Nunew berdiri di hadapan vending mechine sejak dua menit lalu, kedua manik kembarnya masih bingung memilih minuman apa yang harus ia beli. Ia tidak tau minuman yang disukai oleh Zee, ya benar, ia akan membeli sekaleng minuman untuk lelaki itu sebagai permintaan maaf. Nunew merasa tidak enak karena insiden tempo hari di rumahnya, pasti leher Zee sakit, Nunew dapat melihat bekas memerah di sepanjang leher akibat cekikan tangannya. Meski itu gerakan reflek dan Zee juga sudah berkata tidak apa-apa saat Nunew mengiriminya pesan, ia berniat untuk tetap menemui pemuda itu langsung untuk meminta maaf.
Ketika Nunew telah memutuskan pilihan, sebuah tangan terulur dengan satu kaleng soda tepat ke hadapannya.
"Untukmu."
Nunew menoleh, itu Net. Sudah lama ia belum bertemu pemuda itu sejak pertengkaran mereka, Net bahkan absen beberapa kali di ekstra kurikuler musik mereka. "Terima kasih, tapi aku mau beli kopi." Ucapnya sambil memasukkan beberapa uang koin ke dalam vending mechine.
Net meraih pergelangan tangan Nunew, mengalih tangankan soda yang ia genggam. "Ini permintaan maafku soal ucapanku di toilet waktu itu," ia menundukkan kepala, sedikit malu untuk menatap balik manik kembar milik sahabatnya. "Aku..aku tidak bermaksud merendahkanmu, sungguh, seperti yang kau tau aku..." Net menjeda kalimat, matanya berhati-hati melirik pada sosok Nunew. "Aku cemburu."
Hening, Nunew sama sekali tidak bersuara dan lebih memilih mengambil kopi yang ia beli. Helaan nafas kasar begitu kentara di tengah hening mereka karena suasana kantin sekarang cukup sunyi sebab sebagian besar kelas mahasiswa telah dimulai. "Sebenarnya aku sudah melupakan kejadian itu, tapi kalau boleh jujur pun sikapmu yang seperti ini membuat hubungan diantara kita jadi sedikit canggung."
"Maaf.."
"Kau sudah mengatakannya tadi, tidak usah di ulang." Nunew dapat melihat wajah lesu di hadapannya, "aku agak sulit mengatakan ini, tapi kurasa harus jelas. Net, perasaanmu adalah hakmu, cemburu pun hakmu. Tapi tolong jangan menyakiti orang lain.." ia sengaja merendahkan nada bicaranya karena melihat beberapa orang berlalu-lalang. "Dan maaf, jika kau mengharapkan suatu hubungan khusus aku tidak bisa memberikannya, aku lebih suka menjadi temanmu."
Tatapan mereka bertemu sebelum Net memutus duluan, ia kembali menunduk dan mengangguk paham. Hatinya kecewa tentu saja, tapi Net juga paham tidak ada yang bisa ia paksakan terlebih itu adalah Nunew. "Aku mengerti, sekali lagi maafkan aku."
"Tidak masalah," Nunew menepuk bahu pemuda yang lebih tinggi darinya itu sambil menunjukkan senyum simpul, merasa lega karena Net bisa memahami dan menghargai keputusannya. "Aku yakin nanti kau akan bertemu dengan seseorang yang juga merasakan hal yang sama."
'tapi tidak ada yang lain sepertimu, yang mampu memahamiku.' Sekali lagi Net tersenyum dalam kecewa, satu kalimat yang ia ucapkan dalam hatinya tadi adalah hal terakhir yang berusaha ia cabut agar tidak ada lagi sisa. Ia mundur karena tak memiliki harapan yang tertanam, tidak juga ada sesuatu yang dapat memupuk harapan itu, lantas apa guna lagi jika tidak mencabut hingga akar?
***
Jemari Zee menelusuri satu persatu jejeran rak buku bagian business management dengan sesekali membetulkan letak kacamata baca yang merosot dari pangkal hidung, sudah satu jam dirinya di sana membaca beberapa buku yang menurutnya menarik untuk mengisi waktu senggang sambil menunggu kelas dimulai. Dibanding membaca novel dan larut dalam percintaan fiksi memang Zee lebih tertarik menyalurkan hobi membacanya untuk mempelajari hal-hal lain yang lebih berguna. Selain karena jurusan yang ia pilih, Zee juga merasa harus mengerti lebih banyak agar suatu saat jika dirinya merasa siap, ia akan mengembangkan bisnis kebun stroberi di desa.
Ponsel Zee berbunyi tanda pesan masuk dan ia tidak bisa tidak tersenyum ketika mengecek siapa pengirim pesan. Nama Nunew tertera jelas dengan teks pesan, bertanya dimana keberadaan lelaki itu. Hanya berselang sepersekian detik dari pesan singkat Nunew muncul ia segera mengirim balasan, tidak perduli Nunew akan berpikir apa tentangnya karena membalas terlalu cepat, meski ia dikatakan sedang tergila-gila cinta, ya memang itu adanya.
Zee menarik sebuah buku setelah menemukan buku yang sesuai dengan minatnya untuk dibawa ke meja baca di pojok ruangan, bertepatan dengan itu Zee melihat Nunew berjalan sambil menatap ke arahnya menghentikan langkah. Lelaki itu benar-benar mencari Zee rupanya, Zee sih senang-senang saja bertemu dengan pemuda yang masih menjaga jarak itu.
"Nuㅡ"
"Kak Zee Pruk?"
Baik langkah Zee maupun Nunew sama-sama terhenti karena seorang gadis berdiri tepat di tengah-tengah jarak antara mereka berdua. Zee lebih dulu memutus atensi dan beralih pada gadis di hadapannya, "iya?"
"Eum...kak Zee sedang belajar?" Gadis itu melirik pada buku dalam genggaman Zee sambil tersenyum malu, "pasti melelahkan ada di jurusan manajemen bisnis," sambungnya lagi, menatap ke arah Zee yang memasang wajah bingung karena ia tidak merasa mengenal gadis kecil di hadapannya.
"Semua jurusan pasti melelahkan saat di kelas akhir," ucap Zee basa-basi, ia coba melirik pada Nunew yang masih diam di tempatnya berdiri tadi.
"Oh ya, aku Fern...eum ini untuk kak Zee," gadis bernama Fern itu menyodorkan sekaleng kopi dingin yang sejak tadi ia genggam, "pasti mengantuk membaca buku setebal itu."
Zee menatap tangan terulur Fern lantas ekor matanya tak sengaja menangkap gerakan tangan Nunew yang menyembunyikan sesuatu ke belakang tubuh. Apa yang dibawa lelaki itu? Apa minuman juga?. Ketika Zee coba menatap Nunew, lelaki itu memalingkan wajah. "Eum, Fern maaf tapi aku tidak minum kopi." Ucap Zee.
Ada ekspresi sedih di wajah Fern saat uluran tangannya tidak disambut oleh Zee, namun ia juga malu, rasanya seperti ditolak, jadi dengan rasa canggung ia mengangguk, "baiklah kalau begitu..aku akan pergi, maaf mengganggu waktumu kak." Tanpa menunggu balasan Zee, Fern melangkah pergi melewati keberadaan Nunew yang diam-diam memperhatikan kepergiannya.
"Kenapa kau menolaknya?" Ucap Nunew mendekat setelah kepergian Fern. Namun tidak berdiri di depan Zee, ia memilih untuk duduk di bangku meja baca yang kosong lalu di ikuti oleh Zee. "Ia tulus memberikan kopi itu padamu," lanjutnya, tanpa sadar menaruh sekaleng kopi dingin yang sejak tadi dalam genggamannya.
"Apa aku harus menerima sedangkan kau membawakan minuman yang sama?" Zee meraih kopi itu lalu membuka segel dan minum dengan santai.
"Hey!" Nunew meninggikan suara untuk memprotes perbuatan Zee namun segera sadar ia berada di dalam perpustakaan, "itu milikku! Lagipula ini perpustakaan, tidak boleh makan dan minum" Ucapnya dengan berbisik.
Zee hanya tersenyum menanggapi, menggedikan bahu dengan acuh, "ini milikku sekarang, atau kau ingin berbagi?" Ia mendekatkan wajah tepat di hadapan wajah Nunew, sebelumnya ia sengaja membasahi bibir bawah dengan kopi. "Rasanya pahit, berbeda sekali dengan duniaku yang menjadi begitu manis hanya karena bisa menatapmu dari dekat." Kini giliran Zee yang bicara menggunakan suara bisikan, sudut bibirnya sedikit terangkat membentuk senyum.
Ia tidak tau, di hadapannya ada pemuda yang mati-matian menahan rasa gelitik di perut dengan merah semu di pipi. Andai mereka bukan di perpustakaan, mungkin Nunew sudah mendorong Zee dan melakukan hal-hal yang sekarang terus berputar dalam kepalanya.
-TBC-
Hehehehe pendek dulu yaaa nanti dilanjut lagi!! Happy reading tukhon!!
(Sincerely ttalgiga)
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend With Benefit [END ✓]
FanfictionNunew si anak kota yang ikut sang ibu berkunjung ke desa tempat neneknya tinggal untuk liburan semester, sama sekali tidak bisa ber-adaptasi dengan lingkungan. Dalam rundung ke jenuhan ia bertemu dengan seorang laki-laki dengan binar di matanya. "La...