41. Hidden Pain

278 30 2
                                    

Ketika mendengar laporan dari Si Kembar, Renata hanya bisa menggeleng mendengar kelakuan Hans. Hans memang akhirnya mengerti apa yang Renata jelaskan namun sayangnya sikap impulsifnya tetap saja tidak terobati. Renata juga jadi semakin tidak mengerti pada adiknya itu. Jika dia segitu cintanya pada Dika, kenapa menyiksa dirinya dengan menyembunyikan itu semua? Alas, dia memang paling tidak paham pada jalan pikiran Hans.

Karena adiknya sudah segitu berusaha dan berjanji mau datang makan malam dengan ayah dan papanya, Renata pun akhirnya berusaha membantu. Dia akhirnya mengutus orang kepercayaannya untuk menemui Javier.

***

"Hans?" Lukas bertanya balik untuk memastikan apa yang dia dengar tidak salah.

"Iya. Renata bilang kalau dia akan datang Sabtu ini." Jawab Farrel kemudian meminum tehnya.

"Oh. Ini mengejutkan." Sahut Lukas.

Mendengar itu Farrel mengangguk. "Sepertinya Renata berhasil memaksanya datang." Ujar Farrel santai.

"Aku kira aku tidak akan pernah melihat Hans duduk bersama kita lagi." Kata Lukas sedikit terkejut dan sedikit pilu.

Setelah waktu yang lama, Hans masih belum mengubah pendiriannya dan tetap tidak menyetujui hubungan mereka. Tapi kalau dipikir-pikir, keempat anak itu tidak ada yang mengubah pendirian sama sekali. Renata memang menerima mereka sedari awal, Si Kembar tidak peduli sedari awal, dan Hans memang tidak setuju sedari awal. Bagaimana mereka mempertahankan pendapat mereka setelah bertahun-tahun berlalu membuat Lukas menyadari sekali lagi kalau mereka adalah anak-anak dari kekasihnya.

"Meskipun dengan paksaan, aku cukup senang Hans bisa datang." Kata Farrel dengan senyum melengkung di bibirnya.

"Kalau begitu, kenapa kamu ngga memaksanya dari dulu?" Tanya Lukas.

"Aku ngga pernah tega memaksa anak-anakku. Mungkin aku akan sedikit merayu tapi pemaksaan membuatku ingat akan apa yang pernah aku alami jadi aku tidak akan melakukannya." Jawab Farrel.

Lukas tidak menanggapi lagi dan hanya mengambil tempat di samping suaminya setelah selesai mengurusi apa yang dikerjakan tadi. Farrel terlihat semakin pucat belakangan ini. Karenanya, ada kesedihan yang memasuki Lukas. Meskipun begitu, dia hanya bisa memeluk suaminya dengan hangat.

"Sayang, kenapa kamu sedih? Kamu sendiri yang bilang kalau kita akan ketemu lagi." Kata Farrel sambil menyentuh leher suaminya. Dia tidak meragukan cerita absurd Lukas tentang reinkarnasi, karma, serta hal lain yang ditemui di Himalaya. Meskipun orang waras akan menuduh Lukas berhalusinasi karena hipothermia, Farrel tidak pernah meragukan suaminya itu.

"Karena kamu akan melupakan semuanya." Bisik Lukas lirih.

"Kalau aku lupa, kita bisa ulangi lagi. Kamu masih ingat permintaanku kan?"

Lukas mengangguk, "Jangan biarkan kamu menjalin hubungan dengan orang lain," katanya memulai. Farrelpun mengangguk mendengar itu. "Cari cara untuk memperoleh anak tanpa melukai hubungan kita." Lanjut Lukas. Setelah itu dia memeluk lebih erat. Farrel membalas eratnya pelukan itu. "Terakhir, tidak pernah meninggalkanmu." Lukas menutup pembicaraannya.

"Kalau begitu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan kan?" Kata Farrel yang kini menyisir rambut Lukas. "Aku yakin aku akan jatuh cinta padamu lagi. Kita akan melewati apapun." Tambahnya dengan nada meyakinkan.

***

Hari yang melelahkan kembali menimpa Selina. Beberapa hari terakhir dia harus mengkonsumsi obat penenang lagi. Selain itu dia juga harus berkonsultasi dengan psikiater karena merasa dirinya mulai histeris. Ini semua karena Hans. Suaminya yang tidak pernah setia itu akhir-akhir ini selalu menghilang setiap malam tanpa kembali lagi. Gara-gara itu dia sadar akan posisinya dalam keluarga. Dia hanya dibutuhkan sebagai pajangan dan penghasil anak. Setelah melahirkan anak kedua, Hans tidak pernah tertarik padanya lagi.

Adalah kesalahannya jatuh cinta pada playboy itu. Salahnya juga menerima pernikahan ini karena terbutakan harta dan ketampanan laki-laki. Sayangnya bukan hanya dia yang terbutakan. Sampai sekarang banyak orang yang begitu iri padanya karena mengira Hans adalah pasangan yang tidak mudah marah dan pengertian. Keluarganya juga mengagumi Hans yang karismatik dan dewasa. Tidak ada satupun yang akan percaya kalau manusia itu bisa membuatnya stress berkepanjangan seperti ini. Kalau dia mengeluh, semua orang akan menasehatinya untuk menjadi lebih sabar. Mereka mengira dirinyalah yang temperamental. Dialah tokoh antagonisnya.

Karena itu dia hanya bisa menelan kesedihannya seorang diri. Beberapa kali dia menasehati dirinya kalau tidak ada yang salah karena toh dia bisa membelanjakan uang sebanyak apapun. Toh Hans begitu sibuk sehingga dia bisa berkumpul dengan teman-temannya dan melakukan apapun yang dia mau. Sayangnya itu tidak cukup.

Sebagai seorang istri yang tidak mendapatkan kasih sayang suaminya sama sekali, Selina merasa kehidupannya kosong dan penuh kegelapan. Yang lebih sial, dia tidak mungkin mencari cinta di luar. Jika dia mengancam reputasi keluarga mereka, dia akan diminta membayar mahal. Kontrak pernikahan yang dia tanda-tangani seakan memakannya sedikit demi sedikit. Hans begitu teliti tentang hal-hal seperti ini sehingga membuatnya jengkel. Bagaimana caranya ada orang seperti itu yang menata kehidupan orang lain begitu rapi? Bagaimana caranya ada orang yang bisa mengekang orang lain tanpa terlihat diktator sama sekali?

Di tengah depresinya, suara pertengkaran dua anaknya terdengar. Pertengkaran itu membuat kepalanya berdenyut emosi. Ditambah lagi dengan moodnya yang sudah buruk beberapa hari terakhir, dia menjadi begitu mudah terpancing. Dengan wajah gusar dan kekesalan menumpuk, dia keluar ruangan untuk memarahi anak-anaknya dari lantai dua.

"BISA DIAM NGGA?" bentaknya kesal.

Setelah bentakan itu, Bian dan Riana terdiam. Keduanya terkejut akibat bentakan tiba-tiba itu. Beberapa detik kemudian, kesunyian makin terasa. Di tengah keheningan itu, Bian terlihat takut sementara Riana merengut. Tangan mereka masih memegang mainan yang sama tanpa ada yang mau melepaskan. Meskipun begitu, mereka tidak berani bertengkar lagi.

Selina yang baru saja menumpahkan kemarahan akhirnya baru sadar apa yang dia lakukan setelah semuanya selesai. Dia sudah kehilangan kontrol dan menjadikan anak-anaknya sasaran kemarahan. Ini bukan sesuatu yang harusnya dia lakukan. Biasanya dia bisa menahan dirinya namun kali ini semuanya tidak lagi bisa dilakukannya. Dia sudah tidak bisa menjadi ibu yang baik lagi.

Karena itu tiba-tiba dia meledak dalam tangisan yang tidak dipahami siapapun. Dia memarahi dirinya dan juga memaki suaminya dalam hati. Setelah gelombang emosi yang besar itu, dia akhirnya mengambil kesimpulan kalau dunia ini tidak adil dan dia menjadi korban tak berdosa. Dia tidak lagi bisa menavigasi pikirannya yang semakin lama semakin dipenuhi berbagai macam emosi.

Melihat ibu mereka yang tiba-tiba emosional, Bian dan Riana hanya bisa bengong tanpa mengatakan apa-apa. Pikiran sederhana mereka paham kalau ibu mereka sedang sedih dan tidak mau diganggu. Namun, mereka tidak paham kenapa. Karena tidak paham, mereka juga ikut sedih. Mereka mengira karena merekalah Selina jadi histeris seperti itu. Bukankah tadi mereka yang dimarahi?

****

Burung Dalam Sangkar (BxB) [End-Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang