49. after all

521 68 8
                                    





Musim panen adalah waktu yang begitu banyak suka cita, mulai dari pemilik kebun hingga petani petik. Bukan hanya itu, festival yang selalu diadakan untuk menyambut datangnya musim panen, tradisi sebuah desa digelar saat malam dan begitu meriah karena tidak hanya satu desa saja yang berpartisipasi. Banyak stand jajanan mulai dari tradisional hingga jajanan yang tengah viral saat ini, dan jangan lupa seni pentas pertunjukan di isi oleh para pemuda desa. Tawa, nyanyian, semua kegembiraan bercampur jadi satu. Tak ada yang tidak menikmati waktu festival, tak terkecuali seorang pemuda yang baru memulai perkebunan sejak lima tahun terakhir. Meski terbilang baru, pemuda itu terbilang sukses karena terhitung telah mampu menambah dua hektar lahan dalam kurun waktu tersebut. Upah yang ia berikan juga cukup layak sampai para petani petik selalu puas dengan hasil yang didapatinya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.



Waktu bergulir begitu cepat ketika seseorang menikmati waktu yang dilewati, itu benar adanya. Mereka merasa baru tadi sore festival dibuka namun sekarang waktu telah menunjukan pukul sepuluh malam, mau tak mau sebagian dari mereka yang membawa anak harus segera pulang. Lambat laun suasana semakin sepi, namun pemuda pemilik perkebunan itu masih enggan kembali. Tubuhnya sedari tadi duduk bersantai disalah satu bangku yang tersedia, namun pikirannya tengah bernostalgia. Dulu, ia pernah datang dengan wajah masam tanpa minat, tidak menyangka saat ini, sejak tujuh tahun terakhir ia meninggalkan ibu kota, ia akan merindukan masa-masa itu di tiap festival panen.


“Nunew apa kau ingin kembali?”


Suara wanita paruh baya menyapa rungu, membuatnya mau tak mau menoleh meski hanya untuk sekedar menjawab. “Ibu bisa pulang duluan, aku akan menyusul.”


“Baiklah, tapi jangan pulang larut malam, besok akan ada pengiriman ke wilayah utara.” Yang dipanggil ibu menepuk dua kali punggung sang anak sebelum beranjak pergi. Ia mengerti jika anaknya tengah bernostalgia, jadi ia lebih memilih memberinya ruang. Bagaimanapun, ia mengasihani Nunew, karena anak itu melalui begitu banyak masa sulit hingga dapat membuat keputusan terbesar dalam hidup.


Tidak ada cinta yang tidak sulit, semua orang memiliki jalan masing-masing berdasarkan takdir. Tapi pada jalan itu entah mulus atau penuh duri tidak ada yang tau tentang masa depan. Lantas takdir Nunew telah di tulis begitu penuh duri tajam, bahkan lebih parah dibanding saat Wasita masih muda dulu. Tapi sekarang semua membaik seiring berjalannya waktu, Nunew dapat tersenyum, makan dengan baik, bahkan membangun sebuah kehidupan baru meski hanya berdua, meninggalkan semua hingar bingar kepenatan ibu kota. Ia juga bersyukur selama usaha Nunew bangkit, tak ada seorang pun dari masa lalu yang datang mengacau.


Kembali ke masa sekarang, waktu semakin menunjukkan jika malam semakin larut, telah banyak stand jajanan membereskan tempat mereka ketika tiba-tiba seorang anak perempuan yang memegang tanghulu ikut duduk bergabung pada kursi kosong di sisi Nunew.


Nunew mengerutkan dahi, bukankah semua orang tua telah membawa pulang anak mereka? Lantas siapa anak ini? Ditambah sikap tenangnya dan sangat fokus mengunyah tanghulu yang ia genggam.


“Kakak…”


Nunew menoleh kekanan dan kekiri sebelum menunjuk dirinya sendiri. “Kau bicara padaku?”


Anak itu mengangguk sambil menatap dengan penuh binar polos pada matanya, terasa familiar dalam ingatan Nunew.


“Berapa usiamu? Seharusnya kau memanggilku paman.” Tangan Nunew terulur untuk mengelus pucuk kepalanya, “Ada apa anak manis? Apa kau tersesat? Dimana orang tuamu?”


“Bertanya satu-satu, aku sulit menjawab.”


Jawaban yang sangat menggemaskan, pikir Nunew. Ia selama ini bukan tidak menyukai anak kecil, ia hanya tidak banyak berinteraksi dan tidak berminat, Nunew tak tau jika dari jarak dekat seperti ini anak kecil bisa sangat manis.


Friend With Benefit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang