45. that feeling

570 68 24
                                    

Natal tiba, Nunew tidak menyangka untuk pertama kali dalam hidupnya ikut merayakan natal dengan berbagai keindahan musim dingin seperti dalan film yang ia tonton. Pohon pinus dimana-mana, terhias salju yang luruh dari langit. Misstletoe tergantung cantik sebagai hiasan serta bola-bola lampu kecil yang cahayanya gemerlapan menembus gelap malam. Hatinya berdebar sebab gugup karena hari yang ia tunggu sudah tiba, hari dimana Nunew telah memantapkan diri untuk kembali meminta Zee memulai semua yang pernah mereka tinggalkan. Ia telah menghubungi pria itu untuk membuat janji bertemu di sebuah gereja dekat hotel, gereja itu yang paling indah menurut Nunew. Namun karena ramai, Nunew memutuskan untuk bertemu dengan Zee tepat di jam dua belas malam ketika pengunjung gereja setidaknya tak menumpuk dan mereka dapat memilih tempat duduk.


Nunew tidak menyangka kalau mengungkapkan cinta akan semendebarkan ini, ia bahkan sedikit berdandan, menata rambut, memakai pakaian rapih, menyemprot lebih banyak parfum hingga memakai lipbalm. Ah yang terakhir itu karena cuaca dingin, jadi bibirnya terasa agak kering.


Sekali lagi ia mengecek isi papperbag dalam genggamannya, syal berwarna cream terlipat dengan rapih. Itu adalah hadiah yang dapat Nunew pikirkan saat ini, karena Nunew berpikir Zee telah memiliki semua barang-barang mahal, jadi ia memutuskan membeli sesuatu yang biasa namun bisa terus pria itu gunakan.


Waktu menunjukkan pukul setengah dua belas malam, semakin waktu berganti, semakin jantung Nunew berdebar tak karuan. Bayangan-bayangan tentang bagaimana Zee bereaksi dan rasa hangat yang akan tercipta diantara keduanya benar-benar membuat tubuh Nunew bergetar karena euforia.


"Nunew."


Jantung Nunew seolah berhenti sebab gema suara seorang pria, tanpa harus menoleh kebelakang pun ia tau suara dan langkah kaki siapa itu.


"Apa kau menunggu lama?" Zee menempatkan diri pada kursi panjang tepat disebelah Nunew duduk. "Hujan saljunya lumayan lebat jadi agak licin."


Nunew menggeleng perlahan, "tidak, tidak masalah, jangan terburu-buru mobilmu akan slip nanti. Tidak masalah menunggu agak lama, lagi pula…aku memang sengaja datang lebih awal."


Sudut bibir Zee berkedut ingin sekali tersenyum, sejak tadi ia tak melewatkan satu ekspresi pun dari Nunew, dan yang ia tangkap terakhir kali sungguh menggemaskan. Pria itu menunduk dengan wajah bersemu, sabar Zee, ini di gereja. "Ekhem, jadi…apa kau sudah makan malam?" Tanyanya asal untuk mencairkan kecanggungan.


"Uh-um, sudah, lalu kau?"


"Ah…sebenarnya aku belum. Aku berharap bisa makan malam bersama."


Atensi Nunew beralih pada Zee dengan dahi berkerut, "Zee tapi ini sudah malam, harusnya kau makan malam dulu."


Mereka terdiam sejenak sebelum Zee kembali melanjutkan bicara, manik mata itu sengaja ia alihkan pada pihak lain hingga mereka saling tatap. "Bagaimana aku bisa makan jika aku terlalu bersemangat untuk merayakan natal bersamamu, rasanya perutku kenyang sejak pagi."


"A-aku…" sial, kenapa rasanya Nunew malu, wajahnya terasa memanas. Apakah sekarang wajah Nunew terlihat memerah? Tidak, jangan pikirkan itu, Nunew akan menggunakan kesempatan ini untuk memberikan Zee hadiah yang ia persiapkan. "Zee…aku…"


"Kau?"


"A-aku…" padahal Nunew sudah mempersiapkan diri dan apa yang ingin ia katakan sejak sore, tapi kenapa kenyataan tak seperti yang ia harapankan? Lidahnya seperti kelu.


"Ada apa Nu?"


"Zee, m-maukah kau…denganku…memulai dari apa yang terakhir kita tinggalkan dulu?"


Friend With Benefit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang