Zee meregangkan sendi-sendi pada tubuhnya yang terasa begitu kaku akibat seharian terus berada di ruang kerja kebun stroberi, panen terakhir ini benar-benar terasa begitu menyita tenaga, bahkan Zee harus menyuruh seseorang untuk menemani sang nenek di rumah. Ia khawatir wanita paruh baya itu melakukan hal-hal bahaya yang bisa mengancam nyawanya.
Masih lekat di ingatan Zee sebulan yang lalu rumah mereka hampir terbakar karena neneknya lupa saat memasak air. Zee tidak masalah jika rumah itu terbakar, ia lebih khawatir kalau terjadi sesuatu hal buruk pada wanita yang membesarkannya sejak kecil.
"Nenek, aku pulang"
Zee membuka dengan santai kamar wanita itu, tadi saat Zee pulang, ibu yang membantu Zee menjaga neneknya mengatakan jika sang nenek sedang tertidur setelah minum obat, jadi sebelum menemui neneknya, Zee mandi lebih dulu. Tapi belum ia melangkah masuk, atensinya mendapati kamar itu kosong.
"Nenek?" Panggilnya, memeriksa setiap ruangan di rumah satu lantai itu. Nihil, tidak ada tanda-tanda keberadaan sang nenek.
Tenang Zee, tenang! Ia coba mengatakan pada dirinya sendiri namun panik tidak dapat ia tahan, jantungnya berdegup kencang. Zee sama sekali tidak berfikir jernih, ia takut terjadi sesuatu jika sampai neneknya keluar. Mungkinkah wanita itu pergi saat Zee sedang mandi?
Sial! Zee segera berlari keluar, mencari ke segala tempat yang mungkin di kunjungi sang nenek, dari mulai halaman, rumah penduduk sekitar, hingga kebun stroberi pun tidak mendapati keberadaannya.
"Nenek, ku mohon jangan pergi terlalu jauh," dalam hati Zee terus merapal do'a semoga wanita paruh baya itu baik-baik saja di mana pun ia berada.
Langkahnya mulai putus asa, tubuhnya dingin, bukan karena udara senja tapi gejolak ketakutan yang terus menggelayut dalam hati dan benaknya.
Ketika hampir melewati danau, atensi Zee menangkap sosok dua orang yang tengah bersenda gurau, sesekali kekehan dari yang lebih muda terdengar cukup nyaring di suasana yang sepi.
"Nenek?" Dengan suara pelan ia ingin memastikan, namun langkahnya enggan mendekat meski dari postur tubuhnya ia yakin itu adalah sang nenek dan, Nunew?
Dari arah pandang Zee, ia dapat melihat keakraban yang terjalin antara keduanya. Nunew sesekali tersenyum ketika sang nenek tertawa karena sesuatu, entah lelucon? Atau dongeng tentang kisah hidupnya di masa remaja seperti yang sering ia dongengkan pada Zee?
Tapi bukan hanya itu yang jadi fokus Zee saat ini, namun senyum tulus Nunew yang begitu cerah, berbanding terbalik saat jika mereka bertemu. Hanya tampang sinis dan malas yang ia tunjukan pada Zee.
Zee seperti menemukan karakter lain dalam diri Nunew, pria itu menarik, membuat Zee tersenyum tanpa sadar.
Setelah beberapa menit ia menjadi penonton, Zee akhirnya berjalan mendekat, menjeda acara mendongeng sang nenek. "Nenek, di sini rupanya, aku mencari nenek kemana-mana" ucap Zee begitu sampai di sisi sang nenek.
Kehadiran tamu tak di undang itu sontak membuat kedua orang itu menoleh, mendapati Zee berdiri menjulang menghadap mereka.
"Kau siapa?" Pertanyaan wanita itu membuat Nunew juga penasaran, Zee tampak mengenalnya.
"Ini aku, Zee, cucumu"
"Cucu? Aku belum punya cucu, anakku belum menikah, ia masih tinggal di kota,"
Nunew melirik pada Zee yang balik memandangnya sekilas, ia tau pria itu tidak berbohong. Saat tadi ia pertama bertemu wanita paruh baya itu, Nunew yakin ia pikun karena ketika Nunew bertanya dimana rumahnya, wanita itu kebingungan menjawab. Tapi yang Nunew heran adalah bagaimana wanita paruh baya ber perawakan kecil itu masih sangat ingat cerita tentang masa remajanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend With Benefit [END ✓]
FanfictionNunew si anak kota yang ikut sang ibu berkunjung ke desa tempat neneknya tinggal untuk liburan semester, sama sekali tidak bisa ber-adaptasi dengan lingkungan. Dalam rundung ke jenuhan ia bertemu dengan seorang laki-laki dengan binar di matanya. "La...