89. Masa Depan

206 29 10
                                    

"Ka, gue kangen." Kata Hans dengan suara rendah penuh permohonan.

Karena diucapkan pada saat yang tepat dan cara yang tepat, kalimat Hans itu merontokkan Dika yang sudah berantakan. Dika hanya bisa terdiam dengan rasa rindu yang tumpah seluruhnya. Pikiran logisnya akhirnya kalah oleh hati yang sudah kesepian selama setahun.

"Gue juga." Jawabnya setelah diam lama. Dia tidak sadar kalau dua kata itu mengirim guncangan balik ke Hans yang mengira masa depannya sudah gelap karena kehabisan akal. Setelah dua kata itu, giliran Hans yang terdiam lama karena kebingungan. Apakah dia sudah boleh bersenang hati? Plot twist ini terlalu membahagiakan sehingga dia takut kepalanya akan dilempari asbak kalau terlalu percaya diri.

"Apa gue boleh main?" Tanyanya luar biasa hati-hati. Saking hati-hatinya, dia terdengar berbisik.

Dika tidak bisa berpikir. Kekacauan yang sudah membuatnya memaki dirinya dua ronde, kini semakin mengacaukan pikirannya. Sayangnya, logikanya sudah tidak bisa kembali lagi. Hampir dua minggu melihat Hans benar-benar berusaha berubah, membuat hati gobloknya semakin kuat memenangkan pertikaian di dirinya. Dika tidak lagi bisa menampikkan kalau dia terlalu merindukan Hans yang ini, Hans yang tujuh tahun lalu hanya miliknya seorang.

Beberapa menit membeku tanpa mampu berkata-kata, Dika yang sebelumnya memaki dirinya agar berhati-hati, akhirnya menyerah.

"Lu dateng aja." jawab Dika. Setelah itu dia langsung menutup telefon karena mulai ketakutan atas keputusan yang dia buat sendiri. Entah kenapa kondisi ini terasa seperti dejavu. Apakah ini pernah terjadi sebelumnya?

Dika yang sudah tidak mampu berpikir, tidak ingat kalau hal yang sama terjadi enam belas tahun yang lalu dan mengakibatkan dirinya menyerahkan malam pertamanya pada kekasihnya itu. Kali inipun, Hans tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan padanya. Serigala buas itu tidak akan kehilangan instingnya jika mangsanya membukakan pintu. Ditambah lagi, sudah setahun kebuasannya tidak muncul ke permukaan. Dia sudah terlalu lama berpuasa sehingga rasanya apapun akan dilahapnya.

***

Di apartemennya, mata obsidian Hans berbinar sangat terang. Dia tersenyum lebar dan kehangatan seperti meledak tiba-tiba di dadanya. Dengan ekspresi seperti memenangkan undian utama, dia meminta butlernya untuk mengantarnya ke tempat Dika menggunakan mobil. Tidak boleh ada waktu tersia-siakan karena kekasihnya sepertinya sudah membuka hati. Dia perlu memperlihatkan kalau pintu ke dunianya akan dia buka lebar dan di dunia itu hanya akan ada mereka berdua saja.

Sesampainya di depan apartemen yang dituju, dia tidak perlu menunggu lama untuk masuk karena berhasil menebak password apartemen itu. Dia masih ingat kombinasi apa saja yang sering digunakan kekasihnya sehingga hal ini tidak membutuhkan kemampuan hacker sama sekali.

"Kenapa lu masuk sebelum gue ijinkan?" protes Dika begitu melihat Hans muncul dari balik pintu. Dia belum menyiapkan batin sama sekali ketika kekasihnya itu sudah berdiri di hadapannya.

"Lu bilang, gue boleh main. Jadi gue langsung masuk aja. Siapa tahu lu terlalu capek buat buka pintu." kata Hans lugu. Mata obsidiannya berkilau jernih sehingga membuat wajah lugunya semakin meyakinkan.

Melihat akting itu, Dika mulai menyadari masa depan seperti apa yang dia undang. Kebiasaan kekasihnya bebas keluar masuk rumahnya masih belum berubah sama sekali. Apa setelah ini dia akan menemukan Hans tidur di atas kasurnya sesuka hati?

Akan tetapi Dika tidak dibiarkan berpikir panjang maupun menyesali apa yang sudah dijawab. Hans yang terlalu gembira langsung memeluk Dika erat dan mencium pipi kekasihnya. Kerinduannya dia tumpahkan dengan jelas, kemudian dia membisikkan ucapan terima kasih yang tulus di telinga Dika.

