91. Perjuangan Hidup dan Mati

229 26 3
                                    

Pagi terlihat indah ketika cahaya keemasan matahari memasuki ruangan dengan desain minimalis. Di atas tempat tidur berwarna biru donker, dua orang tertidur damai dan memeluk satu sama lain. Setelah semalaman meladeni kekasihnya, Dika tidak sanggup membuka mata meskipun berkas cahaya matahari jatuh di atas kelopak matanya. Dia bahkan tidak tahu kapan dirinya tertidur kemarin.

Ketika matahari sudah meninggi dan jam sudah mendekati waktunya makan siang, Hans perlahan membuka mata dan mendapati kekasihnya terlelap dengan nyaman di tangannya. Setelah ratusan malam, pemandangan ini akhirnya bisa dia lihat lagi. Jauh di lubuk hatinya, Hans sangat terharu dan perasaan itu dia ungkapkan dengan mencium kening Dika cukup lama. Setelah selesai menikmati wajah Dika, dia bangkit tanpa mengganggu kekasihnya. Dia perlu menghubungi butler untuk membawakan makan siang untuk dua orang.

Tak lama setelah Hans keluar kamar dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, Dika terbangun. Begitu membuka mata, dia menghela nafas begitu panjang. Dia sudah benar-benar kembali ke pelukan kekasihnya yang brengsek ini. Dia bahkan menikmati malam mereka kemarin dan hatinya yang kosong mendadak tenang dan damai. Kutukan cinta ini ternyata tidak bisa selesai sehingga kemanapun dia melarikan diri, Hans akan selalu menemukannya. Merubah wujud sekalipun tidak ada gunanya. Kemampuan absurd kekasihnya itu mengingatkannya pada Farrel yang bisa menemukan Lukas di tengah labirin rumit sekalipun. Apa itu genetik?

"Udah bangun?" tanya Hans yang baru kembali. Dia sudah mengenakan pakaiannya yang kemarin dengan wajah terlihat cerah.

"Mm." jawab Dika sambil mengangguk. Pertanyaan itu tidak berguna. Jelas-jelas dia sudah membuka mata lebar. Tidak perlu ditanya lagi apakah dia sudah bangun atau tidak.

Hans mendekat kemudian mencium pipi Dika dengan lembut. Dia terlihat sumringah setelah begitu puas menumpahkan hasratnya yang tersimpan lama kemarin malam. Melihat wajah bergembira itu, Dika menanyakan sesuatu.

"Hans, apa bener lu bakal mengabulkan semua yang gue minta?" tanyanya dengan wajah ragu.

"Iya. Lu bilang aja kalau ada yang lu mau." kata Hans tanpa berpikir.

"Bener?" Dika terlihat masih tidak bisa percaya.

Hans tidak mengatakan apapun namun mengangguk dengan yakin. Melihat keyakinan itu, Dika tersenyum manis dan balas mencium pipi kekasihnya.

"Gue pengen pergi ke suatu tempat. Hari ini kita bisa ke sana kan?" bisik Dika lembut.

"Tentu." jawab Hans senang. Setelah cukup lama berjuang akhirnya kekasihnya membuka diri dan meminta sesuatu dengan cara romantis. Karena itu, Hans merasa di atas awan. Dia merasa kalau harinya akan menjadi sangat indah.

Namun dia salah.

Dika mengajaknya ke Parque de Atracciones untuk mencoba berbagai atraksi ekstrem di situ. Dari jauh saja roller coaster berbagai bentuk, tornado, dan La Lanzadera sudah terlihat. Teriakan penantang semua atraksi itu terdengar nyaring dan Hans merasa seperti diajak memasuki neraka.

"Ka, lu tahu kan kalau gue ngga suka yang kayak gini-gini?" kata Hans memohon belas kasih dari kekasihnya. Dia memang tidak pernah sudi mencoba sesuatu untuk menakut-nakuti dirinya. Meskipun datang karena diajak teman ke tempat seperti ini, dia akan duduk tenang di salah satu bangku taman dan membaca buku. Dia selalu membiarkan semua orang-orang barbar untuk menikmati waktu mereka tanpa mengganggunya. Sementara mereka berteriak ketakutan, Hans akan mempertahankan penampilan coolnya tanpa cela sama sekali.

Sayangnya sejak awal Dika memang berniat untuk membawa kekasihnya ini masuk neraka. Dia mengajak ke sini justru karena tahu kalau Hans membenci semua atraksi itu. Oleh karenanya, Dika tidak akan berbelas kasih.

"Jadi, apa lu ngga bisa memenuhi permintan gue? Padahal gue cuma minta lu nemenin aja. Apa ini artinya kita putus?" kata Dika terlihat begitu kecewa.

Jawaban itu seakan menjadi keputusan final yang tidak bisa diganggu gugat. Dengan titah tegas itu, Hans hanya bisa menjadi pucat sambil menatap tornado yang sedang menyiksa manusia di atas sana. Dia mulai khawatir kalau jantungnya akan berhenti berdetak ketika pulang dari sini.

"Ka, kalau gue mati di sini, nanti ngga ada yang lu ajak nikah." kata Hans mencoba argumen baru.

"Tenang aja, lu bakal selamat. Kalaupun ngga selamat, gue bakal tetap nikah sama lu. Nanti lu bisa diwakilin pake foto." jawab Dika tanpa riak emosi dengan suara bijaksana seperti seorang Budha.

"Ka," kata Hans seraya mendekati kekasihnya kemudian menunjukkan wajah memelas dan puppy eyes. "Gue sayang banget sama lu. Lu sayang sama gue juga kan?" lanjutnya sambil menyentuh kedua pipi Dika.

"Iya. Gue juga sayang. Tapi, lu bilang, lu bakal memenuhi semua permintaan gue. Apa lu mau ingkar janji? Apa cuma segitu rasa sayang lu sama gue?" kata Dika yang juga menunjukkan wajah pilu.

Hans tidak punya ide untuk menyelamatkan diri lagi. Pada akhirnya dia tetap diseret masuk dan mencoba semua atraksi-atraksi bertanda merah untuk memenuhi kemauan kekasihnya. Dia seperti tahanan yang menunggu hukuman gantung ketika mereka memasuki antrian. Saat itu dia baru merasakan apa yang dimaksud dengan 'sulit membuat seseorang jatuh cinta'. Perjuangan ini seperti perjuangan hidup dan mati.

***

Silas sedang bergembira meskipun ekspresinya tidak mengungkapkan itu sama sekali. Sebentar lagi dia bisa meninggalkan Spanyol dan kembali ke Indonesia. Bukan hanya itu, setelah satu misi selesai, dia biasanya akan mendapat libur cukup lama dan liburan itu akan dia gunakan untuk pergi mendaki. Yang paling penting, dia tidak perlu berurusan dengan semua mafia sinting di bawah kepemimpinan Javier.

Dengan emosi positif, Silas merapikan semua barang-barangnya dan menunggu kabar dari Alfi yang menyiapkan jet pribadi untuk pulang. Saking gembiranya, dia bahkan merapikan barang-barang Alfi yang bisa dia rapikan. Dia tidak mau perjalanan itu jadi terlambat hanya karena Alfi belum selesai beres-beres.

Di tengah kesibukan itu, Alfi tiba-tiba datang dan membuka pintu dengan kasar seperti mendapatkan berita darurat.

"Bro, kita perlu tinggal lebih lama. Ada hal urgent." kata Alfi. Ternyata dia memang mendapat berita darurat.

Silas yang tidak suka tinggal lebih lama, langsung protes. "Ada apa lagi?" tanyanya.

"Renata baru aja bikin kesepakatan sama Javier untuk membantu orang itu berontak pada Alvaro. Katanya dia terlanjur nantangin ayahnya dan ga bisa mundur. Jadi, kalau dia ngga berhasil memberontak, dia mungkin bakal dipenjara atau dihukum." jelas Alfi.

"Aku denger juga soal itu. Tapi kenapa kita harus bantu?" Silas masih tidak mau kepulangannya tertunda.

"Itu karena Javier udah setuju jadi sekutu. Makanya kita diminta bantu. Bukan cuma itu sih. Renata bilang, selain membantu, kita juga perlu mengawasi gerak-geriknya Javier dan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang Ruiz." jawab Alfi menjelaskan.

Penjelasan itu menghancurkan hari indah Silas. Dia langsung menjatuhkan apapun yang ada di tangannya. Karena tugas baru tak terduga ini, pupus sudah keinginan Silas untuk pulang cepat.

***

Burung Dalam Sangkar (BxB) [End-Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang