Chapter 11

3.1K 158 12
                                    

Hallo
Masih adakah yang nunggu?

Maaf guys, aku peka ini lama
hampir dua minggu malah >.<

Sebenernya diawal udah nulis sekitar
500 kata, tapi karena ngerasa aneh
akhirnya nulis ulang ˘ ³˘

Happy reading di chapter 11 guys, sebelum itu biasakan klik vote dan jangan lupa komen ... ngerasa seneng banget
liat notif vote heartbeat akutuh ^^

Oke, let's get it

***

Nara menatap tangan yang berada diatas kepalanya dengan kening berkerut. Ketika ia berbalik badan, ia mendapati sosok Altair yang berdiri menjulang dihadapannya tak lupa dengan tatapan yang juga tertuju pada dirinya. Cowok itu menyerahkan sebuah buku yang memang telah diincar Nara sejak tadi. Namun, urung sebab tempatnya yang lumayan tinggi.

"Makasih," ucap Nara setelah menerima buku itu. Ia bergeser berniat pergi, tetapi entah kenapa Altair juga bergeser kearah yang sama. Nara mendongak dan ternyata keduanya tengah saling tatap. Memutuskan pandangan, Nara bergeser kearah lain. Tapi, hal yang sama juga dilakukan Altair.

"Sorry," ucap cowok itu pelan sebelum melangkah mundur memberi ruang Nara untuk pergi.
Nara menegak ludahnya kasar, kepalanya menunduk dalam dan beranjak pergi menuju salah satu meja.

Berada di cafe book dengan ditemani buku dan alunan musik lembut adalah bahagia sederhana Nara. Baginya, tempat ini sudah menjadi pelabuhannya ketika rasa penat dan suntuk melanda dirinya.
Novel itu telah menjadi fokus Nara sejak hampir sepuluh menit yang lalu, mengabaikan bunyi lonceng pintu yang berbunyi sebagai penanda kedatangan seseorang di tempat ini.

"Matcha latte, Kak." Nara menyudahi sejenak aktifitasnya, ia mendongak menatap pelayan kafe yang tengah tersenyum manis sembari menata dua gelas minuman di meja Nara.
Nara mengerutkan keningnya bingung, belum sempat ia bertanya, pelayan itu lebih dulu menegakkan tubuhnya. "Selamat menikmati."

Nara menatap kepergian pelayan itu masih dengan kening berkerut, ia tidak merasa telah memesan minuman ini. Lalu kenapa pelayan itu mengantarkannya kemari? Apa pelayan itu salah orang?

Suara kursi yang berderit membuat Nara menoleh ke kursi depannya. Detik itu juga wajahnya melongo tak percaya, sedangkan yang ditatap tampak biasa saja. "I-ini, kamu yang pesen?"

Altair menaikkan sebelah alisnya, tidak merespon dengan jawaban atau paling tidak dengan sebuah anggukan agar sedikit memberi penjabaran Nara.

"Lo nggak suka?" Bukannya menjawab, Altair malah memberi pertanyaan balik. Cowok itu sudah memposisikan tubuhnya bersandar di kursi dan mulai membuka buku. "Buat lo," lanjutnya dengan suara pelan.

Nara bingung harus menjawab bagaimana, satu sisi ia ingin mengatakan terimakasih karena itu memang harus, tapi ia masih saja bingung mengapa Altair membelikannya. Akhirnya setelah pergulatan batin, Nara mengatakan terimakasih. Itupun sama pelannya dengan kalimat terakhir Altair tadi.

"Aroma matcha itu tenang." Nara yang baru saja akan kembali membaca buku terhenti sebab suara Altair yang memecah konsentrasi. Ia menatap Altair yang wajahnya masih tertutup buku. Detik berikutnya, cowok itu baru menurunkan bukunya dan menaruhnya di samping gelas berisi matcha latte.

"Aromanya cocok buat orang yang lagi ada masalah." Nara menangkap perubahan raut wajah Altair. Walaupun sejak tadi hanya raut datar yang Altair tampilkan, namun untuk ini Nara benar-benar merasa jika cowok itu tengah memendam sesuatu.
Beberapa menit kemudian, Altair kembali fokus pada Nara yang diam ditempat.

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang