Nunew menekuk lutut, atensinya menatap kosong pada July yang melahap isi mangkuk miliknya. Pikiran Nunew terus memutar ingatan dua hari lalu ketika saling memburu hasrat dengan Zee di kamar asrama. Erangan, desahan, bahkan dominasi pria itu terus memutar seperti kaset. Bukan hanya saat ini, ingatan kotor itu juga terus terbayang tidak mengenal tempat. Contohnya saja kemarin, bisa-bisanya Nunew memikirkan hal kotor di tengah jam pelajaran berlangsung.
Jujur saja ia belum pernah mengalami ini seumur hidup, ketika berkencan dengan banyak gadis hingga berakhir di kamar hotel atau asrama, Nunew tidak pernah teringat lagi, tapi kenapa sex dengan Zee begitu meninggalkan kesan. Tubuh telanjang pria itu, perlakuan lembutnya, setiap erangan yang mereka keluarkan karena Zee mampu membuat Nunew merasakan putih yang begitu membuatnya mabuk, terus saja terlintas dengan jelas dalam benaknya.
Awalnya Nunew tidak setuju saat Zee mengatakan ingin mendominasi permainan, bahkan belum sepuluh menit Zee menyentuh tubuhnya saat Nunew mengaku kalah atas kuasa seorang Zee Pruk. Lelaki itu mampu mempermainkan hasrat dengan cara menggoda di titik sensitif Nunew, terus merangsang dan memberi usapan seduktif sarat akan keinginan menjamah. Lantas dengan kurang ajarnya mengungkung Nunew, membiarkannya frustasi dan berakhir memohon untuk di sentuh lebih intim.
Mereka menyatu, Nunew membiarkan Zee menghujam dari atas memberi kuasa atas tubuh yang telah pasrah dalam hasrat dan kenikmatan, sudah kepalang tanggung, toh Nunew juga menikmati setiap inci gerakan yang Zee lakukan.
"Kau bisa merasakannya Nu? Seberapa aku menginginkanmu, seberapa aku memuja kecantikanmu? Seberapa aku menyukai ketika kau terus merengek meminta lebih? Bisikan namaku, bisikan namaku dengan suara paling nikmat, ungkapkan setiap kenikmatan yang kau rasakan dengan namaku."
"Zee Pruk," tanpa sadar Nunew bergumam, mengingat satu kalimat terpanjang yang membuatnya hilang akal. Benar, Nunew hilang akal, bukan hanya dua hari lalu, tapi saat ini. "Sialan! Kenapa aku memikirkannya lagi!" Nunew mengumpat begitu sadar dengan ucapan sendiri, merasa kesal karena sudah memikirkan hal-hal kotor.
"Hei gendut, bisa kau jelaskan aku ini kenapa?" Nunew melirik pada July yang telah menandaskan isi mangkuk miliknya sambil duduk manis, balik menatap Nunew yang mengajak berkomunikasi, hanya sebentar, setelahnya July meloncat ke atas tempat tidur lantas bergelung dengan nyaman.
Nunew berdecih, "aku mulai berpikir apa gunanya kau di sini, July." Kata orang memelihara kucing dapat membantu melepas stress, namun yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Nunew dan July tidak pernah akur, anak kucing gembul itu tidak pernah mau menurut pada Nunew padahal ia yang merawat tiap hari, tapi Nunew malah merasa daerah teritorinya mulai didominasi, lihat saja sekarang mangkuk makanan dan minuman makhluk kecil itu telah berpindah ke kamar Nunew. "Lihat saja nanti, aku akan mengembalikanmu pada ayahmu."
Merasa tak ada gunanya lagi ia di sana, Nunew bangkit untuk keluar kamar. Indera penciumnya bekerja otomatis karena aroma masakan sang ibu. Akhir pekan memang hari paling menyenangkan sejauh ini, sebab Wasita akan berada di rumah seharian, menghabiskan waktu bersama sang ibu adalah hal yang sulit Nunew temukan kecuali di akhir pekan, memang biasanya pun Nunew akan selalu memakan masakan Wasita, tapi tentu hanya sarapan atau ketika malam. Itu pun sudah dingin karena biasanya Nunew pulang lebih telat.
Ketika langkah Nunew sampai ke dapur, dahinya mengkerut, ia bukan hanya mendapati sang ibu yang tengah memasak, tapi juga Noeul yang terus membuntuti dengan senyum gigi kelincinya. "Ku pikir ada bulu babi dalam rumahku," ucapnya sambil memperhatikan penampilan baru Noeul yang mengecat rambut dengan warna merah muda pudar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend With Benefit [END ✓]
FanfictionNunew si anak kota yang ikut sang ibu berkunjung ke desa tempat neneknya tinggal untuk liburan semester, sama sekali tidak bisa ber-adaptasi dengan lingkungan. Dalam rundung ke jenuhan ia bertemu dengan seorang laki-laki dengan binar di matanya. "La...