"Terima kasih. Gue kira lu bakal selamanya membuang gue." kata Hans pilu. Dia menggunakan kemampuan memelasnya lagi.

Gara-gara kemampuan memelas itu, Dika tidak lagi bisa menolak apapun. Setelah bisikan haru Hans, dia membiarkan Hans merekatkan bibir mereka sambil menyentuh semua bagian sensitif. Penyesalannya baru datang ketika kausnya sudah terlepas dari tubuhnya dan Hans menciumi dadanya. Karena begitu terlambat, penyesalan itu tidak ada gunanya sama sekali. Mereka sudah tidak mungkin berhenti.

"Hans..." panggil Dika lemah karena badannya mulai bereaksi.

Mendengar panggilan itu, Hans menghentikan apa yang dilakukan untuk menatap baik-baik wajah kekasihnya. Dia menyisir rambut Dika perlahan sambil memberikan ciuman yang lembut. Setelah membuat kekasihnya tidak bisa menolaknya, barulah dia bertanya.

"Kenapa?" Hans berbicara dengan suara yang enak didengar. Wajah tenang namun matanya tersenyum. Dia juga menjadi begitu dekat hingga nafasnya bertemu dengan nafas Dika.

"Ngga apa-apa." jawab Dika sambil memalingkan wajah ke samping. Visual Hans yang cool itu menyerangnya tanpa ampun. Gara-gara itu, dia sudah lupa apa yang mau dikatakan. Rona merah mulai muncul di pipinya karena dia sudah mulai panas.

Karena tidak ada protes, Hans lanjut mencumbu kekasihnya lebih bersemangat dan meninggalkan bekas merah di leher dan dada Dika. Setelah puas dengan itu, dia melepas sisa pakaian yang masih melekat di tubuh mereka. Dengan terbukanya semua itu, Dika tidak lagi bisa menyembunyikan apapun. Dia sudah terbawa semangat Hans dan tidak bisa menutupi gairahnya. Bagian bawah tubuhnya mengkhianatinya dengan brutal.

'B*ngk*! si*l*n!' makinya dalam hati. Sekarang Hans sudah melihat cinta dan hasratnya, tidak ada jalan kembali lagi. Dan benar saja, senyum Hans terlihat makin cemerlang sementara dia sendiri ingin bersembunyi.

"Di sini sempit." kata Hans pelan kemudian membopong Dika ke kamar. Setelah Dika ada di tangannya dan berat yang seharusnya diangkatnya terasa berbeda dibanding setahun yang lalu, Hans berkomentar.

"Ka, lu kurusan sekarang." katanya agak terkejut.

"Mm." sahut Dika tanpa kata. Dia memang lebih kurus namun tidak kentara. Dia tidak tertarik menjelaskan apapun sehingga menyahuti segitu saja.

"Nanti kita main ke Taiwan lagi. Kita bisa beli makanan yang belum sempat kita coba. Kita akan bawa fotografer jadi lu bisa ambil foto sepuasnya." kata Hans mulai membayangkan masa depan karena yakin kekasihnya sudah menerimanya lagi. Rasa percaya diri itu membuat Dika ingin protes tapi dia tidak bisa mengatakan apapun karena tidak membenci rencana itu.

Sebaliknya, rencana Hans itu membuat Dika mulai tergoda membayangkan hal-hal indah. Dia tiba-tiba ingat pada dokumen kewarganegaraan Taiwan yang dia simpan rapi di salah satu lacinya. Setelah melarikan diri dari Indonesia, dia mencari agen untuk mendapatkan dokumen itu kembali. Sampai sekarang pun dia masih belum bisa melupakan harapannya dan tetap saja ingin dokumen itu selalu bersamanya.

"Nanti lu ngga boleh protes kalau gue jadi gendut." kata Dika setengah berbisik.

"Gue ngga pernah protes." sahut Hans. "Asal lu tahu, gue juga udah punya kewarganegaraan Taiwan. Nanti kita akan punya sertifikat yang lu mau itu." lanjutnya.

Dika tidak menyahuti lagi namun dia menjatuhkan keningnya di dada kekasihnya. Masa depan yang dia inginkan terasa begitu dekat. Karena terasa dekat, logikanya tidak punya hak bicara lagi. Malam ini hatinya ingin tenggelam dalam mimpi indah.

Hans menurunkan Dika di atas tempat tidur dengan perlahan kemudian mencium bibir kekasihnya dengan ciuman yang membangkitkan nafsu. Lidah mereka terkait erat dan Hans mulai serius menggunakan tangannya.

***

Catatan:

Lagu inspirasi: Love Me Back - Mondays

Burung Dalam Sangkar (BxB) [End-Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang