08. Sahabat Masa Kecil 4

391 46 0
                                    

Lebih dari seminggu berlalu sejak pernyataan cinta Dika untuk Hans. Selama periode itu, Renata berhasil menyeretnya untuk membuatkan PR fisika sehingga Dika terpaksa bertemu juga dengan orang yang dia tembak itu. Ketika bertemu, keduanya sama-sama tidak tahu harus berbuat apa sehingga mereka akhirnya hanya diam tanpa mengucapkan salam apapun. Hal itu mengundang tanda tanya Renata.

"Ka, lu lagi marahan sama Hans ya?"

"Ngga." Jawab Dika singkat tanpa memberi penjelasan.

"Terus kenapa kalian diem-dieman gitu?" Cecar Renata yang penasaran.

"Ngga ada apa-apa. Please jangan nanya." Kata Dika. Dia takut membocorkan apa yang sudah dia lakukan. Kalau begitu, bagaimana tanggapan Renata nanti?

Setelah periode seminggu itu, Dika tidak kuat lagi. Karena Hans mengabaikannya, dia merasa seperti dibuang. Karena itu, dia akhirnya mendatangi kelas Hans dan menagih jawaban. "Hans bisa ngga lu kasi gue jawaban sekarang?"

Dia tidak mau masalah ini berlarut-larut dan hubungan mereka malah semakin kacau. Lebih baik dia segera ditolak dan memperbaiki semuanya.

Melihat kedatangan Dika, Hans tidak bisa menanggapi banyak dan menatap mata cokelat temannya dengan pandangan ragu. Karena didesak, dia akhirnya mengambil keputusan dan mengajak Dika ke sebuah kafe setelah pulang sekolah. Mau tak mau, Hans menerima kerusakan persahabatan mereka dan mengemukakan jawaban.

"Jujur gue ngga tahu mesti jawab apa." Kata Hans memulai perbincangan. Dia sebenarnya masih kecewa atas kerusakan yang terjadi. Meskipun begitu, dia tidak bisa mengabaikan Dika. Hans tidak punya banyak teman dan Dika adalah yang paling dekat sehingga ini menjadi menyakitkan.

"Kalo lu suka ya lu terima, kalo ngga, jangan. Ngga ribet kan?" Dika menjawab pasrah karena semuanya sudah terlanjur terjadi. Dia hanya bisa menatap Hans untuk melihat reaksi sahabatnya itu.

"Gue ngga ngerti mesti ngapain sama cowok. Gimana ceritanya lu bisa yakin kalo lu suka sama gue?" Hans masih merasa logikanya tidak bisa menerima ini. Dia bahkan sempat mencari tahu online dan malah makin tersesat.

"Ya sama aja dengan yang lu lakuin sama cewek. Gue yakin gue suka sama lu karena sering mimpiin lu." Jawab Dika. 'Please jangan tanya mimpi apa.' Tambahnya dalam hati. Dia tidak mau membuka rahasia gelapnya lebih jauh dari ini.

"Oke kalo lu yakin. Tapi jangan menyesal kalau gue bikin lu sakit hati. Lu tahu gue orangnya gimana." Kata Hans yang sudah memutuskan. Dia akan mencoba ini. Ketika tidak ada informasi yang mencerahkannya, satu-satunya yang bisa dilakukan hanya mencoba.

Setelah berpikir berhari-hari, dia menyadari satu hal. Dia tidak merasa jijik ketika membayangkan melakukan hal-hal romantis dengan sahabatnya itu. Dengan wajah oval Dika yang menyenangkan dilihat mata, ditambah bibir penuh dan kelopak mata tegas, hubungan itu terasa memungkinkan. Masalahnya cuma satu, meskipun menjalin hubungan ini, Hans tidak berniat untuk mengurangi petualangannya. Bagaimana kalau Dika menjadi cerewet dan tidak terima? Apa yang harus dilakukan? Melupakan persahabatan mereka juga? Hans tidak mau itu terjadi.

"Gue bakal terima semuanya." Jawab Dika. Karena tidak punya jalan kembali, dia hanya bisa menerima ini. Dia sudah terlalu menyukai Hans sehingga bisa menerima apapun. Karena perasaan ini tidak hilang juga meskipun sudah tahu Hans seperti apa, Dika akan terus melanjutkan.

"Gue coba. Tapi kalau gue ngga suka, gue bakal berhenti. Ngga apa-apa kan kalau gitu?" Kata Hans menambahkan. Dika mengangguk.

Setelah kesepakatan itu, Dika tiba-tiba melihat sisi Hans yang tidak pernah dilihatnya ketika mereka hanya berteman. Hans yang biasanya tenang dan pengertian, kini terlihat tajam dengan ekspresi yang sepertinya menginginkan terjadinya hal-hal buruk. Sepasang mata obsidiannya menatap wajah Dika dengan pandangan yang seakan menyentuh secara langsung. Mau tak mau badan Dika seperti memanas ketika dipandangi seperti itu.

"Di rumah lu, ada siapa aja sekarang?" Tanya Hans.

Dika yang tertegun atas pertanyaan itu menjawab, "Ngga ada siapa-siapa. Cuma ada pembantu."

Jawaban itu membuat kilat mata Hans menajam seakan-akan ingin melahap Dika hidup-hidup. Sisi Hans itu membuat detak jantung Dika berantakan. Namun dia hanya bisa menelan ludah dan pasrah.

Dan benar saja, Hans berkunjung ke rumahnya. Ketika sampai, dia langsung memegang tangan Dika dan mengajak teman yang kini pacarnya itu masuk kamar. Setelah mengunci pintu, sifat dominan Hans menyeruak ke permukaan. Dia melingkarkan satu tangan di pinggang Dika dan memegang pipi Dika dengan tangan yang lain. Jempolnya menyentuh bibir Dika yang kemerahan.

"Hans.." panggil Dika dengan suara bergetar. Dia mulai takut akan apa yang Hans ingin lakukan padanya. Dika yang belum pernah pacaran tidak paham isi otak seorang playboy yang sudah banyak pengalaman. Saking mengejutkannya sisi Hans itu, Dika tidak bisa bergerak karena tidak pernah menghadapi Hans yang ini.

"Sst! Diam." potong Hans. Tanpa banyak bicara, dia merekatkan bibirnya dan bibir Dika, membuat kepala Dika yang masih lugu, seperti meledak. Lidah Hans menyusup di antara bibir kekasihnya, meminta Dika membuka mulut. Sentuhan menggelitik itu membuat Dika patuh dan mengijinkan Hans melakukan apapun. Sikap pasrah itu membawakan pengalaman baru.

Ciuman mendalam Hans membuat Dika melayang. Dika merasa kakinya begitu ringan sehingga seperti tidak menapak di atas tanah. Perlahan-lahan dia belajar membalas ciuman itu dan merasakan kelembutan lidah mereka yang mengikat satu sama lain. Keduanya tidak mau melepaskan pasangannya dan saling memeluk erat. Di tengah ciuman itu, Dika mencium aroma mata air yang menyegarkan. Tubuh Hans di dalam pelukannya menenangkan hatinya yang kalut selama beberapa hari terakhir.

Setelah tidak sanggup bernafas, Dika melepaskan bibirnya. Dengan nafas masih memburu, dia menatap mata obsidian Hans yang kini terlihat mengandung kilau lembut. Karena orang yang dicintai akhirnya membalas perasaannya, diam-diam Dika sangat bahagia. Saking bahagianya dia tidak bisa mengungkapkan apapun. Dia hanya bisa menatap Hans tanpa kata namun penuh hasrat.

"Gimana? Apa lu udah seneng sekarang?" Tanya Hans sambil menyisir rambut Dika dengan lembut.

Pertanyaan itu membuat pipi Dika memanas. Jawabannya tentu saja iya tapi entah kenapa pita suaranya seperti tercekat. Jantungnya masih berdetak kencang dan hatinya seperti disentuh sesuatu yang halus.

Melihat Dika yang tersipu-sipu, Hans tidak menuntut jawaban. Dia mencium kening kekasihnya dan memeluk semakin erat. "Ternyata gue suka dengan ini. Bisa kita lanjutkan." Katanya setelah melepaskan ciuman.

Hari itu hubungan mereka dimulai. Karena mengenal dunia baru, Hans akhirnya mengenali keunikan hubungan ayahnya dengan Lukas. Diapun akhirnya mengetahui cerita lengkap asmara dua orang itu sebelum waktunya dan menjadi murka karenanya. Dika sendiri tidak tahu kalau kehadirannya menyulut percekcokan antara Hans dan keluarganya. Dia hanya jatuh cinta begitu dalam pada sahabatnya itu. Sayangnya cinta itu mengharuskannya terseret ke dalam dilema yang dihadapi kekasihnya dan dia harus masuk ke pusaran emosi yang mematikan.

End of memory
***

Burung Dalam Sangkar (BxB) [End-Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang