88. Masa Lalu

198 23 6
                                    

Langit malam Madrid terlihat sumringah meskipun gelap. Di luar, masih banyak orang yang berpesta dan sebagian dari mereka sepertinya mabuk. Melihat orang-orang mabuk yang terlihat bahagia itu, Hans tergoda untuk menyentuh alkohol. Namun, setiap keinginan itu muncul, dia ingat pada betapa tidak kerennya Lukas yang meracau jika mabuk sehingga keinginan itu langsung terhapus.

Di tangannya, Hans mengusap-usap action figure Airutia yang terus menemaninya hingga sekarang. Benda itu memberinya kehangatan karena dia seperti ditemani kehadiran Dika. Selama merenung, dia ingat kedekatan mereka sebagai sahabat dulu. Mereka bahkan bisa membuka kunci ponsel satu sama lain tanpa ijin, keluar masuk rumah satu sama lain seakan rumah sendiri, serta berkomunikasi begitu pendek sehingga hanya bisa dipahami mereka berdua saja.

Lebih lanjut, mereka belajar saling mencintai di tengah pendewasaan. Hans belajar mengisi hatinya dengan satu orang saja sementara Dika belajar mendekat tanpa rasa khawatir. Semua proses itu dijalani tanpa kesulitan seakan takdir mereka berjalan halus tanpa sandungan. Saat itu Hans sangat bahagia seakan dunianya tanpa cela.

Sayangnya, suatu hari Hans diingatkan akan pernikahan. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa terlihat indah di matanya. Baginya pernikahan adalah pengorbanan untuk anak-anak yang akan lahir di masa depan. Karena dia mendefinisikannya seperti itu, hal itulah yang didapat. Sandungan hubungannya dengan kekasihnya akhirnya muncul dan mereka mengorbankan kebahagiaan mereka. Namun, pengorbanan itu ternyata tidak berarti sama sekali. Ternyata menikah tanpa cinta memang hanya akan mendatangkan kekecewaan.

"Lebih baik lu nyebelin sama orang lain daripada nyebelin sama pacar lu sendiri."

Kata-kata Renata yang diucapkan entah berapa kali itu akhirnya terngiang di telinga Hans. Mungkin dia memang tidak seharusnya menjadi egois hanya karena Dika begitu pengertian dan begitu mencintainya. Mungkin anak-anaknya memang tidak membutuhkan pengorbanan apapun darinya. Dia saja yang berpikir terlalu jauh karena ingin Farrel mengorbankan pernikahannya dengan Lukas demi anak-anak yang terlanjur lahir.

Sayangnya, tidak ada yang bisa mengubah masa lalu. Ketika terlanjur membuat kesalahan, bekasnya akan terbawa meskipun masa itu telah terlewati. Tidak ada jalan kembali dan hati yang sudah patah tidak akan kembali seperti semula lagi.

Dengan putus asa karena kesimpulan yang diperoleh makin lama makin membuat depresi, Hans mengambil ponselnya untuk menghubungi Dika. Meskipun beberapa tahun terakhir telefonnya tidak pernah diangkat dan hanya digunakan sebagai alarm pemberitahuan, Hans merasa bisa mengobati sedikit kerinduannya dengan mendengarkan bunyi tut dari nada tunggu seakan-akan Dika akan menjawab. Melihat betapa menyedihkannya dirinya sekarang, Hans hanya bisa menyandarkan punggung dengan pasrah.

***

Melihat langit malam yang sama, Dika memaki dirinya lagi. Dia tahu kebiasaan seperti ini bukanlah kebiasaan yang baik. Namun, bagaimana mungkin dia tidak memaki dirinya yang kembali merindukan kekasihnya yang seharusnya dia lupakan? Setelah kemarahannya memudar kemudian kesedihannya berkurang, dia malah mengingat bagaimana Hans menyentuhnya dengan kasih sayang.

Gara-gara mengingat semua hal indah tentang kebersamaan mereka, dadanya terasa hampa dan kerinduannya tidak terbendung. Jika begini, dia tidak akan tahu apa yang terjadi di dalam dirinya dan gejolak apa yang sedang mendera perasaannya. Dia akan menerawang jauh dan berada di ruang waktu misterius. Setelah menyadari kalau hal-hal indah itu hanya fatamorgana memori, kesedihan di hatinya akan menyeruak lebih ganas dibanding sebelumnya.

Lingkaran setan ini tidak pernah berhenti. Itulah kenapa selama setahun ini dia sibuk melarikan diri dari kesedihan, mengenang hal indah, kemudian mendapatkan kesedihan baru yang lebih besar.

Ditambah dengan apa yang terjadi tadi di apartemen Hans, Dika makin terjerumus sehingga dia merasa terjebak. Cinta di hatinya kembali menjebaknya ke dalam lingkaran harapan dan ketakutan yang tidak punya penyelesaian. Cintanya begitu kuat namun rasa putus asanya juga sama kuat. Kurungan tak terlihat ini lebih menjerat dibandingkan sangkar raksasa yang dibuat Hans dulu. Dia tidak pernah bisa keluar dari badai emosi ini. Pada akhirnya, jiwanya menjadi begitu kelelahan karena terombang-ambing dua perasaan berlawanan.

Semua itu akibat dia terlanjur jatuh cinta dengan tidak berdaya.

Itu karena dia tidak bisa memilih dengan siapa dia seharusnya jatuh cinta.

Meskipun sedari awal pikirannya tahu kalau Hans akan membawa sakit hati, dia tidak bisa memaksa hatinya untuk berhenti mencintai playboy itu. Bahkan setelah perjalanan naik turun yang panjang, kehadiran Hans masih melekat di dirinya. Melihat kondisinya ini, Dika menyadari kalau dia yang sekarang dan dia belasan tahun yang lalu tidak jauh berbeda. Keduanya terjerumus hal yang sama.

Malam semakin larut namun Dika masih pada posisinya menekuk lutut di atas sofa. Kelelahan akhirnya menguasainya sehingga dia kembali mengkhayalkan sesuatu yang sebaiknya tidak diharapkan. Seakan Hans yang setia padanya ada di sisinya, Dika mulai melihat bayangan kekasihnya yang menyentuh rambutnya dengan lembut kemudian mencium kepalanya. Dia juga mengenang kekasihnya yang tidak pernah bisa kasar sama sekali. Meskipun dimaki, Hans tidak pernah membalas makian Dika. Meskipun dipukul atau dilempari barang, kekasihnya hanya menerima itu tanpa membalas sama sekali. Kepadanya, Hans hanya memberi perlakuan terbaik.

Perlahan-lahan, banyak kebaikan yang Dika lihat dan hati kecilnya mulai teracuni keserakahan. Hati goblok itu mulai berpendapat kalau tidak ada salahnya memulai semuanya lagi. Toh kekasihnya itu sudah berjanji akan memberikan apapun. Hans juga sangat berusaha dan terlihat tidak bisa hidup jika Dika tidak kembali. Kalau begitu, dia akan keluar dari dilemanya dan memiliki orang yang diharapkannya selama ini. Kalau sudah begini semuanya akan happy ending kan?

Namun, setelah kewarasannya menendang kebodohan perasaannya dan muncul dengan logika, Dika langsung menampar dirinya. Logika itu mengingatkan kalau banyak plot twist yang terjadi ketika dia mengira kebahagiaan itu sudah dekat. Jangan terlena dan selalulah berhati-hati! Dia tidak akan sanggup lagi mengalami plot twist yang berat seperti ketika Hans menolaknya karena yang akan dinikahi kekasihnya harus perempuan. Harapan akan happy ending itu begitu absurd sehingga sebaiknya dihapuskan saja. Pada akhirnya tidak ada kemajuan apapun yang mengurai lingkaran setan yang membelenggunya sehingga Dika hanya bisa menenggelamkan wajah di lutut.

Di tengah dilema itu, suara telefon mengganggu telinga Dika dan mengurangi kekacauan pikirannya. Sayangnya dia sedang memasuki ronde dua dari usaha memaki dirinya sehingga telefon itu tidak langsung ditanggapi. Setelah puas memarahi dirinya dan menjulurkan tangan ke arah ponsel, ponselnya sudah berhenti berdering.

Diapun akhitnya hanya menghela nafas panjang dan menarik tangannya kembali. Jika penting, orang itu akan menelefon lagi sehingga dia tidak berusaha menelefon balik. Dia malah merebahkan badan di sofa dan bersiap memulai ronde ke tiga caci maki. Syukurnya telefon kembali berdering sehingga dirinya menyelamatkan dirinya dari makian. Dia mengambil ponselnya dengan malas dan langsung meletakkan di telinga.

"Holla." sapanya begitu mengangkat telefon. Karena yang menelefon kebanyakan adalah teman-teman barunya di Madrid, Dika terbiasa menggunakan sapaan Spanyol.

Namun sapaan itu tidak dibalas dalam waktu lama. Orang di seberang diam saja sehingga hanya terdengar suara latar belakang.

"Holla. Kalau tidak menjawab akan aku tutup." kata Dika lagi. Setelah itu barulah sebuah jawaban terdengar. Suara familiar yang menjawab membuat Dika menyesal tidak melihat siapa yang menelefon terlebih dahulu sebelum mengangkat telefon itu.

"Ka, gue kangen." Kata Hans mengguncang lebih jauh perasaan Dika yang sudah kacau.

***

Burung Dalam Sangkar (BxB) [End-Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang