78. Bergantung

228 31 4
                                    

Di antara semua surat Farrel untuk Hans, ada satu yang terlihat agak serius. Surat itu adalah surat yang ditulisnya dua tahun yang lalu. Ketika Hans membacanya, dia tidak tahu lagi apa yang harus dikomentari. Isi surat itu masih saja Lukas tapi kali ini terasa berbeda.

"Hans, ayah pun kecewa dengan diri ayah dulu. Setelah kalian lahir, ayah baru menyadari apa yang ayah berikan demi mendapatkan bantuan mamamu. Ayah kehilangan hak ayah atas kalian. Ayah memang sudah tidak berhak untuk menjadi ayah kalian lagi. Melihat bagaimana mamamu bisa memberikan kalian apapun tanpa perlu bantuan ayah, ayah merasa ayah memang tidak pernah diperlukan. Karena itu ayah paham kekecewaanmu. Transaksi itu memang seharusnya tidak terjadi.

Saking kecewanya, ayah baru berani meminta hak itu lagi setelah papamu yang memaksa. Dia tidak mau menerima lamaran ayah sebelum memastikan kalau ayah berhasil mengambil peran itu. Setelah kembali bisa menjadi ayah kalian, barulah ayah sadar kalau kehadiran ayah ternyata diperlukan. Ayah bahagia memiliki kalian.

Papamu itu lebih peduli pada kalian daripada yang kamu bayangkan. Jadi, jangan marah pada papamu. Kalau marah, cukup pada ayah saja."

Ketika membacanya, Hans tahu betul kalau dia tidak akan mempercayainya jika kekesalannya pada Farrel masih seperti sebelumnya. Namun, setelah pikirannya lebih jernih, dia merasa itu masuk akal. Lukas sangat mungkin melakukan itu.

"Papamu itu orang yang banyak mengalami hal berat. Karena itu dia selalu takut bergantung pada orang lain dan melakukan apapun sendiri. Selama beberapa lama, dia tidak berani berharap apapun pada siapapun. Meskipun dia ingin dicintai, dia tidak pernah berani memintanya karena takut akan kecewa. Dia tidak punya tempat bergantung selain ayah jadi ayah tidak akan meninggalkannya seorang diri.

Jadi tolong jangan terlalu keras pada papamu ya.

Daripada marah, lebih baik kamu meminta sesuatu padanya. Dia akan mengabulkan apapun sejauh masih mampu mengabulkan itu. Dia selalu khawatir pada kalian."

Setelah sekian lama, baru dua tahun yang lalu ayahnya meminta sesuatu. Itupun untuk Lukas. Karena suatu hal, ayahnya menjadi khawatir pada suaminya itu. Membaca ini, Hans selalu menghela nafas. Mungkin saja ayahnya bisa merasakan kalau waktunya tidak lama tapi dia tidak tahu kalau Lukas akan segera mengikutinya jika itu yang terjadi.

Surat terakhir Farrel itu membuat Hans menyadari sesuatu. Seperti dia yang hanya bisa bergantung pada Dika, Dika pun sepertinya hanya bisa bergantung padanya. Kekosongan yang terjadi karena ketidakhadiran kekasihnya, tidak akan bisa digantikan oleh orang lain.

Ketika Dika mengungkapkan hal yang sama, Hans hanya bisa diam karena itulah kesalahan terbesar yang dibuatnya. Siapa lagi yang bisa diharapkan untuk menjaga mereka selain mereka sendiri? Jika satu orang mengkhianati itu, ikatan mereka akan putus dan tidak ada tempat bergantung lagi. Kepercayaan yang hilang akan sulit untuk dipulihkan.

Setelah ini dia perlu menguatkan tekad. Meskipun mengembalikan kepercayaan itu tidak mudah, bukan berarti tidak bisa tercapai. Walaupun tidak sebesar sebelumnya, dia ingin agar Dika percaya padanya lagi. Setidaknya ketika kekasihnya kembali, perlahan-lahan mereka bisa menguatkan ikatan yang sempat terputus.

***

Selama lebih dari seminggu, Hans akhirnya berhasil mengajak Dika untuk makan malam romantis, mengunjungi beberapa tempat, atau sekedar menemani kekasihnya melukis di galeri. Mereka bahkan sempat main game dan kembali menjadi anak SMA.

"Lu kayak pengangguran sekarang. Apa lu ngga ada kerjaan di Jakarta?" Tanya Dika setelah melihat Hans yang seakan tidak memiliki urusan lain selain menemaninya. Di depan mereka adalah sungai Rio Manzanares dan mereka duduk di sebuah bangku taman yang teduh.

"Gue udah setahun jadi pengangguran setelah Renata mau ngerjain kerjaan gue." Jawab Hans.

"Dia mau kerja? Orang itu mau kerja?" Seru Dika kaget. Akhirnya dia mendengar Renata yang tidak pernah menggerakkan tangan dan otaknya itu mau melakukan sesuatu. Hal luar biasa ini membuatnya kagum pada dunia. Apapun bisa terjadi. Keajaiban itu selalu ada.

"Gue sih ngga tahu cara kerja dia gimana. Mungkin dia nyusahin lebih banyak orang. Tapi gue ngga mau mikirin itu. Gue belum bisa mikirin itu juga." Kata Hans yang tidak lagi mau peduli pada kakaknya.

Dika tidak bertanya lebih jauh. Dengan kedalaman pemahamannya atas Hans, dia sebenarnya bisa menebak kenapa Hans memecat dirinya sendiri. Hanya saja dia tidak mau merasa lebih terbeban sehingga akhirnya memilih untuk diam.

Tak lama kemudian mereka hening kembali sehingga hanya suara derasnya air sungai yang terdengar. Hans masih memegang tangan Dika dan tidak pernah melepaskannya sejak mereka keluar dari galeri dan berakhir di tempat ini. Karena sudah seminggu menempel seperti pasangan sungguhan, akhirnya Dika tidak lagi menggerutu karena hal ini.

Masih tanpa kata, Hans memberanikan diri menjatuhkan keningnya di pundak kekasihnya. Aroma tubuh Dika memberinya ketenangan yang tidak didapatnya selama setahun terakhir. Beban di dadanya terasa berkurang dan sakitnya menjadi lebih ringan. Meskipun Dika belum setuju akan kembali padanya, kehadirannya saja sudah memberikan Hans kekuatan.

"Gue selalu sayang sama lu Ka. Selamanya." Bisik Hans diakhiri dengan hembusan nafas yang halus.

Kemunculan kata 'selamanya' setelah hari-hari yang mereka lewati, sebenarnya menggetarkan perasaan Dika. Akan tetapi Hans tidak memperhatikan itu dan hanya mengeratkan pegangan tangan mereka.

"Kita akan mulai lagi. Semuanya akan seperti sebelumnya. Sesekali kita akan travel ke tempat yang lu suka. Di sana kita akan mengambil foto-foto prewed yang lu mau. Kali ini gue akan bawa lu ke keluarga gue. Setelah itu, kita akan tinggal di rumah kita." Lanjut Hans dengan khayalan dan rencananya.

Semuanya terdengar indah namun Dika tidak menyahuti apapun. Dia hanya menatap sungai yang mengalir tanpa mengubah ekspresinya. Meskipun begitu, dia membiarkan Hans tetap pada posisi itu tanpa mengganggu.

***

Menghabiskan seminggu dengan tim Silas, membuat Javier mempertanyakan kesucian dunia orang-orang terang. Manusia bertampang birokrat itu tidak menghargai nyawa manusia sama sekali. Dia memperlakukan bawahannya seperti perlengkapan dan tidak memberi mereka derajat sebagai makhluk hidup. Meskipun begitu, semua bawahannya patuh dan memang kreatif menyelesaikan apapun. Masalahnya, jika mereka tidak kreatif, mereka mungkin mati di tangan bos mereka sendiri. Tangan Silas begitu cepat mengambil pisau atau pistol dan presisi dalam menyerang titik vital makhluk hidup apapun. Melihat itu, Javier merasa kalau julukan "mesin pembunuh" akan lebih cocok diarahkan pada Silas, bukan dirinya.

Sikap pembunuh Silas itu makin terlihat ketika mereka merencanakan pembobolan rumah yang mengurung Maria. Mata orang itu berkilau setiap mengatakan perkiraan jumlah target yang perlu 'dibersihkan'. Ekspresi itu membuat Javier bertanya-tanya darimana Renata memungut orang ini dan bagaimana caranya orang ini diterima oleh dunia terang di luar sana.

"Oh, aku dulu ditemukan oleh Renata dan Lukas ketika dijual karena ayahku punya hutang menumpuk gara-gara kalah berjudi." Jawab Silas ketika Javier bertanya bagaimana dia dan Renata bertemu.

"Saat itu aku baru lulus SD dan berusaha melarikan diri dari orang-orang dewasa yang mengejar. Jadinya aku tidak punya pilihan lain selain mengambil pisau dan menusuk leher mereka satu per satu." Lanjut Silas dengan nada datar.

Sayangnya wajah Javier tidak bisa datar ketika mendengar semua itu. Dia tercengang mendapati bahwa Silas memang memulai karir membunuh jauh lebih awal daripada dirinya.

"Setelah itu aku langsung dibawa pergi ke rumah pengasuhan dan bersekolah lagi. Karenanya, aku belum bisa membalaskan dendam pada ayah yang menjualku. Manusia itu tidak layak hidup."

***

Burung Dalam Sangkar (BxB) [End-Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang