86. Invasi dan Penyelamatan 3

187 24 1
                                    

Seminggu yang lalu.

"Jadi, apa ini artinya kita sudah berteman Jav?" Tanya Renata setelah menjelaskan kalau dia akan membantu. Senyumnya terlihat ramah di layar kaca seakan-akan dia tidak pernah mengatakan kalau dia akan memotong leher Javier dan bawahannya setahun yang lalu.

"Kita hanya bekerja sama. Aku tidak yakin jika berteman denganku menjadi sesuatu yang baik untukmu." Jawab Javier atas antusiasme Renata. Dia perlu hati-hati atas jerat orang ini. Untung saja Dika sudah memperingatinya sehingga dia sudah mempersiapkan batin.

"Tentu ngga masalah. Aku senang berteman dengan siapapun dan punya banyak teman di Eropa. Di Spanyol sendiri aku kenal cukup banyak orang meskipun tidak sebanyak teman-temanku di Jerman dan Italia. Kalau kamu perlu bantuan, teman-temanku di Spanyol bisa membantumu." Kata Renata bersemangat. Matanya terlihat berkilau indah ketika menatap wajah Javier.

"Tapi, ada syaratnya. Jangan ikut campur urusan mereka dan kamu harus menutup mata. Kalau kamu berjanji masalah ini, aku akan memberikan kontak mereka." Lanjut Renata santai sambil membolak-balik dokumen tanpa membaca dengan serius.

"Aku mungkin tidak perlu bantuan teman-temanmu." Sahut Javier karena tidak berniat memakan terlalu banyak umpan.

"Jangan begitu. Semakin banyak kartu yang kita punya, keselamatan kita makin terjamin. Kamu ngga tahu apa yang akan terjadi nanti. Gimana kalau ada ancaman tak terduga yang menghalangi apa yang kamu lakukan? Kamu mungkin dipojokkan. Asal kamu tahu, aku tidak mau orang yang aku bantu mengalami kegagalan. Jadi, aku akan tetap memberimu beberapa teman. Kalau kamu setuju berteman denganku, aku akan memberi tahu lebih banyak." Bujuk Renata yang kemudian memberikan tiga nama dan kata kunci apa yang perlu dikatakan untuk membuat mereka mau diajak bekerjasama.

Melihat nama-nama yang diberikan, Javier merinding. Tiga nama itu adalah nama yang Javier kenal baik. Mereka adalah orang-orang ayahnya. Salah satunya adalah tangan kanan Alvaro yang sangat dipercaya. Ini artinya pengkhianat yang dicari-cari ada begitu dekat dengan Kepala Keluarga Ruiz. Kalau begini, tidak ada yang bisa disembunyikan dari Renata dan Lotus.

"Apa kamu tidak khawatir aku akan memberi tahu ini ke papaku?" Tanya Javier.

Renata menggeleng. Dia tidak khawatir sama sekali. "Kalaupun kamu membocorkan ini, Alvaro akan lebih percaya pada mereka daripada percaya padamu."

Renata benar. Kenyataan ini mengesalkan tapi Renata benar.

"Jav, aku sarankan kamu menyiapkan tempat perlindungan tambahan pada bawahanmu. Kamu tidak tahu bahaya apa yang mengintai mereka ketika kamu berusaha menyelamatkan Maria. Apalagi jika kamu punya papa yang tidak bisa dipercaya." Lanjut Renata dengan nada serius

***

Pertolongan tiga orang itu menjadi sangat berguna sekarang ketika Javier harus menghindar dari kekuasaan ayahnya. Mereka menyediakan tempat yang aman untuk berlindung meskipun tidak membantu lebih jauh. Kalau begini, terlihat jelas oleh Javier kalau dia tidak mungkin bisa menyelamatkan Maria tanpa bantuan Atmajati. Ini membuatnya agak dongkol.

Karena dongkol, sepanjang perjalanan Javier merengut.

"Kenapa wajahmu seperti itu?" teriak Rio di tengah keributan helicopter.

"Aku cuma merasa tidak berguna." Jawabnya.

Dia memang tidak berguna karena langsung lumpuh kalau berhadapan dengan kekuasaan ayahnya. Di depan Alvaro, dia hanya menjadi buruan kecil yang bisa diringkus kapan saja. Tanpa bantuan tiga pengkhianat itu, dia tidak akan bisa menyelamatkan satupun anak buahnya.

Dengan helaan nafas berat, dia ingat lagi atas apa yang dia katakan pada ayahnya beberapa jam yang lalu. Karena emosi, dia akhirnya mengungkapkan kekesalan dan mengatakan kalau dia akan menghancurkan Ruiz. Sekarang setelah pikiran pendeknya sadar akan dampak dari ucapannya, dia dapat melihat kalau di masa depan ayahnya akan memburunya karena murka. Karenanya dia mulai khawatir.

"Rio." Kata Javier dengan suara keras untuk mengalahkan suara helicopter.

"Apa lagi?" Tanya Rio terganggu.

"Kamu harus menolongku!"

"Bencana apa lagi yang kamu buat?" kata Rio tambah jengkel.

"Kita akan keluar dari Ruiz. Aku sudah mengancam ayahku."

Jawaban Javier itu membuat Rio nyari kehilangan konsentrasi. Untung saja dia terlalu terlatih sehingga tidak membuat kesalahan dengan mudah.

"Kalau kamu mau menjelaskan sesuatu yang akan membuatku stress, jelaskan nanti ketika kita sudah mendarat dengan aman. Jangan menggangguku dengan masalah! Apa kamu mau kita berdua jatuh?" Bentak Rio. Dia langsung mengabaikan ocehan temannya itu.

***

Fay yang dipandu orang dalam, sampai paling pertama di ruang lukis Maria. Saat itu Maria sudah menghapus air matanya namun masih terlihat sembap. Melihat penampilan Maria yang mirip dengan Javier, Fay langsung mengenali orang yang dia lihat itu sebagai calon ibu mertuanya. Dia tidak memiliki keraguan sama sekali. Dengan ceria dia mendekat dengan cepat dan memegang kedua pundak Maria.

Dengan wajah berbinar, Fay memberikan kabar baik. "Mama, Javier sebentar lagi datang. Kalian akan segera bertemu." katanya.

Dia bahkan sudah memanggil 'mama' sebelum diijinkan.

Maria yang dikagetkan oleh perempuan asing di depannya, tidak bisa mengatakan apa-apa dan hanya melebarkan mata. "Huh?" Dia belum bisa mencerna informasi yang diberikan padanya.

***

Dengan lancar Silas menembus semua pertahanan dan akhirnya sampai di area teratas. Berdasarkan peta yang dimiliki, setelah membuka pintu terakhir dia akan bertemu dengan Maria. Karena itu dia menjadi sedikit lebih tenang ketika Alfi memutar gagang pintu dan membukanya.

Begitu pintu itu terbuka, dia melihat seorang wanita yang sangat mirip dengan Javier kecuali kedua bola matanya. Di tengah ruangan yang penuh lukisan itu, Maria tetap terlihat mencolok. Namun, bukannya senang, Silas malah dongkol ketika berhasil menemukan target.

Kekesalannya muncul karena Maria ternyata tidak sendirian. Ibunda Javier itu sudah bersama beberapa orang lain yang Silas kenal. Dia bukanlah yang pertama sampai. Yang mencapai tempat itu terlebih dahulu malah bawahan Javier yang dianggapnya paling tidak berguna, Fay, wanita aneh yang sempat menggodanya tanpa rasa malu.

Seakan menjawab pikiran Silas yang jengkel padanya, Fay melambaikan tangan dan memanggil.

"Silas, aku menunggumu. Setelah ini aku ngga tahu kita perlu kemana." Kata Fay ceria.

"Kenapa kamu di sini? Bukannya harusnya kamu pergi ke tempat persembunyian?" tanya Silas heran. Bawahan absurd Javier ini muncul seperti hantu dan hadir dengan mengejutkan. Bagaimana caranya mereka sampai lebih cepat daripada timnya?

"Di sana ngga asik jadi aku ikut kamu ke sini. Jadi, kita kemana sekarang?"

"Rooftop. Kita tunggu Javier di sana."

"Jadi Javier benar datang?" tanya Maria di tengah diskusi.

"Iya mama, sudah bertahun-tahun dia mencarimu. Dia sangat baik dan menjadi sangat tampan, jadi jangan khawatir." jawab Fay menghibur. Dia memegang tangan Maria dengan erat.

Melihat kelembutan Fay, Silas langsung mengalihkan pandangan. Dia tidak kuat melihat Fay yang seperti ini.

Tidak mau membuang waktu dan tidak mau mengobrol lebih banyak, Silas memberi tanda pada Alfi untuk memandu mereka keluar. Tidak mengecewakan permintaan itu, Alfi berjalan di depan kemudian membuka pintu yang lain. Saat itulah alarm tanda bahaya mendengung ke segala penjuru. Mereka sudah ketahuan.

***

Burung Dalam Sangkar (BxB) [End-Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang