19. i wanna be your friend

701 100 10
                                    


Terpaan angin rooftop membelai anak-anak rambut Nunew, matanya memicing akibat sinar matahari sore yang beranjak turun di ufuk barat, warna oranye itu dilihatnya cukup redup karena tertutup awan tipis gelap, sepertinya akan hujan. Membawa kesan santai dan nyaman hingga tanpa sadar ia bertumpu siku pada pagar semen yang dibuat cukup tinggi hingga sebatas perut orang dewasa.

Nunew tidak tau sejak kapan ia mulai menyukai kesunyian seperti ini, padahal seumur hidupnya ia lebih suka berada di tengah-tengah kebisingan karena Nunew benci kesepian. Sepi membuat lelaki itu berpikir lebih banyak, lantas perlahan memberi tekanan pada hidupnya.

Jika bukan karena Zee meminta Nunew menunggu di rooftop setelah kelas selesai, ia tidak akan ke sana. Entah apa yang akan dibicarakan lelaki itu, karena Nunew juga senggang, mau pulang kerumah pun di rumah tidak ada siapa-siapa jadi Nunew iya-iya saja.

Sedang asik melamun menatap cakrawala, suara pintu besi berkarat yang menghubungkan tangga dengan rooftop berbunyi cukup mengganggu, baru Nunew akan menprotes karena Zee membuatnya menunggu cukup lama, namun ternyata orang yang datang bukanlah Zee.

"Oi Nunew sedang apa kau di sini?" Net berjalan mendekat.

Berpikir sejenak mencari alasan yang tepat karena jika ia jujur mengatakan ia akan menemui Zee, Net akan merasa kurang nyaman. "Mencari angin, kenapa kau kesini?" Nunew mengalihkan atensi, kembali menatap hamparan gedung-gedung bertingkat di hadapannya.

Net tersenyum, mengeluarkan rokok dari saku celana untuk menjawab pertanyaan, "rooftop dan rokok adalah kombinasi terbaik," ucap Net kemudian, mulai mengambil satu batang rokok untuk ia sesap.

Seketika kepulan asap rokok membumbung di udara, begitu cepat lenyap karena terpaan angin, namun tidak dengan aroma khas rokok, cukup menggoda Nunew untuk ikut menyesap. "Jadi kau sering ke sini?"

"Hanya sesekali."

BRAAK!!

Nunew dan Net tidak bisa tidak terkejut ketika pintu fooftop di hempaskan dengan kasar lantas Noeul berjalan sambil menarik tangan Bosseu dengan wajah memerah karena marah. "Kau ini kenapa? Kenapa mendiamkan aku sejak kemarin bukankah kita akan berkencan?" Suara Nunew meninggi ketika melepaskan pergelangan tangan Boss dengan kasar, Boss sendiri hanya menatap malas pada sosok yang tengah bersungut-sungut itu, enggan untuk menimpali.

Net juga Nunew hanya saling melempar tatap dalam diam, sepertinya Boss dan Noeul belum menyadari keberadaan mereka karena jaraknya mereka berdiri cukup jauh.

"Aku cuma tidak mood."

"Hah? Dengan cara mendiamiku? Apa salahku Boss?"

"Kau masih tidak sadar??" Boss tampak menghela nafas lelah, ya benar, lelah menghadapi sifat Noeul yang satu ini. "Aku tidak suka berkencan di kapal pesiar mewah, aku tidak suka berkencan dengan menaiki lamborgini," atensinya mulai menatap kedua manik Noeul, berharap lelaki itu mau memahami jika ia tidak suka dengan semua kemewahan yang Noeul berikan padanya, "bisakah kita berkencan secara normal?"

Noeul terdiam sejenak, memikirkan apa yang salah  pada memanjakan sang kekasih dengan cara menghabiskan uang jajannya untuk berkencan? "Apa menurutmu yang aku lakukan tidak normal? Aku tidak mengerti..kenapa.." ia coba berpikir keras, namun yang Noeul pikirkan saat ini justru Boss menganggap hubungan mereka aneh.

Boss sempat mengusap wajah dengan kasar sebelum menemukan keberadaan Net dan Nunew yang menonton mereka dalam diam, ada rasa malu meski mereka adalah teman. Pertengkarannya dengan Noeul bukanlah sesuatu yang dapat dilihat orang lain, "Eul, pikirkan ucapanku baik-baik, jika kau sudah mengerti maksudku, kita akan bicarakan ini lagi." Setelah mengusap sebelah pipi Noeul, ia berlalu, meninggalkan rooftop dengan perasaan mengganjal karena merasa masih banyak yang harus ia jelaskan. Biarlah, biar Noeul belajar untuk berpikir lebih dewasa.

Friend With Benefit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang