102. Kepedulian

222 26 8
                                    

Di mata Hans, Lukas adalah orang yang tidak banyak bicara dan penuh misteri. Dia tidak pernah tahu bagaimana ayahnya menjadi sangat dekat dengan orang itu maupun apa yang orang itu pikirkan. Yang lebih aneh adalah kenapa Renata sangat menempel pada Lukas sementara sifat mereka berlawanan.

Meskipun tidak tahu banyak tentang Lukas, ketika kecil, Hans merasa Lukas adalah orang yang lembut dan toleran. Orang itu tidak terlihat marah atau terganggu menghadapi rengekan Renata maupun kenakalan Si Kembar yang menyebalkan. Karenanya, ketika mengetahui hubungan Farrel dan Lukas, dia kecewa. Sikap baik itu mungkin hanya kamuflase untuk merebut hati ayahnya. Jika Lukas benar-benar peduli, harusnya orang itu tidak akan membiarkan empat orang anak kehilangan keluarga yang utuh.

"Keluarga itu bukan masalah utuh atau tidak utuh, yang terpenting kalian utuh mendapat kasih sayang kedua orang tua. Ayah tidak perlu mengorbankan orang yang ayah cintai untuk mewujudkan itu." Kata Farrel ketika menerima kritik dari Hans. Sesekali ayahnya itu akan bercerita tentang Lukas ketika memberikan les sehingga ada masanya Hans tidak betah dan mengajukan kritik.

Sayangnya ayahnya itu selalu punya jawaban sehingga Hans berhenti protes dan kesal dalam diam. Bagaimanapun saat itu dia masih tidak setuju. Dia merasa seseorang yang mampu menguasai Underworld pasti memiliki kecerdasan yang tidak biasa. Terlebih lagi, Johan dan Theo sekalipun tidak mampu mengalahkan orang itu. Untuk orang sepintar itu, memalsukan kepedulian bukanlah hal sulit. Bisa saja semua orang tertipu.

Lihat saja, bukankah Lukas sudah jelas bisa menjadi iblis sekaligus suami yang penuh cinta? Tidak mungkin seseorang bisa yakin jika Lukas benar peduli atau tidak.

Jawaban atas kecurigaan bertahun-tahun itu baru muncul setelah Dika memperlihatkan sepasang cincin pernikahan di hadapan Hans.

"Ayah dan papa lu sudah merestui kita." Kata Dika. "Katanya, semoga ini bisa mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin." Lanjut kekasihnya.

Hans perlu waktu lama untuk mencerna makna dari apa yang muncul di hadapannya. Sejak lama, diapun tahu keanehan Lukas yang seringkali memahami banyak hal tidak terduga. Sebagian besar pengetahuannya tentang Lukas berasal dari kesombongan kakaknya dan keluhan Si Kembar. Seperti boneka matrioska, ada saja sisi baru Lukas yang dia dengar setiap membongkar lebih dalam. Sekarang orang itu bahkan tahu hubungannya dengan kekasihnya yang dia rahasiakan dengan rapi. Ini mengagumkan sekaligus mengerikan.

"Darimana lu dapat ini?" Tanya Hans.

"Dari Renata. Dititipkan langsung oleh papa lu."

"Ternyata dia benar tahu." Gumam Hans sambil mengambil salah satu cincin. Cincin itu terukirkan nama Farrel di lingkaran dalam. Ini adalah cincin yang baru ditemukan setelah Lukas mengobrak-abrik belasan katalog dan meneliti puluhan desain. Meskipun ayahnya hanya memanggil desainer terbaik, tetap saja butuh waktu lama untuk memuaskan Lukas yang memimpikan cincin terbaik untuk pernikahannya.

Dengan banyaknya cerita yang dia dengar, Hans lebih tahu daripada Dika kalau sepasang cincin ini adalah benda terpenting yang Lukas miliki. Bukan hanya penting, Lukas sepertinya merasa cincin itu adalah kehidupan untuknya. Sekarang benda terpenting dan paling disayang itu malah diberikan pada kekasihnya untuk memberkati dan menyelamat hubungan mereka. Ini tidak Hans sangka sama sekali. Rasanya dia akan lebih percaya kalau Lukas akan membawa benda itu menemani peristirahatan abadi bersama ayahnya.

Benda tak ternilai ini seperti menjadi saksi kalau tidak ada kebohongan dalam perhatian Lukas untuk Hans. Orang itu bahkan mau menyerahkan benda ini untuk menyelamatkan anak tiri yang selama ini membencinya. Tanpa berdaya, kecurigaan Hans tidak bisa tersisa lagi.

"Dia ternyata benar peduli." Kata Hans setelah memandangi cincin di tangannya dalam waktu lama.

"Iya. Papa lu itu peduli. Makanya lu sebaiknya berhenti berpikiran buruk. Kalau bukan karena restu ini, gue ngga akan mengubah keputusan gue." Sahut Dika.

"Jadi selama ini gue salah tentang segalanya?" Kata Hans yang sekarang mempertanyakan dirinya sendiri.

"Berapa kali gue bilang kalau ayah dan papa lu itu udah berusaha keras? Lu aja yang ngga bisa melihat itu karena lu kelewat marah sama mereka. Kalau gini, bukannya lu sendiri yang sebenarnya menyiksa diri?" Kata Dika mencerca kekasihnya. Kekasihnya yang keras kepala ini benar-benar sulit untuk dinasehati. Membutuhkan waktu bertahun-tahun dan banyak cobaan sebelum Hans bisa paham satu fakta penting.

"Iya, gue salah." Sahut Hans pasrah. Dia tiba-tiba ingat lagi pada muffin yang dikirimkan setiap ulang tahunnya. Setelah direnungi lagi, kehangatan kepedulian di dalam kue itu sebenarnya terasa jelas sehingga Hans tidak pernah bisa menolaknya. Memori itu membuat Hans mengerjap beberapa kali kemudian menghela nafas. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan.

Dia kemudian mengambil tangan kiri Dika untuk mencoba memakaikan cincin itu di jari manis kekasihnya. Begitu dipakai, cincin itu sedikit longgar namun masih bisa digunakan.

"Ka, lu perlu gendutan dikit sebelum kita nikah nanti, biar cincinnya pas." Ujar Hans.

Dika tidak menyahuti itu dan hanya menyentuh pipi kekasihnya. Mata obsidian Hans terlihat berkaca-kaca dan merindukan seseorang sehingga Dika tidak mau membuat kekasihnya semakin pilu.

***

Malam penuh kekacauan dan darah akhirnya berakhir. Silas menghela nafas lega dan berjalan seorang diri melewati gang kecil menuju tempat pertemuan. Semua bawahannya menggunakan jalur lain yang lebih cepat sementara dirinya yang perlu membereskan orang spesial, perlu melalui jalur ini.

Di tengah sunyi dan kegelapan, suara tembakan tiba-tiba terdengar dan tangannya ditarik seseorang dengan paksa. Dalam waktu singkat, dia seperti menghindari kematian dan jatuh ke pelukan seseorang. Orang yang memeluknya itu kemudian mengangkat senjata api dan menembak. Dengan tembakan itu, orang yang tadi berusaha membunuhnya, jatuh ke tanah.

"Sepertinya aku menyelamatkan nyawamu lagi. Kamu terlalu banyak membuat orang kesal." Bisik sebuah suara maskulin langsung di telinga Silas.

Suara familiar itu membuat Silas merinding. Dia mengenal suara ini dengan baik karena sebulan terakhir banyak diganggu oleh suara yang sama. Bukan hanya itu, pemilik suara ini juga banyak mencari kesempatan untuk menyentuhnya lewat latihan bela diri, ketidaksengajaan maupun kesengajaan yang terbuka. Gara-gara itu tubuh orang ini menjadi begitu dia kenali.

"Jav, lepaskan." perintah Silas dingin meskipun belum melihat wajah orang yang memeluknya karena ketiadaan cahaya.

"Kesempatan ini sangat langka. Apa kamu pikir aku akan melepaskanmu dengan mudah?" jawab Javier yang malah mengeratkan pelukannya. Gara-gara itu, Silas bahkan merasakan sesuatu yang berdenyut kemudian mengeras dari bagian tubuh bawah orang yang mengambil kesempatan dengan cara curang ini. Benar-benar menjengkelkan. Sekarang Javier bahkan tidak berusaha menyembunyikan keinginan untuk menyeretnya ke atas ranjang.

"Aku tidak akan meladenimu. Sudah kubilang aku hanya menjadi top jadi jangan mengejarku." kata Silas jengkel dan berusaha lepas. Sayangnya Javier lebih kuat sehingga dia kesulitan.

"Gimana kalau mencoba pengalaman baru? Kamu mungkin menyukainya." balas Javier.

"Jangan membuatku semakin bernafsu untuk membunuhmu."

"Coba saja kalau bisa."

***

Burung Dalam Sangkar (BxB) [End-Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang