47. musim dingin yang tak dirindukan

599 69 24
                                    





Burung parkit berkicauan seolah mengiringi langkah kaki di pagi hari, suhu hangat seiring mentari yang mulai naik berbanding terbalik ketika masih di Jerman. Musim dingin yang sama sekali tak dirindukan, sebelumnya Nunew sangat suka musim dingin, tapi apa yang telah ia alami, Nunew bersumpah tidak lagi menyukai musim itu.


Nunew pulang membawa luka, tapi seberat apapun luka itu hidup tetaplah berjalan. Sangat sulit melupakannya, tapi Nunew akan terus berusaha selama dirinya masih bernafas. Cinta dan luka memang selalu bersama, apa yang Nunew harapkan? Asal ia tidak bersinggungan dengan orang-orang dalam kisah lukanya, Nunew akan baik-baik saja. Bahkan Noeul telah mencarikan dokter lain untuk membantu Nunew pulih yang ditambah oleh luka baru.


Semua berjalan lancar hingga saat ini, bekerja sampai larut, pulang saat lelah, lalu istirahat meski tidak benar-benar bisa istirahat. Nunew harus dibantu obat-obatan yang diresepkan dokter untuk membantunya tidur. Isi kepala Nunew terlalu berisik di saat-saat tertentu ketika akan tidur. Nunew menanggung semua sendiri tanpa memberitahu Wasita, bahkan Nunew meminta Wasita berlibur ke rumah mendiang sang nenek dengan alasan melepas lelah sebab terus mengurus Nunew. Wasita menurut, meski agak curiga dengan sikap sang anak, yang Wasita paham adalah Nunew membutuhkan waktu untuk sendiri.


Nunew menghela nafas, ini masih pukul delapan pagi, udara masih cukup sejuk karena semalam hujan, tapi ia sudah harus keluar rumah sebelum berangkat kerja karena seseorang menghubungi Nunew dan meminta untuk bertemu. Jika boleh jujur Nunew malas, sudah berapa lama terakhir kali Nunew bertemu dengan orang itu? Nunew juga tidak merasa meninggalkan kontak agar bisa dihubungi. Tapi Nunew merasa ia tidak bisa menghindar, ia harus menghadapinya jika mau semua selesai.



Dan disinilah dirinya, duduk dibangku taman dekat gedung kantor tempat Nunew bekerja dengan sebuah cup kecil kopi dalam genggaman tangan.


"Nu, maaf apa kau menunggu lama?"


Nunew menoleh sekilas ketika suara lembut seorang pria menyapa rungu, itu Kiet Chanarong, suami dari ayahnya, seseorang yang memang ia tunggu. Nunew masih marah jika mengingat apa yang terjadi dimasa lalu, bagaimana orang itu kembali ketika Wasita telah banyak berjuang untuk Bew, tapi Nunew memilih diam, setidaknya itulah yang selalu Wasita ajarkan pada Nunew.


"Tidak juga, kebetulan tempat kerjaku dekat dari sini."


Pria itu tersenyum sambil mendudukan bokongnya pada kursi panjang tepat di sisi Nunew duduk, terlihat dari ekpresinya bahwa Kiet agak canggung. "Maaf juga karena meminta waktumu."


Nunew tidak menatap lawan bicara, ia lebih suka mengalihkan atensi pada pantulan dirinya diatas kopi. "Katakan saja langsung apa yang ingin kau sampaikan, kau sendiri tau seorang pegawai tidak memiliki banyak waktu luang."



"Nunew, apa…apa kau tidak mau bertemu ayahmu?" Kiet bertanya dengan wajah sendu, meski tidak ada balasan tapi ia menatap lekat wajah Nunew dari posisinya. Dalam hati merasa senang karena akhirnya bisa dengan jelas melihat anak dari sang suami. Nunew memiliki banyak kemiripan dari segi rupa, "Bew sangat merindukanmu Nunew. Ia hanya bisa memandang fotomu tanpa bisa memeluk secara langsung. Bew sudah tua, sekali saja temui dia."



Nunew mendengus, rindu? Mungkin ya, Bew merindukannya, tapi Nunew tidak. Bagaimana bisa Nunew merindukan sosok yang bahkan tidak pernah ada dalam ingatannya? "Kau meminta aku balas merindukannya lalu menemui Bew? Kau paham kan kalau perasaan itu tidak bisa dipaksakan?"

Kiet menunduk menahan tangis, namun air mata telah jatuh lebih dulu. "Aku minta maaf atas keegoisan masa muda kami. Aku minta maaf atas segalanya, tapi Bew tidak bersalah. Benci saja aku, tapi jangan ayahmu, Nunew juga pasti paham kalau perasaan tidak bisa dipaksakan, dan dulu Bew melakukan semua sesuai keinginanku. Karena Bew begitu mencintaiku."


Friend With Benefit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang