12. hug and cry

663 106 16
                                    









Di dunia ini, kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidup tentu seperti kehilangan separuh nyawa, terlebih karena kecerobohannya sendiri, rasa bersalah itu terus bergelayut meski telah beberapa waktu berlalu. Terlalu banyak 'andaikan saat itu' dalam kepala Zee, bayang-bayang ketika neneknya meregang nyawa di rumah sakit akibat tabrak lari terus menjadi mimpi buruk. Salahnya, kenapa ia lengah, kenapa saat itu tidak menunggu bibi yang biasa mengurus neneknya datang sebelum pergi ke kebun stroberi. Padahal Zee tau sang nenek tengah rewel meminta bertemu dengan Nunew, harusnya Zee tau neneknya akan keluar untuk mencari Nunew, harusnya juga Zee memberitahu saja pada wanita yang membersarkannya sejak kecil itu jika Nunew sudah kembali ke kota sejak tiga hari lalu.


Percuma, sesal tinggal sesal, tidak ada lagi yang tersisa. Zee tenggelam dalam rasa bersalah dan pilu dalam hatinya karena ditinggal sang nenek. Berhari-hari ia tidak mau makan, bahkan James ikut menangis melihat Zee terus mengurung diri di dalam kamar tanpa memiliki semangat hidup.


Di saat itulah, Zee teringat, neneknya menggenggam sebuah kalung perak berliontin persegi panjang yang di berikan pada Zee sambil menyebut nama Nunew, entah apa maksudnya, atau mungkin neneknya meminta Zee memberikan kalung itu pada Nunew?


Hingga saat ini, kalung itu terus Zee simpan baik-baik sampai akhirnya memutuskan meninggalkan desa. Anggaplah ia pergi untuk melupakan semua luka, namun bukan tentang kenangannya selama ini. Ia pergi ke ibu kota, tempat di mana orang tuanya tinggal, lantas melanjutkan pendidikan di universitas dan memilih masuk ke asrama yang di sediakan pihak kampus. Tentu Zee tau Nunew ada di sana, tidak ada yang kebetulan, karena memang tujuan lain Zee pergi dari desa adalah menemui Nunew. Meski neneknya sudah tidak ada, ia merasa masih memiliki kebahagiaan lain, yaitu melihat Nunew untuk waktu yang lebih lama, entah mereka hanya akan jadi teman atau lebih dari sekedar teman, Zee tidak peduli asal ia bisa berada di sekitar lelaki itu.


Hari yang ia nanti pun tiba, hari dimana Zee bersekolah, cukup lama ia mencari Nunew, masalahnya adalah Zee tidak tau kelas Nunew, yang Zee tau hanya dari cerita Wasita kalau mereka mengambil jurusan yang sama.


Tidak apa-apa, tidak hari ini, masih ada hari esok, toh cepat atau lambat mereka akan bersinggungan jalan.


Tapi nasib baik ternyata masih menyertai Zee, ia masuk di kelas yang sama dengan Nunew, bahkan Zee dapat melihat ekspresi terkejut lelaki itu dari sudut mata. Zee juga tau sepanjang pelajaran Nunew mencuri pandang padanga secara diam-diam. Hatinya menghangat, Zee ingin sekali langsung berlari menerjang tubuh Nunew sambil berkata merindukannya, namun otak Zee masih cukup waras untuk tidak melakukan hal di luar kendali.


"Waahh akhirnya selesai, aku ingin pulang, mandi, lalu tidur!" Ucap salah seorang pria yang duduk di sisi Nunew. Pelajaran telah selesai, mahasiswa yang ada di dalam kelas pun keluar satu persatu.


Zee sendiri memperlambat gerakan tangannya yang membereskan alat tulis di atas meja, berharap ia memiliki kesempatan bicara pada Nunew.


"Nunew, pulang denganku saja, aku bawa motor hari ini," ujar salah satu pria yang surainya di kuncir ke belakang.


Zee dapat melihat sekali lagi Nunew menoleh padanya, namun jarak pandang mereka terhalang oleh satu pria lagi berkulit tan. Ia tidak menyangka jika Nunew memiliki banyak teman di sini, bahkan untuk mencari kesempatan berbicara saja susah.


"Kalian duluan saja, aku akan ke toilet dulu."


"Aku juga mau ke toilet, ayo!"


See? Semua kesempatan terlewat, sepertinya memang bukan sekarang saat yang tempat untuk menyapa Nunew.




***




Friend With Benefit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang