35. fact

592 101 18
                                    





Berkilo-kilo meter mobil Porche Cayne yang dikendarai Zee melaju dengan kecepatan maksimal, tidak peduli pada James yang terus memprotes karena pria itu hampir menerobos lampu lalu lintas. Bahkan mobil Noeul dan Net kualahan mengikuti dari belakang. Mereka memang sengaja berkendara di belakang mobil Zee karena belum tau dimana lokasi desa tempat tinggal Zee, namun mereka terus tertinggal sebab Zee mengendarai mobil terlalu cepat.


Jika dalam kecepatan normal mereka akan sampai dalam waktu dua jam, kini mereka sampai hanya dalam waktu satu jam lewat lima belas menit. Agak di luar nalar, tapi itu yang terjadi. Net saja terus mengumpat ketika mobil mereka sudah terparkir di depan rumah pemakaman yang lokasinya sesuai dengan arahan Wasita.


"Dasar pria gila, beruntung kita tidak ikut dimakamkan disini." Net berjalan mendekati mobil Zee dengan penuh emosi, tapi belum sempat ia memarahi Zee, pemuda itu telah lebih dulu keluar dari dalam mobil lalu bergegas masuk. "Hey kita belum selesai!"


"Net! Sudah hentikan." Tangannya dicekal oleh James, "ini pemakaman, Zee begitu karena panik." Ucapnya memberi pengertian, meski ia sendiri merasa nyaris terkena serangan jantung karena cara Zee berkendara sangat berbahaya. Tapi James dapat mengerti seperti apa rasa khawatir yang Zee rasakan, berdebat dengan orang yang fokusnya berada pada seseorang yang belum ia temui sejak beberapa hari lalu dan secara mendadak mendengar kabar tidak mengenakan adalah hal yang sia-sia dilakukan.


Mobil yang dikendarai Noeul tiba paling akhir karena sempat tertinggal, dan ketika pemuda itu bersama Boss turun, keduanya segera berlari menghampiri James. "Dimana Nunew?" Wajah Noeul tidak jauh berbeda dengan Zee, pria itu terlihat penuh kekhawatiran dan hampir menangis.


"Entahlah, kami belum bertemu dengannya."


"Eul, pergilah, cari Nunew, kami akan menyusul." Boss menepuk pundak Noeul, memberi pria itu dorongan untuk lebih dulu menemui Nunew. Ia mengerti jika rasa khawatirnya lebih besar karena Noeul adalah sahabat Nunew sejak mereka masih di sekolah menengah.



***



Suasana pemakaman cukup ramai dengan para pelayat yang memakai pakaian serba hitam tanda berbela sungkawa. Tadi Zee sempat bertemu dengan Wasita, wanita paruh baya terlihat rapuh dengan wajah basah karena airmata. Tapi Wasita tampak tegar seolah ia sudah lama siap menghadapi kepergian sang ibu. Zee merasa sedikit lega, itu artinya hanya tinggal satu orang yang masih belum bisa ia temui dan ternyata tengah duduk bersandar pada pilar besar paling sudut ruangan terbuka itu.


Nunew duduk bersila dengan mata terpejam, meski berjarak beberapa meter, Zee dapat melihat jelas jejak airmata pada kedua pipi pemuda itu. Kemeja hitam yang Nunew kenakan pun tampak telah lusuh. Relung hati Zee terasa begitu ngilu melihat pemandangan menyedihkan dari sosok Nunew, kedua tungkai kakinya kelu di tempat, padahal Zee sangat ingin berhambur memeluk tubuh lemah di hadapannya.


"Nunew."


Yang dipanggil menoleh lemah, namun sebelum pupil matanya tidak menangkap sosok Zee, melainkan Noeul yang tengah berdiri di sisi kiri pemuda itu. Noeul lebih dulu memiliki tenaga untuk berhambur, bersimpuh sambil memeluk tubuh sahabatnya. Airmata kembali tumpah dan perlahan diiringi isak tangis. Tangis Nunew pecah, kedua tangannya memeluk erat-erat tubuh Noeul seolah ingin mengadu tentang duka yang terus menggelayut dalam hatinya.


"Nenek pergi, Eul..neneku pergi." Nunew meraung menumpahkan semua sesak dalam pelukan Noeul yang juga terisak bersamanya.


Baru kali ini selama Noeul mengenal Nunew, pria itu meneteskan airmata. Nunew adalah pria yang kuat, bahkan ketika berpisah dengan Milk atau dihajar oleh preman sekolah sampai masuk rumah sakit, Nunew tidak pernah menangis. Noeul memang tidak begitu mengenal sosok neneknya Nunew, tapi duka yang Nunew tunjukkan membuat Noeul menyadari sebesar apa pria itu menyayangi wanita yang telah terbaring dalam peti kayu di depan tempat sembahyang.


Friend With Benefit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang