80. Keberuntungan

198 29 3
                                    

Sejumlah bawahan Javier sudah bergerak ke selatan Spanyol dan berkumpul di desa Zahara de la Sierra. Tempat itu adalah titik peradaban terdekat menuju lokasi Maria. Dengan berkurangnya sebagian orang, markas mereka terasa agak sepi. Andres yang cerewet juga pergi. Karena itu, kesunyian makin terasa.

Di ruangan santai, Javier tidur di sofa sambil membalas pesan. Rio duduk di depannya tanpa mengatakan apapun. Dia hanya memperhatikan temannya yang sepertinya sedang bertukar pesan dengan Dika. Senyum Javier itu terlihat jelas seperti senyum orang jatuh cinta.

"Jav, apa kamu ngga merasa kalau kamu sebentar lagi akan putus?" Tanya Rio berusaha menghancurkan senyum ceria di wajah temannya.

"Memangnya kenapa?" Tanya Javier tanpa melirik Rio dan masih sumringah. Tidak ada yang bisa mengganggunya bersenang-senang.

"Ish." Desis Rio dongkol.

"Rio, kalau kamu mau membuatku kesal, bukan gitu caranya." Kata Javier santai. "Dika adalah jimat keberuntunganku jadi aku akan mendukung apapun yang dia mau."

Tidak mau menanggapi, Rio menyesap beernya. Javier tidak salah. Sejak dia terhipnotis lukisan Dika, banyak keberuntungan yang terjadi. Mereka bahkan menemukan Maria yang sudah menghilang bertahun-tahun tanpa jejak. Masalah yang membayangi Javier selama belasan tahun akhirnya menemukan titik terang. Putaran takdir langsung berbalik karena Javier mengikuti panggilan lukisan itu.

Setelah memutar otak beberapa lama, akhirnya Rio menemukan cara untuk menyakiti hati temannya. Dia belum mau berhenti karena sebentar lagi dia akan menghadapi stress. "Jimat keberuntunganmu mungkin akan direbut orang." Kata Rio sambil meletakkan kaleng beer.

"Kamu masih belum menyerah juga. Apa bonus bulan lalu kurang?" Keluh Javier. "Jangan bahas itu lagi. Aku tidak akan menghalangi keinginan orang yang membuatku seberuntung ini." Lanjutnya kemudian meletakkan ponsel di atas meja.

"Aku rasa aku tahu penyebab utama kenapa Atmajati bisa sebesar dan sekokoh sekarang." Kata Javier lagi dengan pandangan menatap langit-langit.

"Karena mereka pandai memanipulasi manusia?" Tanya Rio memastikan.

"Bukan." Tepis Javier singkat. "Itu karena mereka seperti punya mata untuk melihat siapa yang membawa keberuntungan. Mereka selalu jatuh cinta pada seseorang yang memancarkan energi seperti itu. Keberuntungan itu yang mengantarkan mereka mencapai apa yang mereka inginkan."

***

"Semuanya akan baik-baik saja. Ditambah dengan Renata yang mengirimkan tim terbaik yang dia punya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Jawab Javier atas pesan yang Dika kirim.

Setelah mendapat jawaban itu, Dika merasa sedikit lebih tenang namun kecemasannya belum sepenuhnya lenyap. Bagaimanapun banyak hal bisa terjadi. Sayangnya dia tidak bisa mengambil peran apapun dan hanya bisa percaya dan berdoa.

Di apartemennya yang hanya ditemani suara kendaraan di jalan, Dika mengambil buku sketsa dan mulai mencari inspirasi tentang lukisan apa yang bisa dia berikan pada manusia serampangan yang menjadi orang terdekat dengannya selama setahun ini. Banyak hal yang bisa dia gambarkan tentang Javier namun sampai sekarang dia belum menemukan inti utama dari kehidupan orang itu. Sudah banyak lembar sketsa yang dihabiskan namun Dika belum bisa memulai lukisannya.

Karena tidak pernah melihat Javier melakukan pekerjaannya, Dika hanya tahu sisi Javier yang ceria, tidak tersentuh penderitaan, dan tulus. Meskipun bawahannya tidak terlihat memberi hormat padanya, Javier tetap santai dan tidak terusik. Namun, ketika dibutuhkan, mereka akan bekerja sepenuh hati untuk boss mereka itu.

