Akhirnya…
Nunew datang ke tempat yang direkomendasikan oleh Boss, butuh waktu dua minggu untuk Nunew berpikir karena tekadnya masih setengah-setengah. Lalu ketika sampai dengan perasaan gugup, semua yang ada dalam imajinasinya sangat jauh berbeda. Nunew pikir tempat praktek dokter Plan sebesar rumah sakit pada umumnya, namun ternyata tidak. Ini lebih tampak seperti rumah dengan tiga lantai bernuansa tone earth, memiliki halaman asri nan luas disertai rerumputan hijau kemanapun kaki berpijak. Tempat itu tampak begitu nyaman, seperti memang dibuat khusus untuk ketenangan orang-orang yang memiliki tekanan mental. Meski begitu, cukup banyak orang datang dan pergi.
Dan disinilah Nunew, duduk dalam ruangan milik dokter Plan setelah satu jam berkonsultasi. Pria itu memang memiliki karakteristik yang menyenangkan, atau bisa dibilang karena kepribadiannya itulah dokter Plan terlihat sangat cocok menjadi seorang psikiatris. Tidak heran jika ia memiliki nama yang cukup baik. Dan Nunew sempat mendengar juga dari beberapa pasien yang mengatakan dirinya beruntung, karena dokter Plan tidak begitu banyak menerima pasien karena ia sering mondar mandir keluar negri.
Rasanya tubuh dan pikiran Nunew lebih ringan hanya dengan beberapa tahapan, tidak banyak, tapi ia merasa sedikit lebih baik. Ia menyesal karena sebelumnya ragu-ragu untuk datang. Simpul senyum itu kembali terlihat mengingat kebodohan sendiri, tapi kemana dokter Plan? Bukankah ini cukup lama untuk pergi ke toilet? Berapa lama lagi ia harus menunggu. Sudah lima belas menit pria itu pergi.
Pandangan Nunew mulai memperhatikan setiap detail ruangan milik dokter Plan, tidak banyak perbedaan dari konsep tone earth seperti di luar. Hanya ada beberapa detail yang berbeda seperti perabot yang dominan berwarna putih, bahkan ada bunga mawar putih dalam vas di pojok ruangan. Jika boleh menebak, pria itu mungkin menyukai warna putih.
"Maaf menunggu lama." Suara sang empu ruangan menggema setelah pintu terbuka, dokter Plan tersenyum ramah sebelum mendudukan bokongnya pada kursi.
"Lumayan lama, tapi aku bisa menunggu, hari ini aku mengambil cuti." Nunew mengangguk sungkan, ikut tersenyum mengikuti dokter Plan.
"Well, kurasa kau banyak pekerjaan, apa tidak apa-apa? Kau datang lebih lama dari perkiraanku." Kacamata berbentuk bulat tersemat pada pangkal hidung pria yang berstatus dokter itu, lalu ia mulai membaca hasil konsultasi yang mereka lakukan di waktu sebelumnya.
"Yah, kau tau, atasanku pemuda tanggung yang rewel, dia akan membolos jika tanpa pengawasanku."
Dokter Plan terkekeh tanpa menatap lawan bicaranya, "maksudmu seperti anak sekolah dasar?"
"Lebih seperti bocah tua nakal, dia tidak bisa disebut anak kecil."
"Baiklah, mari kita lupakan sejenak soal gurauan. Sekarang tentangmu, Nunew, sepertinya kita akan mempunyai waktu yang panjang untuk bertemu sampai kau bisa sembuh dari insomnia. Aku tidak bisa memastikan kapan, itu tergantung pada mindset-mu sendiri. Aku bisa membantumu, tapi untuk sembuh, tergantung seberapa kuat kemauanmu sembuh. Apa perkataanku mudah dipahami?"
Nunew terdiam sejenak, ia tau prosesnya akan panjang mengingat sedalam apa rasa sakit yang ia pendam. Itu semua tidak akan mudah, tapi Nunew juga ingin sembuh. "Ya, tolong bantu aku, dokter Plan."
"Tapi aku melihatmu kurang yakin pada dirimu sendiri, percaya dirilah Nunew." Jemari pria itu terulur untuk menggenggam tangan yang lain yang tengah saling mengepal menahan gugup. Perlahan memberi usapan lembut pada punggung tangan Nunew. "Kau tau, dulu, aku pun menangani kasus yang mirip sepertimu. Ia datang padaku dengan hati yang hancur, bahkan pria itu tampak tak memiliki jiwa. Dan prosesnya cukup lama, tapi percayalah dengan perawatan dan kesabaran kau akan sembuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend With Benefit [END ✓]
FanfictionNunew si anak kota yang ikut sang ibu berkunjung ke desa tempat neneknya tinggal untuk liburan semester, sama sekali tidak bisa ber-adaptasi dengan lingkungan. Dalam rundung ke jenuhan ia bertemu dengan seorang laki-laki dengan binar di matanya. "La...