga Erick bukanlah tandingannya.

"Kak Erick nggak capek?" Tatapan tajam Dania berubah lembut. Ia memulai semuanya dengan kelembutan. Tidak tahu akan berhasil atau tidak, tapi dari yang dia tahu, kekerasan tidak bisa redam jika dibalas dengan kekerasan juga. Sebaliknya, kekerasaan akan luntur jika lawannya bisa mengontrol serta mengolah emosi.

"Aku tahu, Kak Erick sebenarnya juga nggak mau kayak gini. Iya, kan?" ucap Dania lagi. Matanya terus memandang Erick yang tiba-tiba menatap Dania dengan pandangan berbeda yang Dania sendiri tak bisa mengartikannya.

"Aku minta maaf atas nama keluarga aku, terutama Papa, dan aku sendiri."

"Lo nggak salah," sahut Erick dengan suara lirih.

Dania diam. Erick juga diam memandang penuh wajah Dania yang terlihat adanya setitik harapan di mata bulat itu. Sayang, tak sampai lima menit, keterdiaman Erick berubah menjadi seringaian penuh kelicikan.

"Tapi nggak ada salahnya gue balas dendam melalui lo kan, Dania?" lanjut Erick dan mulai kembali mendekatkan wajahnya berniat mencium Dania. Namun, usahanya tak semulus apa yang ia rencanakan saat Dania terus memberontak dengan tangan yang tak henti mendorong Erick agar menjauh.

"DIAM!" bentak Erick yang masih mencoba mencium tapi Dania terus menoleh ke kiri-kanan untuk menghindar. Alhasil, ciuman Erick selalu meleset dan membuat cowok itu geram sendiri. Akhirnya, Erick menahan kedua tangan Dania, menarik, lalu menguncinya.

Erick merebahkan tubuhnya miring menghadap Dania, satu tangannya menahan dua tangan Dania di atas kepala cewek itu, sedang yang lain mengusap air mata yang membasahi pipi Dania.

"Stss ... jangan nangis," ucap Erick lembut, suaranya setengah parau.

"Aku takut! Lepas atau aku bakal benci sama Kak Erick," ancam Dania yang sebenarnya sama sekali tak membuat Erick berubah pikiran. Cowok itu masih saja di posisinya dengan tatapan tak lepas dari mata berair Dania.

"Jangan benci gue. Lo nggak tahu seberapa frustasinya posisi gue, Dan."

"Tapi nggak gini, Kak." Dania menangis sesenggukan yang cukup mengiris hati Erick. Tak ada yang ia lakukan selain menghapus air mata cewek itu meski pun Dania sesekali menggeleng menolak sentuhannya. "Lepasin aku!"

Mengabaikan Dania sejenak, Erick memilih mengangkat telepon yang terus berbunyi. Nama salah satu anak buahnya tertera, buru-buru Erick mengangkatnya dengan sesekali matanya melirik Dania yang masih menangis sesenggukan.

"Jauh dari perkiraan. Kita kalah."

Erick menggeram, tanpa memberi jawaban ia membanting ponselnya ke sudut ruangan yang cukup membuat Dania kaget. Ia menatap awas ke arah Erick yang menatapnya tajam. Semakin waspada ketika lagi-lagi Erick mengukungnya.

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang