Suara jangkrik dan katak masih saling bersahutan di tepi danau, matahari pun belum muncul sepenuhnya namun Nunew telah duduk besandar pada kursi kayu panjang yang menghadap ke arah danau sejak tadi. Seperti dejavu, sebab ini adalah tempat dulu dimana Nunew duduk dengan seputung rokok terselip di jemarinya. Kepulan asap rokok keluar dari mulut, membumbung lantas hilang di udara yang masih sangat dingin. Nunew terlalu stress dengan semua kenyataan pahit sampai dirinya tidak dapat memejamkan mata barang sebentar, kesedihan ditinggal sang nenek, lalu kehadiran kedua ayahnya yang sungguh Nunew tidak sangka ia terlahir dari pasangan gay. Ditambah kenyataan bahwa orang yang membuatnya hilang ingatan adalah ayah Zee. Entah apa yang Tuhan rencanakan untuknya tapi semua itu benar-benar membuatnya sesak.
Bagaimana jika dulu Nunew tidak tetabrak mobil Arthit? Apakah ia akan berakhir ikut dengan Bew? Atau tetap bersama Wasita? Jujur saja selama ini Nunew cukup banyak mendapat kesulitan tiap kali berusaha mengingat masa kecil yang ia sendiri bingung kenapa bisa lupa. Ketika anak lain menceritakan tingkah di luar nalar seorang bocah kecil, Nunew hanya bisa ikut tertawa tanpa mampu ikut bercerita. Seolah hidupnya dimulai ketika beranjak remaja.
Wasita pun terus mengalihkan pembicaraan saat Nunew bertanya siapa ayahnya, dan selalu berkata orang itu adalah orang yang baik dan penuh kasih, menyayangi mereka berdua, namun harus berpisah karena sudah tak sejalan. Ternyata semua hanya kebohongan yang selalu diceritakan dengan sempurna.
Nunew tertawa di tenggorokan, ia merasa hidupnya begitu lucu dan penuh drama padahal ia sendiri tidak menyukai drama kehidupan.
Satu batang rokok telah habis, airmata yang sejak kemarin terus mengalir pun telah kering tanpa sisa. Dengan itu, Nunew harus menyelesaikan semuanya satu persatu lalu kembali hidup dengan nyaman bersama Wasita.
"Nu.."
Tepat saat Nunew membuang puntung rokok yang telah habis ia sesap, suara familiar membuatnya menoleh. Ternyata Zee, pria yang Nunew sadari keberadaannya sejak kemarin namun memilih untuk acuh.
Pria itu terlihat lesu dan kurang tidur, berdiri mematung di sisi sebuah pohon besar rindang yang dahannya tertiup angin sampai menimbulkan bunyi gemerisik.
Nunew berdiri namun tetap diam di tempat hingga Zee berinisiatif untuk melangkah mendekat lebih dulu tanpa memutus tatapan barang sedetik pun. Menatap Nunew dengan sepasang manik yang tampak lelah dan bibir yang menyunggingkan sedikit senyum.
"Masih terlalu pagi untuk keluar rumah Zee."
Tubuh Nunew direngkuh erat dengan tiba-tiba, tidak peduli jika saja Nunew menolak tapi rasa rindu dan kesedihan terlalu sesak untuk ditahan lebih lama. "Aku merindukanmu, Nu." Ucapnya lirih.
Dan di luar reaksi yang Zee pikir akan ia dapatkan, Nunew justru balas memeluk tubuhnya tanpa berkata apapun. Haruskah Zee merasa lega karena ternyata Nunew masih membalas sedikit perasaannya?
Lidah Zee bahkan kelu hanya untuk sekedar berkata maaf, yang ia inginkan saat ini adalah Nunew bisa merasakan rasa sesak dalam dadanya, Zee ingin meminta bantuan Nunew untuk meringankan perasaan yang menyiksanya.
"Zee..aku merasa, hubungan ini tidak bisa ku lanjutkan."
Hening, tidak ada yang berkata apapun, mereka masih saling memeluk tubuh tapi apa yang menusuk pendengaran Zee barusan membuat tubuhnya melemas ditempat. Pikirannya tidak dapat mencerna ucapan Nunew.
Rengkuhan tubuh itu Zee lepas lebih dulu meski enggan, atensinya ia bawa untuk menatap pada kedua manik Nunew yang kembali terlihat tergenang cairan bening. "Nu..apa maksudmu?" Zee ingin pura-pura tuli, tapi ia juga tidak ingin salah paham atas ucapan Nunew.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend With Benefit [END ✓]
FanfictionNunew si anak kota yang ikut sang ibu berkunjung ke desa tempat neneknya tinggal untuk liburan semester, sama sekali tidak bisa ber-adaptasi dengan lingkungan. Dalam rundung ke jenuhan ia bertemu dengan seorang laki-laki dengan binar di matanya. "La...