Dengan buku sketsa di tangannya, Dika terdiam sambil mengingat-ingat interaksinya dengan Javier. Setiap mengingat orang itu, dia selalu merasakan kehangatan yang tidak bisa ditolak. Orang lain mungkin mengatakan Javier berdarah dingin namun di mata Dika berbeda. Javier seperti roh musim panas yang tidak terkendali, bergerak bebas sesuka hati, dan menyilaukan. Jika harus memberinya satu frasa yang menjadi sumber kehangatan itu, Dika akan memilih kasih sayang. Di hadapannya Javier selalu memancarkan kasih sayang tanpa syarat.

Setelah mendapatkan inspirasi itu, Dika membuka buku sketsanya dan mulai menggambar. Dia akan memilih objek yang memancarkan cinta tanpa syarat ke dunia ini. Tidak peduli sebusuk apapun manusia di luar sana, ada satu objek yang akan selalu sumringah dalam keadaan apapun.

***

Tim Silas adalah kartu trump yang akan digunakan terakhir sehingga yang akan maju pertama kali adalah tim Andres dan tim Fay. Melihat rencana itu, Andres langsung berkeinginan untuk keluar dari kekuasaan Javier. Kenapa selalu dia yang ada di garda depan? Gara-gara nasibnya, dia mulai menyesali perbuatannya berusaha membully Javier dulu. Hari itu dia pasti sedang diikuti Dewa Kesialan sehingga keberuntungan seumur hidupnya lenyap dalam sekejap.

Karena frustasi, dia akhirnya merayu Fay di sebelahnya. "Fay, gimana kalau kamu lupakan Javier dan pacaran denganku saja. Tenang aja, kamu mungkin cuma perlu pacaran denganku beberapa malam karena aku mungkin mati di misi ini." Kata Andres yang sudah setengah mabuk.

"Aku ngga percaya. Kecoak sepertimu tetap hidup meskipun disuruh mati berkali-kali. Selain itu aku ngga tertarik. Daripada kamu, aku lebih suka orang yang itu." Jawab Fay. Dia menunjuk ke arah Silas yang duduk seorang diri di tempat yang paling sepi dan gelap.

Andres mengikuti arah jari Fay kemudian memperhatikan profil Silas. Tanpa memperhatikan dengan serius, dia sudah mendapatkan sebuah informasi penting. Dengan wajah yakin dia menoleh ke arah Fay lagi. "Jangan pikirkan dia. Dia pasti gay."

"Darimana kamu tahu?" Tanya Fay tidak terima.

"Karena semua cowok yang kamu suka selalu gay. Kita bisa cek semuanya kalau ngga percaya." Kata Andres yakin. Keberuntungan aneh Fay sepertinya sudah menjadikan perempuan ini gay detector. Kesialannya dalam urusan cinta sama absurd dengan keberuntungannya menghindari kematian.

"Apa aku sesial itu?" Kata Fay mempertanyakan nasibnya. Dia memang tidak percaya. Karena tidak percaya, dia meletakkan gelasnya dan berjalan ke arah Silas.

Melihat Fay yang gusar, Andres tidak mau menoleh ke arah perempuan itu lagi. Dia tidak mau melihat Fay menggoda laki-laki di depan publik. Hal seperti itu terlalu sering dilihatnya sehingga dia sudah bosan. Di samping itu, tidak ada yang bisa dilihat juga. Meskipun Fay sangat cantik, dia hanya tertarik menggerayangi laki-laki yang tidak menyukai perempuan. Kalau seperti itu, tak lama lagi Andres akan didatangi Fay dengan wajah kecewa. Sayang sekali wajah cantik dan tubuh molek itu tidak pernah ada yang berhasil menyentuh karena kesialan itu.

Benar saja, sepuluh menit kemudian Fay kembali ke tempat duduknya dengan wajah frustasi.

"Jadi, sekarang apa kamu sudah yakin?" Tanya Andres.

"Aku ngga percaya dia membawa pisau lipat dan hampir memotong leherku." Kata Fay terpana. Dia belum benar-benar mendengar pertanyaan Andres. Rasa takut karena berada di ujung kematian masih menghantuinya.

Karena Fay terlihat kalut, Andres melingkarkan tangan di pundak gadis itu. Ini kesempatan. Dia perlu memanfaatkannya dengan baik.

"Gimana kalau mempertimbangkanku aja. Cinta bisa dipelajari. Kamu ngga perlu menyiksa diri dengan menyukai laki-laki yang ngga menyukaimu." Bisik Andres di telinga temannya itu.

"Ngga. Kamu bukan tipeku." Tolak Fay tanpa berpikir.

***

Burung Dalam Sangkar (BxB) [End-Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang