"Sejak kapan aku anak ayah?"
Zee benar-benar menahan emosi saat ini, ia ingin langsung menyusul Nunew tanpa mau mendengar apapun lagi ancaman Arthit karena itu tidak berarti apapun baginya.
"..."
"Apa ayah sudah menjalankan kewajiban sebagai orang tua? Selama ini ayah selalu memberiku uang uang uang! Padahal bukan itu yang aku inginkan."
"Zee Pruk apa kau sadar dengan apa yang kau katakan pada ayahmu?"
"Ya! Aku sadar! Menurut ayah kenapa aku lebih memilih tinggal bersama nenek? Karena nenek lebih banyak memberiku kasih sayang dibanding orangtuaku sendiri," manik kembar Zee memanas, ini adalah airmata yang selama belasan tahun ia pendam karena tidak ingin neneknya tau dan bersedih. "Aku hidup di desa karena nenek ada di sana dan aku kembali ke kota karena Nunew. Tidak ada alasanku untuk kembali padamu ayah."
"Zee, cukup nak." Rayla berdiri diantara ayah dan anak, mencoba menjadi penengah antara keduanya meski hatinya sendiri terasa ngilu.
"Tidak ibu, ayah harus tau, aku tidak hanya butuh uangnya. Jerih payah nenek sudah sangat cukup untukku. Kemana ayah selama ini? Ayah tidak punya andil apapun dalam hidupku, tapi kenapa sekarang bersikap seolah ayah memiliki hak penuh atas diriku?"
"ZEE PRUK!"
Satu tamparan menggema dalam ruangan hingga Rayla berteriak histeris sambil menghalangi tubuh sang anak dari amukan suaminya ketika sadar Arthit akan kembali memukul Zee. "Hentikan! Aku bilang cukup! Dia anakku juga dan jangan pernah memukul anakku!"
"Biarkan ibu, biarkan orang ini puas. Kalau pun aku mati, aku akan mati tanpa penyesalan."
"Anak kurang ajar! Keterlaluan! Kau membangkang hanya karena anak itu?"
"Nunew! Namanya Nunew ayah, ingat. Dan dia adalah laki-laki yang aku cintai, berhenti menghinanya."
Atensi mereka terus beradu dengan nyalang, tidak ada yang mau mengalah. Meski tamparan yang dilayangkan Arthit terasa begitu perih pada pipinya namun Zee tidak memiliki rasa takut apapun. Hatinya terlanjur sakit karena sang ayah mengatakan hal jelek tentang neneknya dan menghina Nunew begitu sadis. Zee kecewa, sangat kecewa dengan perlakuan seperti ini. Dan jika Arthit berpikir Zee akan lebih memilih keluarga, ayahnya salah besar. Bagi Zee, keluarganya hanya ada nenek dan sang nenek sudah tiada. Jangan salahkan Zee berpikir seperti itu, karena selama ini kedua orangtuanya kurang memperhatikan Zee.
Zee kecil selalu mencari cara agar dapat perhatian kedua orangtuanya. Bahkan awalnya ia memutuskan untuk tinggal bersama nenek adalah ancaman, ia berpikir jika ayah dan ibunya mengetahui keinginan Zee, mereka akan melarang dan jadi lebih banyak waktu untuk Zee. Namun ternyata dirinya salah, ia langsung dibawa ke rumah sang nenek tanpa pikir panjang. Zee merasa dibuang, tapi tidak habis akal. Zee berusaha keras dengan belajar giat dan mendapat rangking kelas, berharap mereka datang, memeluk dan berkata mereka bangga padanya. Tapi kenyataan selalu lebih pait dibanding angan.
Dari yang semula belajar untuk mendapat atensi, kini menjadi kebiasaan untuk dirinya sendiri. Zee merasa hatinya seperti mati suri, hingga seorang anak periang datang dalam kehidupannya yang gelap. Mengikutinya kemanapun sambil membawa satu kotak buah stroberi dan berkata ia ingin berbagi rasa manis dengan Zee, karena ia melihat wajah Zee yang selalu murung dan makanan manis bisa membuat seseorang merasa lebih baik. Benar, Zee merasa lebih baik, bahkan lebih hidup sejak saat itu.
Itulah awal dari semuanya, Zee bahkan meminta kebun stroberi karena stroberi mengingatkannya pada seseorang yang membuat hidupnya lebih berwarna meski hanya sebentar, sebelum bocah berpipi gembil itu pergi, hilang entah kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend With Benefit [END ✓]
FanfictionNunew si anak kota yang ikut sang ibu berkunjung ke desa tempat neneknya tinggal untuk liburan semester, sama sekali tidak bisa ber-adaptasi dengan lingkungan. Dalam rundung ke jenuhan ia bertemu dengan seorang laki-laki dengan binar di matanya. "La...